Penentuan Awal Ramadhan: Hisab atau Rukyah? Ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Tata Cara Niat Puasa Ramadhan ini berangkat dari hadits riwayat Abu Dawud.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ هِلالَ شَهْرِ رَمَضَانَ ، فَقَالَ : لا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلالَ ، وَلا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ . متفق عليه
Dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah mengingatkan tentang hilal pada bulan ramadlan, dan beliau bersabda: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka (berhari raya) sehingga kalian melihatnya, dan jika mendung maka perkirakanlah baginya (tanggal 1).’
Al-Hilal
Al Hilah didefinisikan dengan maa yaraa minal qamari awwala lailah. Yakni apa yang dilihat terhadap bulan pada malam pertama (bulan baru tiap bulan). Sehingga sebagaimana hadits di atas kesimpulan para ulama adalah itsbatu ramadlaana bi ru’yatil hilaal yaitu sidang itsbat atau penetepan Ramadlan adalah dengan cara ru’yatul hilal atau melihat bulan.
Qamariyah dan Syamsiyah
Ramadahn menjelang dan sudah menjadi kebiasaan jika menjelang bulan suci ini selalu muncul perbedaan pendapat tentang penentuan awal bulannya. Apalagi jika terjadi perbedaan di antara organisasi atau kelompok yang ada di tanah air ini.
Dalam menetapkan masuknya awal bulan khususnya tahum baru hijriah adalah berbasis qamariyah atau rembulan. Tetapi apakah sebagaimana hadits tentang harusnya pakai rukyatul hilal itu sebagai ketetapan baku, atau hanya sebagai salah satu cara atau metode dalam menentukannya.
Sehingga jika hal itu sebagai suatu metode maka tidak menutup kemungkinan ada atau bahkan banyak metode lainnya yang bisa digunakan. Hal ini yang kelihatannya belum ada titik temu atau kesepakatan di antara para ahli.
Berbeda dengan penentuan kalender yang berbasis matahari atau syamsiyah. Hampir tidak ada masalah dan sudah ada kesepakatan karena tidak bersinggungan langsung dengan praktek mulainya suatu ibadah yang berkaitan dengan penentuan tanggal.
Walaupun untuk penentuan masuknya waktu shalat juga sangat bergantung pada syamsiyah ini, karena itu pula waktu makan sahur juga dibatasi dengan masuknya waktu Subuh, yang tergantung pada kalender syamsiyah.
Pada kalender berbasis qamariyah waktu berganti hari adalah ketika bulan telah terbenam yaitu waktu Maghrib. Sedangkan untuk kalender yang berbasis syamsiyah adalah jam 12 malam atau jam 00.
Dengan demikian tanggal 1 setiap bulannya terjadi perbedaan waktu antara keduanya, di samping rotasi bumi mengelilingi matahari dan rotasi bulan mengelilingi bumi memeliki perbedaan waktu yang signifikan.
Benda-benda langit
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptkan benda-benda langit adalah menjadi petunjuk bagi umat manusia. Matahari dan bulan diciptakan memang dalam rangka untuk perhitungan masuknya bulan baru, hari baru dan tahun baru, di dalamnya juga terjadinya siang dan malam.
فَالِقُ ٱلۡإِصۡبَاحِ وَجَعَلَ ٱلَّيۡلَ سَكَنٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ حُسۡبَانٗاۚ ذَٰلِكَ تَقۡدِيرُ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡعَلِيمِ
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (al-An’am 96).
Demikian pula bintang-bintang adalah petunjuk arah bagi manusia. Subhanallah! Maha Suci Allah.
وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهۡتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۗ قَدۡ فَصَّلۡنَا ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ
Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (al-An’am 97).
Perdebatan dalam Penentuan Awal Bulan
Fokus pada kalender berbasis qamariyah ini memang lebih rumit antara ketentuan baku (qath’i) atau terbukanya banyak metode. Maka muncullah berbagai pendapat yang beragam. Di antaranya adalah menentukan awal bulan dengan rukyatul hilal merupakan keharusan dan merupakan ketetapan yang tidak bisa di tawar lagi, sebagaimana keterangan dalam banyak hadits.
Walaupun demikian dapat dipastikan bahwa untuk menentukan kapan kita harus melaksanakan rukyatul hilal ini membutuhkan data-data dari metode hisab atau perhitungan. Tetapi finalnya dalam pendapat ini adalah rukyatul hilal yang menjadi acuan dalam mengambil keputusan, sehingga jika pada saat rukyatul hilal ini dilaksanakan dan ternyata mendung atau ada halangan cuaca, maka bulan itu digenapkan menjadi 30 hari.
Ada juga yang berpendapat cukuplah dengan metode hisab, karena akurasi hisab sekarang ini sudah mendekati kesempurnaannya. Dengan hisab juga dapat diketahui posisi hilal pada saat itu, berapa derajat kemiringannya, di mana posisi bulan dari ufuk sehingga jika merukyahpun kemana arah penglihatan kita juga dapat ditentukan.
Bagi para ahli hisab posisi dan kedudukan hilal pada saat itu sudah sangat jelas sebagaimana jika dilakukan rukyah, tidak ada perbedaan keadaan hilal dalam hal ini. Maka bagi yang berpendapat demikian tentu sudah merasa cukup dengan metode hisab tersebut.
Sebagai masyarakat awam kita memang tidak bisa melakukan sendiri semua itu. Sehingga kita mengikuti saja mana yang kita lebih meyakininya. Ijtihad dari masing-masing pendapat haruslah sama-sama dapat dihargai.
Sehingga dengan demikian ukhuwah umat ini akan tetap terjalin, masih banyak PR bagi para pemimpin umat untuk menyatukan umat ini di tengah proses pelemahan dari musuh-musuh Islam, dengan cara mereka mengadu domba yang akhirnya timbul perpecahan yang menimbulkan perbedaan yang tajam yang dapat menyulut permusuhan.
Sekalipun di masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini, semoga Ramadhan tahun ini tidak ada perbedaan di antara organisasi umat Islam di negeri kita ini, baik saat penentuan awal Ramadhan maupun akhir Ramadhan atau hari raya Idul Fitri 1442 H. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Penentuan Awal Ramadhan: Hisab ata Rukyah adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 28 Tahun XXV, 9 April 2021/27 Sya’ban 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.