Mengenang Empat Kalimat Sakti Nadjib Hamid, ditulis oleh Yulia Febrianti, Kontributor PWMU.CO asal Banyuwangi.
PWMU.CO – Kabar duka yang masuk lewat Whatsapp grup cukup mengagetkan. Mengingat baru beberapa hari kemarin mendengar kabar Bapak Nadjib Hamid dirawat di Rumah Sakit Khodijah Sepanjang. Namun hari ini, Jum’at (9/4/2021) Allah memanggil beliau untuk pulang.
Banyak kenangan yang terukir dalam setiap kesempatan, baik melalui media sosial maupun saat bersua langsung. Dan penulis merasa sangat perlu mengenang empat kalimat sakti beliau: Menulis atau Ditulis, Mengabadikan Jejak Hasanah, Melepaskan Ego Sektoral demi Ego Komunal, Jadilah Kader yang Ada di Mana-Mana namun Tidak ke Mana-Mana.
Ya, itu adalah empat kalimat sakti yang selalu Nadjib Hamid sampaikan pada warga persyarikatan, di setiap kunjungannya ke Banyuwangi. Dan seakan menjadi alarm pengingat saat berkegiatan di manapun juga.
Ada lagi kenangan yang paling berkesan, saat Nadjib Hamid berkunjung dalam rangka meresmikan ruang rawat inap Madinah di Rumah Sakit Islam (RSI) Fatimah dan Panti Asuhan Matahari di Purwoharjo, Banyuwangi pada (22/11/2020) yang lalu.
Sebelum berangkat menuju lokasi, beliau masih berkesempatan mengisi pengajian Ahad pagi di Masjid KH Ahmad Dahlan, Banyuwangi.
Setelah menyampaikan materi tentang Mengopeni yang Kecil, tibalah masa sesi tanya jawab. Salah satu hadirin yakni Ustadz Achmad Basori melontarkan pertanyaan kepada beliau.
“Mengapa Muhammadiyah tidak seperti organisasi lain dalam beramar ma’ruf nahi munkar? Kenapa kesannya Muhammadiyah begitu lemah dalam menegakkan kebenaran?” tanya Achmad Basori.
Jawaban Nadjib Hamid waktu itu, “Muhammadiyah punya cara tersendiri dan lebih egaliter dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Tidak perlu okol atau kekerasan,” katanya.
Nadjib Hamid pun memberi contoh, seandainya ada masyarakat yang lapar serta tidak punya uang untuk sekedar membeli beras, lalu ada pengurus Lazismu yang tau, wajib hukumnya untuk membantu dan menyantuni.
“Agar warga tersebut tidak terjerumus dalam kesesatan, baik sesat dalam bentuk kejahatan seperti mencuri atau merampok maupun kesesatan akidah,” tandas Nadjib Hamid.
Kesesatan akidah yang dimaksud, bila yang membantu seorang misionaris agama lain, pasti akan diajak untuk pindah agama dan diming-iming dipenuhi kebutuhannya.
“Demikian juga dalam hal kesehatan maupun pendidikan. Jadi berbuat atau ngopeni yang kecil-kecil seperti ini lebih berfaedah dan terasa manfaatnya bagi yang membutuhkan,” katanya.
Kebaikan Harus Didokumentasikan
Dalam kunjungannya untuk menghadiri pelantikan dan peresmian Muhammadiyah Cabang Wongsorejo tersebut, Nadjib Hamid menekankan, setiap kebaikan harus didokumentasikan demi mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Serta sebagai jejak hasanah dan bukti otentik apabila ada wakaf, hibah maupun donasi yang bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Tujuannya bukan riya‘ namun sebagai motivasi dan perlindungan terhadap aset Muhammadiyah,” katanya.
Selain itu, pesannya tentang menulis atau ditulis juga selalu ia dengungkan. Utamanya penulisan tokoh Muhammadiyah.
Ya, Pak Nadjib memang menekankan penulisan tokoh yang sudah wafat. Selain sebagai bentuk penghormatan, juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Semua dilakukan sebagai antisipasi demi menjaga stabilitas emosi warga Muhammadiyah serta sebagai bahan pelajaran. Mengingat kami pernah menulis tokoh yang masih hidup, namun di tengah jalan beliau mbalelo sehingga merugikan persyarikatan,” tuturnya.
Pesan terakhir dari empat pesan tersebut adalah, Jadilah kader yang ada di mana-mana namun tidak kemana-mana.
Sebagai kader persyarikatan, ia menegaskan agar wajib keluar untuk ber-hablun minan naas alias membangun jaringan dan kerja sama dengan semua unsur kemasyarakatan di luar Muhammadiyah.
Menurutnya, semua ini agar kader tidak menjadi katak dalam tempurung. Ilmu yang di peroleh dari luar tersebut bisa diaplikasikan maupun dikolaborasikan dengan kebijakan yang ada, sehingga Muhammadiyah semakin berkemajuan.
Selamat jalan abah, guru dan sahabat kami. Semoga kami istikamah menjaga amanah mu, mengabadikan jejak hasanah dalam bentuk tulisan. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni