PWMU.CO – Empat Tantangan dari Ramadhan disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof H Syafiq A Mughni MA PhD dalam kajian Ramadan Sehat dan Aman, Rabu (14/4/21) menjelang Magrib.
Program kajian harian spesial Ramadan ini persembahan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah dengan dukungan Lazismu.
Pemandu acara M Taufiq AR MPA mengawali kajian dengan menanyakan kiat menjadikan Ramadhan—meski dalam suasana pandemi Covid-19 yang penuh keterbatasan—sebagai momentum latihan menumbuhkan empati, kepedulian, dan solidaritas kemanusiaan.
Berbagai Tantangan Ambil Hikmah
Syafiq mengawali dengan menjelaskan, yang terpenting selama Ramadhan adalah kemampuan mengambil hikmah dari ibadah yang dilakukan. Hikmah ini bisa berupa dorongan untuk memperluas pengetahuan.
Jadi dari ibadah dan amalan yang kita lakukan selama Ramadhan itu tidak sekadar melihat sejauh mana kita bisa mengikuti syariat (aturan) Islam tentang puasa dan shalat. Syafiq lantas menyebutkan empat tantangannya.
Pertama, tantangan memahami ilmu pengetahuan. Misal, ikut memahami pengetahuan di balik putusan Majelis Tarjih saat menentukan adzan Subuh mundur delapan menit.
Selain itu, lanjut Syafiq, ada tantangan memperluas pengetahuan agama. Yaitu dengan banyak mengkaji al-Quran dan sunnah Rasul. Tantangan lainnya adalah meningkatkan kualitas ibadah agar semakin dekat dengan Allah SWT.
Tantangan terakhir—sekaligus bahasan utama pada kajian ini— adalah apakah kita mampu menjadikan momentum Ramadhan sebagai sarana untuk meningkatkan kepekaan terhadap masalah solidaritas kemanusiaan.
Sebab, menurut Syafiq, inilah ajaran yang terpenting dan perlu mendapat perhatian. “Inilah yang paling banyak disampaikan dalam al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW,” tutur pria kelahiran Lamongan, 15 Juni 1954 itu.
Belajar Nilai Kemanusiaan dari Kisah Rasulullah
Syafiq menyarankan, agar lebih peka terhadap masalah sosial (kemanusiaan), mau tidak mau, kita harus belajar dari dorongan untuk bersedekah: memberi makan para fuqara (fakir) dan masakin (miskin). Kita juga harus lebih peka dengan belajar dari bagaimana Islam mendorong untuk membayar zakat fitri di akhir Ramadhan atau menjelang shalat Ied itu.
“Sehingga kita tidak menjadi orang yang beragama secara formal saja, tetapi juga secara aktual kita wujudkan hingga bermanfaat bagi kemanusiaan,” tambahnya. Menurut Syafiq, hal inilah yang menunjukkan agama Islam sangat unggul, sebab ajaran kemanusiaannya luar biasa.
Kemudian Syafiq mengajak untuk melihat cara Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam yang benar, termasuk hukum berpuasa dan bagaimana jika terjadi pelanggaran. Ia menceritakan peristiwa yang menarik.
Ada seorang sahabat yang lapor kepada Nabi. “Ya Rasulullah, saya telah berbuat sesuatu yang yang merugikan,” katanya.
Kemudian Rasulullah bertanya, “Apa itu?”
“Saya di siang hari, di bulan Ramadhan ini, berkumpul bersama istri.”
Maka Nabi mengatakan, “Kalau begitu kamu hukumannya adalah memerdekakan budak.”
Tapi sahabat itu menyatakan, “Saya tidak sanggup karena saya tidak punya budak. Bagaimana bisa memerdekakannya?”
Kemudian (hukumannya) diganti oleh Nabi, “Kalau begitu, maka kamu harus berpuasa dua bulan berturut-turut.”
“Saya tidak mampu, Ya Rasulullah!” ujarnya.
Lalu diganti, “Kamu harus memberikan makanan (kepada) 60 orang miskin!”
“Saya tidak sanggup. Saya tidak punya apa-apa untuk diberikan, apalagi kepada 60 orang miskin miskin,” kata sahabat itu.
Kemudian Nabi mengatakan, “Kalau begitu saya kasih ini, ada satu box (kotak) kurma, berikan kepada orang-orang fakir yang engkau ketahui.”
“Dari ujung barat sampai ujung timur kota Madinah ini tidak ada yang lebih miskin daripada aku.”
Nabi pun mengatakan, “Ya sudah, berikan kepada keluargamu!”
Dari cerita ini, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2005-2010 itu menunjukkan ajaran kemanusiaan tidak bersifat memberatkan atau memaksa. Tidak pula memberikan beban di luar kemampuan seseorang.
“Ada pilihan-pilihan, sejauh mereka tulus, secara sungguh-sungguh melaksanakan atas dasar kemampuannya,” tandasnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni