PWMU.CO – Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) harus direvisi total. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah Drs M Agus Samsudin MM.
Dia menyampaikannya saat menjadi pemateri pada Pengajian Ramadhan 1442 H Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bertema Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan, Sabtu (17/4/2021) malam.
Menurut Agus Samsudin perlu kolaborasi antara amal usaha Muhammadiyah (AUM) dengan Muhammmadiyah dalam hal kaderisasi. Jika kolaborasi ini dilakukan maka tentu hasilnya akan lebih dahsyat lagi. Karena di situlah proses-proses yang terjadi baik di AUM maupun di Muhammadiyah bisa saling mengisi.
“Dulu AUM itu yang harus didukung oleh Muhammadiyah. Tetapi sekarang ini bisa terjadi kebalikannya. Bagaimana AUM-AUM itu bisa mendukung kegiatan-kegiatan Muhammadiyah,” ujarnya.
Terkait dengan penanaman tauhid, nilai dan etika, lanjutnya, perlu disoroti bagaimana mengkontekskan ke dalam situasi sekarang. Kalau berbicara misalnya tentang kepribadian Muhammadiyah, itu sudah dibuat puluhan tahun yang lalu.
“Tetapi bagaimana kemudian ketika kita membuat ini menjadi Baitul Arqam atau menjadi pengajian itu benar-benar konteksnya adalah konteks sekarang,” ungkapnya.
“Jadi dua yang didapat di sini, konteksnya benar kemudian kontennya juga benar. Ini sebenarnya terkait juga dengan bagaimana kita meremajakan komunikasi kita terhadap para milenial,” tambahnya.
Menurutnya Muhammadiyah harus merevisi total Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Karena kita harus membuat ini lebih worktable dan mudah dicerna oleh siapapun ketika mengenal Muhammadiyah.
“PHIWM ibaratnya kan akhlak yang diharapkan, perilaku yang diharapkan bagi anggota-anggota Muhammadiyah. Baik itu di bidang politik, sosial, dalam menjalankan amal usaha dan lain-lain. Oleh karena itu PHIWM yang sudah dibuat sepuluh tahun yang lalu harus lebih connect dengan situasi sekarang, sehingga kontennya mesti dibuat sedikit berbeda,” paparnya.
Kaderisasi Ortom
Kaderisasi ortom, ujarnya, perlu mendapatkan perhatian serius. Masa depan Muhammadiyah ke depan tentu saja ada di pundak para kadernya.
“Saya termasuk yang agak tidak senang misalnya ketika Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menggelar muktamar dan dia tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Ini kurang bagus. Inilah yang harus kemudian kita bina bahwa tradisi Muhammadiyah, kepribadian Muhammadiyah dalam bermusyawarah itu bisa menyelesaikan sendiri,” jelasnya.
Good Coorporate Governance
Muhammadiyah, lanjutnya, perlu menerapkan Good Coorporate Governance (GCG), baik itu di organisasi maupun di amal usaha. Semuanya harus mengikuti aturan, good coorporate governent, harus ada reward dan punishment di situ yang jelas.
“Terkait pengelolaan aset, kita sudah banyak mendengar jumlah aset Muhammadiyah luar biasa. Maka perlu pengelolaan aset yang lebih bagus dan tertib,” pesannya.
Sociopreneurship
AUM, menurutnya, pada hakekatnya adalah alat untuk berdakwah sehingga semuanya bersifat sosial tapi juga perlu dikenalkan sociopreneurship di situ.
“Nilai-nilai yang terkait dengan komersial supaya usaha-usaha tersebut bisa sustainable dan bisa saling membantu bagian-bagian yang lain,” terangnya.
“Mungkin yang saya sampaikan bukan sesuatu yang spektakuler tetapi menurut saya kalau Muhammadiyah bisa memperbaiki level eksekusi dari seluruh program-programnya maka Muhammadiyah akan bisa berlari dengan kencang. Itu merupakan tantangan kita bersama semuanya baik yang di pusat, wilayah daerah dan cabang,” sambungnya.
Survei Pimpinan Usia 30-40 Tahun
Sekali lagi kita bisa, misalnya saja sekarang melakukan survey. Berapa banyak pimpinan Muhammadiyah di pusat, wilayah, daerah atau cabang yang usianya di 30-40 tahun. Mungkin kita harus melihat itu kembali dan bagaimana kemudian konteksnya kita bisa berkomunikasi lebih baik kepada stakeholder kita.
“Muhammadiyah adalah milik bangsa Indonesia, milik semua pihak dan harus mempunyai kontribusi yang lebih besar lagi di masa yang akan datang. Mudah-mudahan memberikan sedikit inspirasi,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.