PWMU.CO – Muhammadiyah Harus Lurus, Tak Boleh Neko-Neko. Hal itu diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Drs H A Dahlan Rais MHum.
Dia menyampaikannya saat memberikan sambutan penutupan Pengajian Ramadhan 1442 H Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bertema Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan, Ahad (18/4/2021) malam.
Dahlan Rais menyatakan dirinya termasuk orang yang paling berbahagia karena Majelis Pendidikan Kader (MPK) berhasil menyelenggarakan pengajian Ramadhan kali ini dengan sangat berhasil.
“MPK merupakan salah satu majelis yang saya bertanggung jawab ditunjuk untuk membinanya. Tidak menduga bahwa pengajian ini betul-betul pengajian kelas dunia. Dari berbagai negara ikut bergabung. Dan alhamdulilah tidak banyak kendala teknis,” ungkapnya.
Kegembiraan kami berikutnya, lanjutnya, karena ternyata wilayah, amal usaha Muhammadiyah (AUM), daerah dan seterusnya juga menyambut dengan sangat antusias.
“Bahkan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu Pak Rektor Prof Sofyan Anif memimpin langsung pengajian ini. Beliau hadir tiga hari berturut-turut tanpa kurang satu pun dengan menyediakan konsumsi yang pasti menarik,” ujarnya.
Muhammadiyah Harus Lurus
Menurutnya dalam al-Quran disebutkan bahwa pada bulan Ramadhan inilah diturunkannya al-Quran yang menjadi pedoman bagi semua manusia dan berisi petunjuk-petunjuk tentang pedoman tadi dan sekaligus pembeda.
“Jadi sebagai gerakan Islam apalagi berkemajuan maka rujukan utamanya harus al-Quran dan as-Sunnah. Dan kalau kita berbicara masalah pemimpin, kita harus mengikuti atau menjadikan suri tauladan para nabi khususnya Nabi Muhammad SAW,” jelasnya.
Kemudian laqad kanalakum fi rasulillah uswatun hasanatun. Ini juga merujuk kepada Nabi Ibrahim AS dan para nabi rasul lainnya. Bahkan kalau bicara tentang tajdid organisasi Muhammadiyah di era perubahan yang tidak bisa lepas dari itu.
“Jadi pemimpin utama kita referensi yang harus kita ikuti ya Nabi Muhammad SAW. Dengan sifatnya yakni sidiq, amanah, tabligh dan fathanah dan beberapa sifat mulia dan unggul beliau. Plus Nabi Ibrahim yang dikenal dengan ungkapan hanif. Hanif itu kan artinya lurus, ikhlas tidak neko-neko. Jadi pimpinan Muhammadiyah selain yang sudah disebut selama tiga malam ini juga harus tidak neko-neko alias lurus-lurus saja,”
Introspeksi Pelaksanaan Nilai Islam Berkemajuan
Pengajian ini, ujarnya, penyusunnya luar biasa. Terima kasih kepada MPK khususnya Wakil Ketua MPK PP Muhammadiyah Asep Purnama Bahtiar yang memimpin pengelolaan pengajian kali ini. Diawali dengan rekonstruksi nilai, etika, dan budaya.
“Jadi kita dihadapkan dan diingatkan kembali hal-hal tentang nilai-nilai yang seharusnya kita miliki, atau yang dimiliki oleh mereka para pemimpin Muhammadiyah, termasuk juga budaya. Jadi kemudian budaya ini lebih besar kepada budaya organisasi,” terangnya.
Kalau bicara masalah nilai, etika, dan budaya, sambungnya, pasti kita akan memperoleh banyak hal. Kita bisa introspeksi dan siap mengaca diri apakah yang disampaikan tiga hari berturut-turut ini kemudian kita cocokkan dengan kondisi kita masing-masing.
“Sejauh mana kita telah memiliki dan mengamalkan nilai-nilai Islam berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah itu pada kehidupan sebagai pribadi maupun sebagai lembaga di dalam Muhammadiyah,” pesannya.
Sebetulnya, ungkapnya, ada pesan yang tersirat. Kita diminta untuk awas dan waspada jangan sampai terbawa larut atau hanyut dengan kehidupan yang sekarang ini. Kita harus mengakui kehidupan sekarang ini materialistik dan hedonistik.
“Semuanya diukur dengan materi dan memang Muhammadiyah tidak bisa terpisah dari lingkungan dan masyarakat itu. Maka sesungguhnya Muhammmadiyah juga terkena pengaruh itu dan sedikit banyak kita merasakan bersama. Pasti disamping kedua hal ini tadi, kita berbicara masalah ke depan,” paparnya.
Bentuk Organisasi Belum Ideal
Dia mencatat pembahasan tentang organisasi selama pengajian Tamadhan. Memang bentuk organisasi yang sekarang ini masih belum ideal. Banyak orang berpendapat yang ideal itu seperti piramid. Atas itu kecil semakin ke bawah semakin besar. Dan ini ternyata tidak terjadi sepenuhnya di Muhammadiyah.
“Keputusan Muktamar Muhammadiyah yang menargetkan 70 persen kecamatan berdiri cabang dan 40 persen desa berdiri ranting ternyata masih jauh dari harapan. Tetapi ini sebuah tantangan yang ternyata di pusat itu gemuk, kemudian di wilayah alhamdulillah 35 propinsi semua sudah ada PWM,” urainya.
“PDM itu mendekati 70-80 persen. Tapi kalau sudah sampai cabang dan ranting ternyata kemudian masih jauh sebagai gerakan dakwah, gerakan kemasyarakatan yang mestinya sampai ke akar rumput, ke ranting-ranting sebagai basis gerakan. Jadi memang kita harus ke sana,” tambahnya.
Fatwa Agraria, Lingkungan, dan Air
Menurutnya, Muhammadiyah ke depan tetap memainkan perannya yang penting. Membawakan Islam yang selalu relevan dengan keadaan masyarakat. Harus bisa memberikan kontribusi dan bahkan solusi terhadap persoalan-persoalan masyarakat yang ada.
“Jadi kita harus menjawab dengan tegas bahwa kondisi perubahan yang terjadi di masyarakat Barat yang kemudian kemajuan ilmu dan teknologi, kemakmuran dan kesejahteraan itu menjauhkan mereka dari agama,” ungkapnya.
Kita harus menjawab justru dengan bimbingan wahyu maka ilmu dan teknologi itu bisa kemudian membawa kemajuan Islam ini. Dan yang pasti ada yang menarik kata salah satu pemateri Dahlan Iskan itu.
“Pertama kehidupan yang jauh dari agama di Barat memberikan kesejahteraan kedamaian itu masih perlu dibuktikan. Kedua yang pasti bagi Islam itu berlawanan. Karena justru semakin dekat dengan Allah, dekat dengan al-Quran dan yang menjadi bagian dari hidup kita itu maka hidup semakin tentram. Ini memang yang harus kita perjuangkan,” tegasnya.
Dan banyak terima kasih, lanjutnya, kepada Majelis Tarjih PP Muhammadiyah yang tidak mandeg (berhenti) dan tidak jumud melakukan berbagai terobosan. Beberapa waktu lalu menyelenggarakan dan mengeluarkan fatwa tentang agraria, lingkungan, air dan yang lainnya. yang saya kira ini akan membawa Islam itu tetap memberikan jawaban, kontribusi dan solusi yang tidak terpisahkan dari problem masyarakat.
Kuat Menolong yang Lemah
Terakhir pemikiran kemarin yang muncul adalah yang kuat akan menolong yang lemah. Itu benar. Dan itu harus mulai dilakukan. Jadi distribusi itu ke wilayah atau juga dari PP Muhammadiyah yang menunjuk wilayah atau AUM yang kuat menolong yang lemah atau kecil itu.
“Sebagai contoh yang sudah berjalan dan dimulai yaitu pendirian Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) yang diamanahkan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sampai kemudian bisa berkembang seperti sekarang ini,” jelasnya.
“Lewat Tanwir di Ambon, sambungnya, diputuskan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) harus memfasilitasi, membantu, dan menginisiasi berdirinya Universitas Muhammadiyah Maluku. Dan sekarang juga sudah berhasil,” imbuhnya. (*)
Muhammadiyah Harus Lurus, Tak Boleh Neko-Neko; Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.