PWMU.CO – Muhammadiyah Itu Patembayan sekaligus Paguyuban. H Asep Purnama Bahtiar MSi menyampaikan hal itu saat Pengajian Ramadhan 1442 Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang berlangsung secara virtual, Sabtu (17/4/2021).
Asep Purnama mengatakan, ada lima ciri pengembangan persyarikatan. “Yang pertama, sistem gerakan berkaitan dengan aspek-aspek nilai dan konsep yang terkait dengan hal-hal mendasar dalam gerakan Muhammadiyah.”
Ciri yang kedua, lanjutnya, organisasi dan kepemimpinan berkaitan dengan kelembagaan dan kekuatan penggerak dalam Persyarikatan. “Ketiga adalah jaringan yang berkaitan dengan hubungan internal dan eksternal”, jelasnya.
Dia melanjutkan, ciri keempat, sumberdaya berkaitan dengan aspek pendukung dan pelaku gerakan, termasuk sumberdana.
Kelima, sambungnya, aksi dan pelayanan berkaitan dengan aktivitas secara langsung Persyarikatan yang dapat dinikmati hasilnya oleh warga dan masyarakat.
Muhammadiyah sebagai Organisasi Nirlaba
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini menyampaikan, Muhammadiyah sebetulnya dikategorikan sebagai organisasi nirlaba atau nonprofit dengan ciri-ciri khusus. “Sukarela, pemasukan dari sumbangan, produk berupa manfaat bagi yang mendapatkan, nonprofit oriented, tidak dibayar,” tambahnya.
Dilihat dari aktivitas maupun dinamika warga dan anggotanya, Muhammadiyah itu patembeyan sekaligus paguyuban. “Gejala perkotaan adalah patembeyan, tetapi dalam praktiknya Muhammadiyah tidak sekadar gejala perkotaan, karena di pedesaan dan perkampungan juga ada Muhammadiyah,” jelasnya.
Maka secara organisatoris, terangnya, Muhammadiyah itu patembeyan tetapi dalam lingkup interaksi antarnggota dan masyarakat pada umumnya, karena mencerminkan paguyuban.
Asep, mengatakan, berdirinya Muhammadiyah didorong oleh paham agama, dengan menghayati, mengamalkan, memperjuangkan agama. “Kemudian terbentuklah identitas Muhammadiyah,” ujarnya.
“Nah dari sini kita melihat, bentuk identitas Muhammadiyah adalah agama. Dan ini akan terumuskan dalam anggaran dasar Muhammadiyah.”
Lahirnya Muhammadiyah dari Tiada menjadi Ada
Wakil Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu mengatakan, sebagai gerakan islam amar makruf nahi munkar dan tarjih, maka untuk dapat memahami Muhammadiyah yang sebenarnya harus dimulai dari memahami Islam yang sebenarnya.
“Sanggup menghayati Islam yang sebenarnya dan bersemangat untuk memperjuangkan Islam yang sebenarnya,” tambahnya.
Dia menjelaskan, kalau orang hendak memahami Muhammadiyah akan tetapi tidak berangkat dari pemahaman yang semacam itu, maka ia hanya akan menemukan Muhammadiyah sebagai organisasi. Tidak bakal mengenali idealismenya.
Muhammadiyah, lanjutnya, sebenarnya adalah ujud pemahaman tentang agama dan ujud pengamalan agama itu sendiri. Berarti ketika berbicara tentang Muhammadiyah itu bukan sekadar organisasi atau persyarikatan saja.
Dinamika Persyarikatan
Asep Purnama menyampaikan, dinamika persyarikatan itu bisa berupa penambahan bobot dan sekaligus program kegiatan untuk bisa bergerak energik dan produktif.
“Atau bisa juga dinamika disini berupa reafirmasi dan pengingat untuk tidak diam atau pasif dan statis,” tambahnya.
Dia mengatakan, dinamika ini akan muncul dari dalam organisasi, maka daya inilah yang harus dikelola secara optimal. Agar sumber daya organisasi bisa berfungsi dan produktif, karena dinamika juga menunjukkan bahwa organisasi bisa hidup dan bergerak.
“Muhammadiyah diberbagai tempat atau daerah mengalami interaksi terhadap organisasi lain, yang menimbulkan bukan saja interfensi tetapi juga pergesekan meskipun dalam skala yang masih kecil,” ujarnya.
Ada enam dinamika gerakan Muhammadiyah, diantaranya program dan kegiatan yang bisa dilaksanakan, konsolidasi dan koordinasi yang rapi, perluasan jaringan organisasi, kinerja pimpinan yang meningkat, kaderisasi dan regenerasi yang kontinu dan kemajuan Ortom (Khusus dan Umum).
“Adapun dinamika Gerakan eksternal yaitu, respons terhadap perubahan sosial, budaya dan globalisasi, respons terhadap masalah politik dan tarikan partai politik, respons terhadap agenda kebangsaan dan keumatan, respons terhadap organisasi-organisasi lain,” jelasnya.
Konsekuensi dan Implikasi Dinamika Organisasi
Dia menyampaikan, konsekuensi dan implikasi dinamika tersebut adalah eksistensi Muhammadiyah yang sedikit banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor di dalam dan di luar organisasi.
“Muhammadiyah juga terkena ‘hukum sejarah’ (lahir, tumbuh, berkembang, repetisi, jenuh). Dan kalau tidak direspon maka akan mengalami stagnasi atau bahkan mengalami dekaden,” kataya.
Dalam hal ini, lanjutnya, ada beberapa ungkapan yang tidak pas dalam ber-Muhammadiyah: ‘aktif atau menjadi pemimpin di Muhammadiyah itu samben‘, “aktif atau menjadi pemimpin di Muhammadiyah itu menggunakan sisa waktu’, dan ‘ikhlas vs profesional’.
“Masih muncul pertentangan atau dikotomi antara ikhlas lawan professional, kalau ikhlas tidak mesti professional dan jika professional belum tentu ikhlas karena di professional ini masih biasa dibayar mahal,” tambahnya.
Kepemimpinan tidak Sekadar Kedudukan
Kepemimpinan di persyarikatan tidak hanya sekadar kedudukan. Tapi juga harus menjadi bagian proses sosial. Karena di proses sosial ini yang menjadi pertanggung jawaban
“Harus ada pewarisan nilai dari generasi ke generasi, budaya organisasi, keteladan dan tradisi berbagi,” jelasnya.
Dalam hal pewarisan inilah, sambungnya, keteladan yang harus ditunjukkan para pemimpin tokoh atau senior Muhammadiyah menjadi pewarisan nilai yang dilakukan melalui tausiyah, interaksi dari hari–kehari ataupun sharing.
“Apabila terjadi perubahan kultur, dalam hal tata krama dan kesantunan yang mulai berkurang. Inilah yang menjadi tanda tanya besar pimpinan Muhammadiyah diberbagai levelnya,” katanya.
Maka disini harus menyadari, kita sebagai kader, pimpinan bukan menjadi manusia yang statis. “Kita adalah manusia pembelajar dan organisasi kita Muhammadiyah juga sebagai organisasi pembelajar.”
Jadi ada team learning-nya atau pembelajar termasuk kita semua, dan ada visi yang dibagi. Kemudian menjadikan model, sikap, mental yang terwariskan dari generasi ke generasi.
Maka, lanjutnya, disini akan terjadi penguasaan rohani kita yang mampu mengendalikan diri, serta cara berpikir dalam sebuah sistem.
Dalam peribahasanya ‘ditinggikan seranting, dimajukan selangkah.’ (*)
Muhammadiyah Itu Patembayan sekaligus Paguyuban; Penulis Firdausi Nuzula Editor Mohammad Nurfatoni