Negeri Hantu Bergentayangan oleh Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO– Setelah agama dijadikan musuh terbesar Pancasila, peran tokoh ulama dikerdilkan dalam sejarah nasional, peta jalan pendidikan meminggirkan agama, dan Pancasila, kini sebagian elite negeri masih saja menyangkal kebangkitan kaum sekuler kiri radikal di negeri ini.
Padahal ciri mereka sangat jelas: memusuhi agama dan tokoh-tokohnya, terutama Islam, serta memecah belah umat beragama dan masyarakat. Propaganda dan disinformasi disemburkan para buzzer melalui berbagai kanal, termasuk media sosial. Ciri ini tidak berubah hingga hari ini, bahkan makin mengental.
Kaum sekuler kiri radikal ini sekarang bergabung dengan kaum sekuler radikal lainnya menyusup di banyak posisi publik yang penting. Sebagai legislator dan eksekutif mereka merancang UU, PP dan SE Menteri yang secara terstruktur, sistemik dan masif menyingkirkan agama dan mengkriminalisasi tokoh-tokohnya, terutama Islam. Ekspresi agama semakin dipandang intoleran, anti-kebhinnekaan, bahkan anti-Pancasila atau radikal.
Situasi ini dimungkinkan oleh proses sekulerisasi yang sudah lama dirancang dan dijalankan secara cermat dan konsisten oleh kaum sekuler radikal sejak Orde Baru. Agenda ini sekaligus deislamisasi bangsa Indonesia.
Kaum sekuler kiri radikal kini memanfaatkan masyarakat yang sudah deeply secularized ini. Motif utamanya adalah pembalasan atas kekalahannya dalam berbagai upaya kudeta 1948 dan 1965 bahkan sejak sebelum kemerdekaan.
Agenda War on Terror
Ini dilakukan dengan menunggangi agenda war on terror oleh the West Wing dan One Belt One Road (OBOR) China selama 10-20 tahun terakhir. Islam dan umat Islam diposisikan sebagai musuh karena memiliki kekuatan yang berpotensi menentang agenda nekolimik ini. Kedekatan kaum sekuler kiri radikal ini dengan China semakin berani dinyatakan secara terbuka.
Tentara dan polisi sementara itu sudah lama mengalami sekulerisasi sejak elemen santri-hizbullah Jenderal Soedirman dipinggirkan dari TNI. Walaupun Soedirman secara formal masih dinyatakan sebagai bapak TNI, tapi kurikulum TNI adalah kurikulum sekuler yang sangat americanized. Namun demikian sangat mengherankan jika kebangkitan gerakan kaum sekuler kiri radikal ini seolah dibiarkan saja oleh TNI sebagai penjaga Pancasila dan UUD 1945.
Jika NKRI ini adalah rumah bersama bangsa Indonesia yang by default Berketuhanan Yang Mahaesa, apapun agamanya, maka proses penyingkiran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini sangat bertentangan dengan jati diri bangsa ini, jika tidak bisa disebut berbahaya.
Jika kaum beragama lain membiarkan umat Islam di negeri ini disudutkan terus menerus, maka pengerdilan agama-agama lain sangat lebih mudah dan mungkin terjadi di masa depan. Maka waspadalah jika Tuhan dipinggirkan dari negeri ini, hantulah yang akan bergentayangan.
Di negeri hantu, bagi siapapun, sipil, tentara, atau pun polisi, tidak ada lagi mati syahid. Adanya mati sangit. (*)
Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, 22/4/2021
Editor Sugeng Purwanto