Musibah Nanggala 402, Berduka dan Ironi oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Sebagai anak bangsa dan warga negara Indonesia sudah semestinya turut berduka dan prihatin atas musibah tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402. Mendoakan dengan khusyuk semoga kru kapal wafat husnul khotimah.
Ada kenangan foto yang beredar di medsos kru kapal shalat berjamaah Maghrib di punggung kapal saat naik ke permukaan. Letkol Heri Oktavian, komandan KRI Nanggala adalah alumnus SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.
Beberapa negara ikut membantu menemukan keberadaan Nanggala 402, namun pencarian tidak mudah, setelah hilang kontak tak jelas tenggelam atau terjadi ledakan. Cina tidak termasuk negara yang peduli untuk membantu pencarian, padahal ada torpedo Cina yang akan diujicoba yang dipasang di kapal selam itu. Kecurigaan pun muncul kemungkinan sabotase.
Seorang teman berseloroh jangankan Nanggala 402 yang kapal selam hilang di laut dalam, mobil Land Cruiser hitam peristiwa KM 50 di atas daratan saja, juga tidak ditemukan. Artinya, kita harus adil terhadap dukacita dan keprihatinan tewasnya anak-anak manusia. Enam laskar FPI yang terbunuh itu juga anak bangsa yang pembunuhnya belum dimunculkan.
Betapa sedih dan berdukanya kehilangan nyawa anak bangsa 53 prajurit TNI kru Nanggala 402. Kabar terbaru, Kabinda Papua Brigjen TNI Gusti Putu Danny tewas dibunuh KKB.
Musibah Nanggala 402 tetap harus diselidiki penyebabnya. Penemuan drone bawah laut Cina sebelumnya telah mengindikasi adanya kegiatan mata-mata bawah laut. Jangan-jangan Cina sedang menekan dan meneror Indonesia. Soal Natuna ada kejengkelan Cina.
Investasi Cina dinilai amburadul, Kereta Cepat Bandung-Jakarta yang mangkrak, Sri Mulyani minta itung ulang, proyek pemindahan ibukota yang hanya diisi euforia, OBOR yang terus dimasalahkan oleh rakyat Indonesia, serta utang Indonesia yang sangat besar ke Cina.
Musibah Nanggala 402 adalah sisa alutsista tua yang masih dipakai TNI AL berisiko tinggi menghilangkan nyawa prajuritnya. Ini juga ironi. Sebagai negara kepulauan yang luas, alutsista tua beberapa makan korban prajurit terbaiknya.
Lepas dari itu, pengamat militer, khususnya pengamat Angkatan Laut, menilai terjadi kejanggalan yang mesti diselidiki. Hilang kontak setelah izin menyelam. Pecah menjadi tiga bagian besar. Mungkinkah terkena torpedo atau sabotase? (*)
Bandung, 26 April 2021