Menhan Mestinya Selidiki KRI Nanggala oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Menhan seharusnya segera berkoordinasi dan menginstruksikan untuk penyelidikan menyeluruh atas insiden kapal selam KRI Nanggala 402 yang menewaskan 53 personalnya.
Tidak bisa kasus ini sekadar ditetapkan sebagai kecelakaan. Sudah menjadi prosedur setiap kecelakaan kendaraan angkutan darat, laut, dan udara pasti ada penyelidikan. Termasuk kendaraan alutsista milik TNI.
Hasil penyelidikan pemerintah ini memberikan kepastian yang bisa dipertanggungjawabkan atas penyebab kecelakaan. Mencegah analisis beragam bahkan spekulasi liar. Mulai dari analisis spekulasi badan kapal selam yang tua tak kuat menahan tekanan air, ada sabotase, serangan torpedo, atau saat peluncuran torpedo gagal dan meledak.
Penyelidikan ini wewenang Menhan. Prabowo Subianto yang saat kampanye Pilpres dulu tampak gagah teriak-teriak hingga memukul mimbar demi NKRI jangan hanya menjadi kenangan atau tertawaan.
Buktikan Menteri Pertahanan itu ada. Abaikan dahulu ancaman reshuffle, Pilpres 2024 atau rebutan jabatan politik lainnya. Malu oleh 53 ksatria yang telah mengorbankan nyawa demi NKRI di perairan utara Bali.
Setuju dengan usulan anggota Komisi I DPR agar segera dilakukan penyelidikan. Soal peningkatan anggaran Kemenhan itu persoalan tindak lanjut. Faktor penyebab terbelahnya menjadi tiga bagian KRI Nanggala 402 masih menjadi misteri. Baru izin untuk menyelam lalu hilang kontak. Begitu juga kabar ada sinyal tempur yang dikirim harus ada penjelasan.
Menunggu Langkah Menhan
Rakyat ingin mendengar Menhan Prabowo mampu mengatasi masalah serius bangsa ini. Jangan berprinsip diam itu emas. Ini persoalan pertahanan dan keamanan bangsa yang harus menumbuhkan kepercayaan dan ketenangan rakyat.
Pertama, kerugian hilang nyawa para prajurit andal Angkatan Laut, membarengi kerugian materil triliunan rupiah harga sebuah kapal selam buatan Jerman tersebut. Meski berusia 40 tahun. Biaya maintenance tentu mahal.
Kedua, di samping KRI Nanggala 402, ada KRI Cakra 401 dan dua kapalselam lain yang jika tak terbongkar penyebabnya bisa menjadi sasaran berikutnya. Indonesia negara maritim luas tapi jumlah alutsista terbatas. Berkurangnya sebuah kapal selam berpengaruh terhadap sistem pertahanan laut.
Ketiga, selama menjabat Menhan Prabowo belum terlihat langkah dan kebijakan heroik bagi bangsa. Membentuk tim pengawal khusus Menhan malah jadi olok-olok publik. Kasus terorisme Papua yang mesti ditumpas seharusnya menjadi momentum penegakkan kedaulatan negara. Begitu juga dengan penyelidikan tuntas insiden KRI Nanggala 402.
Semua terpulang pada karakter dari pejuang bangsa dan negara, watak kepahlawanan, serta apa yang menjadi pertimbangan primer apakah jabatan politik atau memang berkhidmat pada kepentingan bangsa dan negara.
Rakyat sudah muak dengan profil penjilat dan pengabdi kursi yang hanya memikirkan diri, keluarga, dan partainya sendiri.
Malulah pada ksatria Eternal Patrol KRI Nanggala 402. Jika memang masih ada rasa malu itu. (*)
Bandung, 27 April 2021
Editor Sugeng Purwanto