Hikmah Takjil dan Pahala Memberi Makan Berbuka ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Hikmah Takjil dan Pahala Memberi Makan Berbuka ini berangkat dari hadits riwayat Muslim.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَلَمَّا غَابَتْ الشَّمْسُ قَالَ يَا فُلَانُ انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا قَالَ انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا قَالَ فَنَزَلَ فَجَدَحَ فَأَتَاهُ بِهِ فَشَرِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ بِيَدِهِ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ مِنْ هَا هُنَا وَجَاءَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ. (رواه مسلم)
“Dari Abdullah bin Abu Aufa Radliallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Ssallam dalam suatu perjalanan di bulan Ramadhan. Ketika matahari telah terbenam, beliau bersabda: ‘Hai Fulan! Turunlah, dan siapkan makan kita.’
Maka orang itu pun berkata, ‘Hari masih siang ya Rasulullah!’ Beliau bersabda lagi: ‘Turunlah dan siapkan makan kita.’ Abdullah berkata: ‘Maka orang itu pun turun dan segera menyiapkannya kepada Rasulullah dan kemudian langsung minum.’
Kemudian beliau bersabda sambil menunjuk dengan tangannya: ‘Apabila matahari telah terbenam di sana, dan malam telah datang di sini, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka.'”
Takjilul Fithri
Takjil artinya menyegerakan sedangkan al-fithr artinya berbuka. Jadi makna takjilul fithri artinya menyegerakan berbuka. Dalam istilah sekarang kita sebut takjil saja, yakni segera membatalkan puasanya setelah masuk waktu Maghrib.
Takjil biasanya hal ini sebagai makanan pembuka, berupa minuman dan kue-kue saja. Dianggap berbuka puasa ketika sudah makan nasi atau makanan pokok lainnya.
Rasulullah memberi contoh takjil ini sebaiknya dengan kurma: satu sampai tiga butir kurma dan segelas air. Ini berbeda dengan kita, seberapa banyak macam kue yang terhidang diambil semua. Belum lagi waktu berbuka atau makannya juga tidak kalah banyaknya. Sehingga hampir dapat dikatakan dalam puasa ini yang berubah waktu makan saja, sedangkan pola makannya sama saja.
Padahal takjil itu sebenarnya juga bagian dari berbuka puasa. Dan menyegerakan berbuka sangat dianjurkan oleh Rasulullah.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. متفق عليه
“Dari Sahl bin Sa’d Radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ‘Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan untuk berbuka.'” (HR Bukhari Muslim)
Malaikat Bersahalawat untuk yang Bertakjil
Takjil merupakan kegiatan yang sangat menggembirakan, setelah berpuasa sehari lamanya dan saat dibolehkannya makan dan mimun, merupakan kebahagiaan dan melegakan diri. Tetapi pun demikian diberikan pahala yang sangat besar oleh Allah Subhanahu wa Taala sebagaimana dalam hadits di atas. Juga para malaikat menghaturkan shalawatnya kepada mereka yang menyegerakan berbuka atau takjil ini.
عَنْ جَدَّتِهِ أُمِّ عُمَارَةَ بِنْتِ كَعْبٍ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَقَدَّمَتْ إِلَيْهِ طَعَامًا فَقَالَ كُلِي فَقَالَتْ إِنِّي صَائِمَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصَّائِمَ تُصَلِّي عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ إِذَا أُكِلَ عِنْدَهُ حَتَّى يَفْرُغُوا وَرُبَّمَا قَالَ حَتَّى يَشْبَعُوا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Dari neneknya, Ummu ‘Umarah binti Ka’ab Al Anshariyah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menemuinya, lalu dia menghidangkan makanan kepada beliau. Lantas Nabi menyuruh: ‘Makanlah!’ Ummu ‘Umarah menjawab: ‘Saya sedang berpuasa.’
Maka Rasulullahbersabda: ‘Malaikat akan mendoakan orang yang berpuasa apabila makanannya dimakan oleh orang lain hingga mereka selesai.’ Atau barangkali beliau berkata: ‘Hingga mereka kenyang.'” (HR Tirmidzi)
Pahala Menyediakan Takjil dan Berbuka
Di beberapa masjid dan mushala saat ini—khususnya di waktu bulan suci Ramadhan—selalu disediakan takjil. Bahkan sebagian juga menyediakan makan berbuka sekaligus. Hal ini merupakan hal yang positif sebagaimana sabda Rasulullah di atas. Dan termasuk berpahala besar orang-orang yang mau menyediakan takjil ini bagi orang yang berpuasa. Dalam hadits yang lain pahala orang yang berpuasa didapatnya tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.
عنْ زَيدِ بنِ خالدٍ الجُهَنيِّ عَن النَّبِيِّ ﷺ قالَ: مَنْ فَطَّرَ صَائمًا، كانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أجْر الصَّائمِ شيءٍ. رواه الترمذي وقالَ: حديثٌ حسنٌ صحيحٌ.
“Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda: ‘Siapa yang memberi makan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikitpun juga.'” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi)
Hadits di atas memberikan dorongan agar kaum Muslimin saling peduli. Tentunya bukan hanya mereka yang bertakjil di masjid atau mushala, akan tetapi lebih dari itu bagi mereka yang terlihat termasuk fakir miskin juga harus mendapat porsi perhatian. Mereka tidak suka meminta-minta dan menahan diri dari sifat itu.
لِلۡفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَٰهُمۡ لَا يَسۡأَلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافٗاۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
Buka Puasa Bersama
Budaya buka puasa Bersama atau buber sekarang ini juga menjadi tradisi di kalangan tertentu. Hal ini juga baik-baik saja dalam rangka menjaga ukhuwah sesama. Akan tetapi jangan sampai kemudian di dalamnya mengandung unsur-unsur yang justru melanggar syariah, misalnya berbuat israf dan tabdzir yakni berlebih-lebihan dan menyia-nyiakan makanan. Dua hal ini sangat dilarang dalam agama kita. Tentu disedekahkan akan lebih baik.
Termasuk di dalamnya mengakhirkan waktu shalat Maghrib, bahkan adakalanya tidak shalat Maghrib karena menganggap waktunya sudah habis. Hal ini tentu tidak baik. Kegiatan semacam ini justru dilarang, dan sebaiknya tidak diadakan jika demikian. Apalagi dimasa pandemi Covid-19 ini, prokes harus tetap dijalankan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni