PWMU.CO – Sembilan Prinsip Islam Agama Moderat disampaikan Hajriyanto Y Thohari dalam Kajian Ramadhan bertema Penguatan Islam Moderat di Eropa.
Kajian ini diselenggarakan atas kolaborasi PCIM Hongaria dan Kedutaan Besar RI di Budapest, mulai pukul 16.00 WIB atau 11.00 CEST, melalui Zoom Cloud Meeting, Sabtu (1/4/2021).
Hajriyanto mengatakan, pada dasarnya Islam agama yang moderat. Islam itu wasathiyah. “Kita meyakini Islam yang benar, otentik, (dan) original itu agama yang moderat,” ujarnya.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Periode 2015-2020 itu, prinsip-prinsip Islam Wasathiyah punya argumen sangat kuat, baik secara tekstual, skriptural, dan interpretatif.
Dia memaparkan, Islam tidak menganggap semua agama itu sama, tapi memperlakukan semua agama itu sama. Hal ini tercermin dalam sembilan prinsip berikut.
Tawasut
Pertama, tawasut (mengambil jalan tengah). Yaitu pemahaman dan pengamalan agama yang tidak ifrat (berlebih-lebihan dalam agama, ghulul). Juga sebaliknya, tidak tafrit (mengurangi ajaran agama).
Hal ini merujuk pada dalil surat al-Baqarah ayat 143, artinya: “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) unat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….”
Tawazun
Kedua, tawazun (berkeseimbangan). Yaitu pemahaman dan oengamalan agama secara imbang, meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi. Selain itu, juga tegas dalam menyatakan prinsip yang bisa membedakan inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).
Prinsip ini sesuai dalil pada surat al-Furqan ayat 67, artinya: “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta) mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya sangat wajar.”
Iktidal
Ketiga, iktidal (lurus atau tegas). Yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban dan tanggung jawab secara proporsional. Selain itu juga berpegang teguh pada prinsip.
Prinsip ini sesuai dalil pada surat al-Maidah ayat 6, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk terus menerus tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Tasamuh
Keempat, tasamuh (toleransi). Yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Sehingga menuntut sikap adil dan di atas semua golongan.
Hajri mengungkap, Islam satu-satunya agama yang menyatakan tidak ada paksaan dalam beragama, baik secara verbal, dominasi, atau hegemoni. “Allah saja yang Maha Kuasa tidak pernah memaksa kita,” ujarnya.
Prinsip ini merujuk pada dalil surat al-Baqarah ayat 256, artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Muwathanah
Keenam, muwathanah (patriotisme). Islam, kata Hajri, merupakan agama yang snagat mendorong patriotisme. Yaitu mencintai tanah air, menerima negara bangsa dengan mengedepankan orientasi kewarganegaraan.
Hajri merujuk pada ungkapan, Khubbul wathoni minal iimaan yang artinya cinta negara sebagian dari iman.
Progresif
Ketujuh, progresif atau berorientasi ke masa depan. Dia merujuk pada surat al-Hasyr ayat 18, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Berorientasi Lebih Baik
Dalam istilah lain, Hajri menggunakan istilah reformasi atau ishlah. Untuk menjelaskan prinsip kedelapan ini, Hajriyanto merujuk pada hadits:
“Barangsiapa hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang terlaknat.”
Berorientasi Keunggulan
Prinsip kesembilan, berorientasi keunggulan. “Umat islam yang moderat pasti unggul, secara sains teknologi, juga lebih berkemajuan, progresif,” jelasnya.
Kita, lanjutnya, harus terdepan dalam mengembangkan toleransi, keterbukaaan, dan demokrasi.
Wakil Ketua MPR periode 2009-2014 ini lalu mengutip surat al-Fath ayat 28: “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”
Dari Prinsip ke Implementasi
Yang terpenting, menurutnya, adalah implementasi karena Allah sangat murka kepada orang yang hanya suka bicara. “Kalau bicara toleransi fasihnya bukan main, tapi tidak toleran. Kita fasih bicara rahmatan lil alamin tapi fanatisnya tinggi,” contohnya.
Kemudian, dia mengutip as-Shaf ayat 2-3: “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Hajri pun menjelaskan tujuan beragama dengan Islam moderat. Yaitu, mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin, yang masyrakatnya makmur. Juga baldatun thayyibatun warabbun ghafur, Islam yang universal. Terwujud masyarakat ideal yang khairu ummah.
“Bisa dimulai dari yang paling kecil, yaitu keluarga sakinah dan secara pribadi juga mengalami perluasan sampai ke tingkat yang lebih tinggi,” tutupnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni