Suara Keras Purnawirawan dan Guru Besar oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Dua fenomena menarik terjadi saat ini. Pertama, bangkitnya para guru besar menyoroti negara Indonesia yang berada dalam bahaya korupsi. Lebih dari 50 guru besar dari berbagai perguruan tinggi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas UU KPK hasil revisi yang dinilai telah melumpuhkan KPK dalam fungsi pemberantasan korupsi.
Suara keras bahaya korupsi disampaikan guru besar antara lain ada nama Azyumardi Azra, Emil Salim, Frans Magnis Suseno, Ramlan Surbakti dan lain-lainnya.
Kedua, muncul gerakan para purnawirawan TNI AD melalui pernyataan keprihatinan bahwa negara berada dalam bahaya cengkeraman oligarki neo komunis.
Suara keras pernyataan 2 Mei 2021 tersebut dibuat oleh Mayjen TNI Purn Deddy S Budiman, Letjen TNI Purn Yayat Sudrajat, Mayjen TNI Purn Robby Win Kadir, Brigjen TNI Purn Budi Sudjana, dan lainnya. Mereka menyatakan, neo komunis yang mengadu domba dan memfitnah umat Islam dan TNI, termasuk dengan mengkriminalisasi HRS dan FPI.
Soal korupsi memang sudah berat diatasi, menggurita dan terang benderang. Pemerintah tidak serius untuk memberantasnya bahkan KPK pun telah dihancurkan peran dan independensinya. Wajar jika para guru besar berteriak walau terlambat.
Mahasiswa dulu telah berdarah-darah memprotes penghancuran KPK ini. Lucunya kini Menkpolhukam Mahhfud MD minta permakluman pada status pemerintahan yang memang korup.
Penangananan korupsi Jiwasraya dan Asabri merayap menuju menguap. Korupsi dana Bansos Juliari yang diduga melibatkan ”Madam” masih dibawa berputar-putar. Keluhan Mensos Risma tentang 21 juta data ganda, membuat geleng-geleng kepala.
Syamsul Nursalim buron malah kasusnya di-SP3 KPK. Sepertinya pada investasi dan hutang luar negeri melekat korupsi. Dampaknya seruan ayo berinvestasi sama saja dengan ayo korupsi.
Bau Neo Komunis
Soal neo komunis yang diprihatinkan para purnawirawan, memang semakin menyengat baunya. Saat petinggi PKI akan kabur dan bergerak masing-masing, lalu mereka berkomitmen untuk berjuang ”tanpa bentuk”. Tampaknya komitmen itu semakin terealisasi kini. Menyusup, memengaruhi dan mengendalikan.
Sejak RUU HIP, road map pendidikan tanpa agama, PP No 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia, serta penunjukkan Hilmar Farid mantan aktivis PRD sebagai Dirjen Kebudayaan, maka publik khawatir arah negara ini menuju revolusi kebudayaan yang melumpuhkan agama. Purnawirawan TNI AD menyebut bahaya oligarki neo komunis.
Para pemimpin negara harus diingatkan, tetapi apa yang diungkapkan Prof Dr Azyumardi Azra cukup menarik yaitu pesimistik. Sudah sulit mendengar kebenaran lagi. Seraya mengutip atau merujuk pada ayat al-Quran bahwa telinga, mata, dan hati mereka telah tertutup.
”Allah akan isi neraka jahanam bagi banyak manusia dan jin. Mereka memiliki hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami, mereka memiliki mata tetapi tidak digunakan untuk melihat, mereka memiliki telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar.” (Al A’raf: 179)
Dalam lanjutan ayat itu, Allah swt mengumpamakan mereka sebagai binatang ternak, bahkan lebih rendah dari itu. ”Ulaaika kal an’am balhum adhol, ulaaika humul ghafiluun.” (Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih rendah, mereka adalah orang-orang yang lalai).
Bandung, 4 Mei 2021
Editor Sugeng Purwanto