PWMU.CO– Ibadah bukan hanya urusan ritual. Namun ibadah harus tercermin dalam perilaku sepanjang hidup manusia.
Demikian khutbah Idulfitri 1442 Hijriyah yang disampaikan Dr Nasaruddin Idris Jauhar MEd, Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya di Pusat Dakwah Muhammadiyah Sidoarjo, Kamis (13/5/2021).
”Berlalunya bulan Ramadhan berarti terhamparnya bulan-bulan lain bagi kita untuk membuktikan apakah ibadah puasa kita dan ibadah lainnya selama Ramadhan benar-benar telah membawa perubahan dalam perilaku dan sikap hidup seorang hamba,” kata dosen Bahasa Arab ini.
Dijelaskan, ibadah membingkai kehidupan hamba secara total. Kapan saja, di mana saja mereka berada, dalam segala kondisi, dalam segala ruang dan waktu, selama hidupnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.
”Bertakwalah engkau di manapun kamu berada. Dan ikutilah setiap kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapus kejelekan tersebut. Dan berinteraksilah dengan sesama manusia dengan perilaku yang baik.”
Menurutnya, ada empat ciri orang bertakwa. Semua ciri itu berlaku di segala tempat, segala waktu, dan segala keadaan. Tak satupun yang yang secara khusus terikat waktu, tempat, dan kondisi tertentu.
Ciri pertama adalah bersedekah dalam keadaan lapang maupun sempit. Ciri kedua, menahan amarahnya. Ciri ketiga, membiasakan memaafkan orang lain. Ciri keempat, mengingat Allah setiap ada kesalahan. Proses untuk mencapai derajat takwa ini adalah proses tiada henti sepanjang hidupnya. Seumur hidup.
Dijelaskan, ibadah puasa dan ibadah lainnya di bulan Ramadhan hendaknya dijadikan ibadah berkesinambungan, yang terus dilaksanakan di luar bulan Ramadhan. Baik dalam bentuk yang sama maupun bentuk yang berbeda tetapi dengan semangat atau motivasi yang sama.
”Puasa Ramadhan dilanjutkan di bulan lain dalam bentuk puasa sunah. Shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat sunnah dan qiyamul lail. Kedermawanan dalam menyantuni fakir miskin atau berbagi takjil dilanjutkan dalam bentuk infak dan sedekah,” urai Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Alumni.
Sibghatullah
Diterangkan, ibadah dalam Islam bukan ritual simbolik yang berhenti pada pelaksanaan rukun dan syarat, akan tetapi sebagai sarana untuk mencapai derajat spiritual tertentu. Maka kualitas ibadah tidak diukur hanya pada tertunainya syarat dan rukun, tapi akan dilihat dari efek dan dampak dalam kehidupan pelakunya.
Sibghah bahwa agama Islam harus memberi warna dalam kehidupan hambanya. Allah mengisyaratkan dalam al-Quran dengan menamakan agamanya dengan kata shibghah sebagaimana tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 138.
”Shibghah berarti agama Islam. Shibghatallah sama dengan dinullah. Shibghah berarti celupan. Sebuah benda akan berubah warnanya, jika dicelupkan pada cairan berwarna,” tegas Nasaruddin Idris, lulusan Universitas El-Nilain Khartum Sudan tahun 2006.
Keislaman seseorang, sambung dia, bukan hanya karena mengikrarkan diri sebagai seorang muslim, tetapi pada penerapan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupannya.
Ibadah Ramadhan merupakan sebuah shibghah, berarti mencelupkan diri ke dalam cairan berwarna. ”Corak shibghah Ramadhan itu adalah ketakwaan itu sendiri, yang merupakan buah akhir dari upaya menahan diri, sabar dan tawakkal, peduli, dan berempati kepada fakir miskin, memupuk rasa tanggung jawab, amanah, dan rasa selalu diawasi oleh Allah,” mubaligh asal Bima ini.
Penulis Ernam Editor Sugeng Purwanto