Sejarah Yerusalem dan Konspirasi Israel atas Tanah Palestina, oleh Prof Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Guru Besar UINSA Surabaya.
PWMU.CO – Gerakan Zionis selalu menimbulkan masalah karena dibangun atas rasisme, ketidakadilan, dan arogansi. Ini cocok dengan karakteristik Donald Trump, (mantan) Presiden Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel.
Banyak orang menduga akan ada masalah besar yang ditimbulkannya, khususnya bagi umat Islam. Kebijakannya yang mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel adalah salah satu masalah yang lahir dari karakteristiknya.
Wajar reaksi dunia begitu keras terhadap kebijakan itu karena bernuansa kezaliman terhadap hak-hak rakyat Palestina yang semakin mendapat simpati dunia untuk memperoleh kemerdekaan penuh. Tampaknya kebijakan Trump didorong oleh keyakinannya akan hak orang-orang Yahudi (Bani Israil) atas Kota Yerusalem.
Sejarah Bani Israil
Bani Israil (kaum Yahudi) adalah anak cucu Nabi Ya’qub AS, putera Nabi Ishaq bin Ibrahim AS (sekitar 1900 SM). Nabi Ya’qub memiliki 12 putra, yang masing-masing beranak-pinak. Nabi Ya’qub dan keluarganya pindah ke Mesir. Terlibat konflik dengan raja Firaun, Nabi Musa AS (1450 SM) memimpin Bani Israil keluar dari Mesir, menyeberangi Laut Merah, dan menetap di Gunung Nebo (sekarang di Yordania).
Sepeninggal Nabi Musa, Bani Israil dipimpin oleh Yusa’ bin Nun yang mampu menaklukkan Kota Jericho dan kemudian Yerusalem. Dengan demikian, Bani Israil menguasai kota itu setelah terlunta-lunta selama 70 tahun. Selama 100 tahun konflik berkembang di kalangan Bani Israil, akhirnya Yerusalem direbut oleh Pasukan Jalut yang berasal dari Yabus (Bangsa Arab kuno).
Dalam situasi kekalahan itu, datanglah Nabi Dawud memimpin Bani Israil. Ia mengalahkan Jalut, merebut Yerusalem dan mengusir Bangsa Yabus dari kota itu. Dawud, yang oleh Bani Israil dipandang sebagai seorang raja dan bukan Nabi, sangat dihormati sampai sekarang oleh Bani Israil karena keberhasilannya mengonsolidasikan seluruh elemen Bani Israil.
Dawud membangun istana di Bukit Zion dan mendirikan rumah ibadah di Bukit Moriah; letak kedua bukit itu berdekatan di Kota Yerusalem. Di tengah bangunan suci di Bukit Morial itu terdapat batu besar yang mereka keramatkan, dan batu itulah yang dijadikan pijakan Nabi Muhammad SAW untuk bermi’raj ke Sidratul Muntaha.
Sepeninggal Nabi Dawud (970 SM), Bani Israil dipimpin oleh putranya, yakni Nabi Sulaiman AS. Ia memperluas tempat ibadah (synagog) di bukit Moriah itu. Ia juga membangun istana tidah jauh dari synagog tersebut. Dalam istana yang baru dia bangun itu terdapat bangunan suci. Istana tersebut dikenal sebagai Istana Sulaiman (Solomon Tempel).
Sebagai tambahan, bagian bawah dari Masjid Aqsha sekarang digali oleh Pemerintah Israel dengan alasan untuk menemukan Istana Sulaiman, dan tentu ini akan mengakibatkan runtuhnya bangunan Masjid Aqsha sekarang. Di bawah Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, Bani Israel berkuasa penuh di Yerusalem selama 100 tahun. Setelah itu, Bani Israil mengalami perpecahan.
Perebutan Yerusalem
Dalam kondisi demikian, pada 740 SM Yerusalem direbut oleh Bangsa Asyuri dari Iraq, dan setelah itu oleh Bangsa Babilonia. Penaklukan ini menyebabkan Bani Israil berdiaspora, antara lain, ke Yaman, Yasrib (Madinah), Mesir dan Eropa. Pada 539 SM Kerajaan Persia merebut Yerusalem dari tangan Babilonia dan mengijinkan Bani Israil kembali ke Yerusalem.
Pada 332 SM Kerajaan Yunani menyerang Yerusalem dan pada 200 SM menguasai Yerusalem. Pada 66 SM, Bani Israil memberontak dan menguasai Yerusalem. Di bawah kekuasaan Bani Israil itulah Nabi Isa lahir.
Pada 70 M Yerusalem dikuasai oleh Romawi, membunuh dan memperbudak orang-orang dari Bani Israil. Sekali lagi Bani Israil mengalami diaspora ke berbagai wilayah. Sejak saat itulah sebagian besar Bani Israil terpencar-pencar di banyak negara, dan hanya 0,2 persen yang tinggal di Yerusalem khususnya dan Palestina umumnya.
Yerusalem telah lepas dari kekuasaan Bani Israil, dan mulai saat itu Yerusalem dikuasai secara bergantian oleh Romawi, Byzantium, dan Persia. Pada 620 M Nabi Muhammad SAW ber-israk ke Masjid Aqsha. Enambelas tahun kemudian, Khalifah Umar bin Khaththab menguasai Yerusalem. Pada saat itulah Bani Israil dipersilahkan kembali ke Yerusalem dan diberikan kebebasan beragama.
Pada 687–691 Khalifah Abd al-Malik bin Marwan membangun Dome of Rock, dan pada 705 Khalifah al-Walid membangun Masjid Aqsha. Selanjutnya Yerusalem dikuasai oleh Bani Abbas, Fathimiyyah, Ayyubiyyah, Mamluk, dan Turki Usmani.
Namun demikian, ada interval, yakni pada 1099 Yerusalem jatuh ke tangan Pasukan Salib yang membunuh sebagian besar penduduk Muslim dan Yahudi. Dome of Rock diubah menjadi gereja Kristen. Pada 1187 Shalahuddin al-Ayyubi merebut Yerusalem dari Pasukan Salib, memperbolehkan Yahudi dan Kristen Ortodoks kembali ke Yerusalem.
Pada 1917 Inggris mengalahkan Usmani dalam pertempuran di Yerusalem, dan Palestina menjadi wilayah mandat Inggris. Jenderal Allenby memasuki Yerusalem dengan jalan kaki. Deklarasi Balfour (yang memberikan tanah Palestina untuk negara bagi Kaum Yahudi) baru saja diumumkan sebulan sebelumnya. Pada 1948 berdirilah negara Israel.
Berdirinya negara Israel di atas tanah Palestina adalah sebuah konspirasi. Dalam dunia modern seharusnya tidak boleh ada klaim sebuah suku bangsa atas tanah tertentu, apalagi di tempat itu penduduk dari berbagai suku bangsa dan agama telah mendiaminya selama berabad-abad. Tanahnya dirampas, rumahnya dihancurkan dan diusir dengan semena-mena. Zionisme menjadi rasisme yang paling nyata di dunia modern.
Semoga dunia masih punya nurani, dan gerakan menentang Trump yang mengakui Yerusalem ibukota Israel adalah wujud hati nurani yang semoga tidak padam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel berjudul asli Yerusalem ini dikutip dari buku Makna di Balik Peristiwa karya Prof Syafiq A. Mughni (Penerbit Hikmah Press, Surabaya, Novembert 2020)