PWMU.CO – Rahasia Palestina Bisa Bertahan dari Gempuran Israel mengemuka pada Pengajian Nasional Gerakan Solidaritas Palestina dan Politik Timur Tengah bertema Gerakan Solidaritas Palestina dan Politik Timur Tengah, Jumat (21/5/21) malam.
Dalam kegiatan virtual yang Lazismu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah selenggarakan itu, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Hajriyanto Yasin Thohari membahas pertahanan Palestina pada “perang asimetris” akhir-akhir ini.
Hajri menegaskan bagaimana luar biasanya kemarin di Gaza bisa bertahan hampir dua pekan. Dia membandingkan dengan perang Arab-Israel tahun 1967 yang disebut perang enam hari. Cuma mampu bertahan enam hari; padahal perang itu diikuti Palestina, Yordania, Lebanon, Suriah, dan Mesir.
Hajri menerangkan, saat perang puluhan tahun silam itu Arab kalah total. Arab kehilangan wilayah dan banyak pesawat tempur. Bahkan pesawat tempurnya Mesir itu belum terbang sudah “disikat” di bandaranya. Akhirnya Mesir kalah: kehilangan dataran tinggi Sinai yang kemudian dimiliki Israel. Suriah juga kehilangan Golan. Sedangkan Yordania kehilangan Tepi Barat.
Palestina Bertahan, Apa yang Dirundingkan?
Hajri mengungkap Palestina telah kehilangan Yerusalem Barat sampai Timur. “Palestina itu kalau mau berunding, yang diperundingkan apa?” tanya dia.
Sebab, wilayahnya sudah banyak yang diambil Israel. Di tepi Barat sudah ada 260 ribu pemukiman baru. Setiap membuat pemukiman, membuat pagar 7-8 meter. Sekarang, mungkin sudah 350 ribu-400 ribu pemukiman baru.
“Sudah digerogoti dari dalam. Sudah Habis. Akhirnya tidak ada yang bisa dirundingkan,” terangnya.
Tinggal Gaza, jawabnya. Jalur ini panjangnya cuma 40 kilometer. Hajri memperkirakan panjangnya sama dengan jalan tol Jakarta-Bogor. Lebarnya, ada yang 6,5 kilometer, ada yang 8 kilometer. Ini ditembak dengan CCTV.
“Jangankan mesin perang, orang punya mesin jahit saja ketahuan di situ,” ungkapnya dia.
Inilah mengapa Hajri menyebutnya perang asimetris, tapi karena terlalu canggih mengemas informasi, sampai seimbang membuat konflik atau perang seakan-akan dua negara.
Bahkan ada ahli ilmu Antropologi yang mau bersikap netral. Lucu, menurutnya. Ilmu Antropologi biasanya membela kaum under dog. “Ini ilmuwan kok malah membela yang kuat? Aneh!” komentarnya.
Kekuatan Palestina Bertahan
Menurut Hajri, Palestina bertahan sebelas hari itu luar biasa. Pasalnya, wilayah yang cuma seluas tol Jakarta-Bogor itu ditempur habis-habisan. “Pesawat tempur kalau terbang suka kebebasan karena begitu dekatnya,” ucapnya.
Mengapa bisa bertahan selama itu? Menurutnya, karena bangsa Palestina sudah mengalami tertekan sejak tahun 2016. Yaitu ketika Amerika memutuskan berbagai kebijakan yang sangat merugikan dirinya.
Selain itu, beberapa negara Arab menormalisasi hubungannya dengan Israel, sehingga Palestina merasa ditinggalkan. Mereka merasa tidak berdaya. “Entek-entekan (habis-habisan) lah,” tuturnya.
Maka muncul semangat bertahan, “Mati yowis, ora yowis (mati tidak apa, hidup tidak apa).”
Bahkan, Hajri memperhitungkan 75 tahun lebih, hampir 80 tahun, Palestina bertahan. Dia menghitung sejak Israel berdiri. “Bisa mempertahankan semangat perlawanan itu sudah luar biasa! Sudah generasi ketiga,”
Dia membayangkan dan mengira, “Apa mereka menyelenggarakan penataran, seperti kita penataran P4, atau empat pilar negara supaya cinta tanah air, semangat berjuang, itu mentrasmisikan dan menyosialisasikan nilai-nilai nasionalisme patriotisme gimana caranya coba?”
Hajri pun menyatakan kagum bagaimana mereka bisa melakukannya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni