PWMU.CO – Mahfud MD: Korupsi Sekarang Lebih Parah dari Orba. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Prof Dr Mohammad Mahfud MD SH SU MIP mengatakan itu dalam pelantikan Pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) periode 2021-2025, Selasa (25/5/2021) siang.
Memulai sambutannya itu, dia menyatakan, UMJ tepat memilih Dr Ma’mun Murod Al-Barbasy MSi sebagai rektor di era sekarang. Dia kemudian memberi beberapa catatan menyangkut perguruan tinggi dan universitas Muhammadiyah.
Universitas Terdakwa Fenomena Korupsi
Pertama, universitas menjadi terdakwa utama dalam kerumitan Indonesia. Mahfud MD mengaitkan dengan maraknya fenomena korupsi di Indonesia sekarang. Bahkan, menurutnya, korupsi kini lebih parah dari zaman Orde Baru (Orba).
Sebab, menurut pria kelahiran Sampang, 13 Mei 1957 itu pada zaman Orba, Soeharto mengoordininasi korupsinya, sehingga tidak banyak korupsi saat itu.
“(Korupsi) sedikit saja sudah terasa banyak. Sekarang? Korupsinya ratusan miliar dan trilunan!” ujarnya.
Dulu, lanjutnya, orang korupsi Rp 1 miliar atau Rp 200 juta saja sudah ribut, karena terkoordinasi. Berbeda dengan sekarang, di mana korupsi itu terjadinya vertikal. “Dari atas, ke bawah, ke samping; legislatif, eksekutif, yudikatif,” urainya.
Kemudian, Mahfud MD mengingat gambaran kondisi DPR pada zaman Soeharto. Waktu itu, dia pernah bertemu anggota DPR Hajriyanto Y Thohari naik kereta api selepas bertugas, bukan naik pesawat.
“DPR (di era itu) tidak punya uang. Anggota DPR naik pesawat jika melakukan kunjungan kerja resmi saja. Kalau pulang, tidak bisa naik pesawat,” terang Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2008-2013 itu.
Naik kereta itu pun, lanjutnya, sendirian saja. Tidak mengajak istri. Fenomena ini kontras dengan gambaran kondisi DPR sekarang, di mana uang anggota DPR habis untuk menyewa pesawat. Selain itu, dia juga mengungkap rumah anggota DPR sekarang ada banyak.
Lalu dia menekankan, fenomena ini tidak berlaku untuk semua anggota DPR. “Kalau Pak Daulay dan Pak Zulkifli nggak lah,” ralatnya sambil menggaruk kepala.
Yang dimaksud Daulay adalah Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Sedangkan Zulkifli adalah Wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan. Keduanya hadir dalam acara tersebut.
Menurut Mahfud MD, begitulah fenomena yang terjadi. Dia mengurai betapa banyak sosok koruptor, lulusan perguruan tinggi, yang kini masuk penjara. “Di penjara sana, banyak orang DPR, hakim MK, hakim MA, pemerintah, menteri, pemda,” ungkapnya.
Dia pun melontarkan sanggahan retoris, “Karena dulu di zaman Pak Harto tidak terbuka?”
“Tidak juga!” jawabnya.
Menurut dia, zaman Pak Harto tidak terbuka memang dilihat dari APBN-nya saja. Kemudian dia melontarkan sanggahan lain, “Kursnya berbeda pak.”
Merespon ini, Mahfud mengakui adanya beda kurs, tapi menurut dia nilai korupsinya tetap beda jauh. “Iya berbeda, tapi jauh lah!”
Maka dari itu, dari fenomena tersebut, ‘terdakwa’ yang ditanya adalah perguruan tinggi. “Gimana sekarang? Itu yang korupsi-korupsi kalau dijumlah semua kan perguruan tinggi semua nih lulusnya. Apa nih kerjaan perguruan tinggi?” tanya dia.
Dia kemudian menegaskan, “Satu, tugas Bapak ini!”
Universitas Muhammadiyah Maju
Kedua, lembaga-lembaga pendidikan Islam sekarang sudah maju. “Saya gembira, di universitas Muhammadiyah yang merupakan Universitas Islam ini jadi kebanggaan bagi kita,” ucap Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Mahfud MD kemudian bercerita anggapan Islam waktu dia kecil, bersama Pak Zulkifli dan Pak Anwar Abbas. Saat itu, Islam dianggap udik. “Orang Islam bisa apa? Tidak bisa apa-apa,” komentarnya.
Dia juga mengungkap orang Islam didiskriminasi. Berbeda dengan sekarang, santri Islam menduduki hampir semua jabatan penting. Mahfud menegaskan, “Inilah yang harus dijaga!”
Maka, dia mengimbau, jangan sekali-kali merasa terdiskriminasi. Sekarang, menurutnya kita bisa berbangga. Karena sekarang umat Islam tidak lagi dianggap udik dan terbelakang.
Ke depan, lanjutnya, harus kita jaga melalui proses demokrasi. Dia menyimpulkan, kalau demokrasi bagus, umat Islam juga akan bagus. Dampaknya, bangsa ini juga akan bagus karena keterbukaan dan pluralisme.
Mahfud MD menerangkan, wasathiyah Islam akan lebih berkembang melalui proses demokrasi. “Jadi jangan dipertentangkan, ini Islam apa ini Islam apa,” tuturnya.
Tidak ada seperti itu, harapnya. Dia mengatakan, semua peluang terbuka melalui kontestasi. Umat Islam, menurutnya, bisa menyejajarkan diri dengan orang-orang dari sumber lain, kekuatan apa pun.
Tugas Pemimpin Tegakkan Shalat
Mengakhiri pidatonya, Mahfud mengucapkan selamat kepada rektor, “Selamat Pak Ma’mun Murod dan seluruh keluarga Universitas Muhammadiyah (Jakarta).”
Dia lantas mengutip potongan pidato Umar bin Khattab ketika menjadi khalifah, “Ayyuhal wulad innamin ahammi umurikum as-shalah.”
Mahfud mengartikan, “Hai para pemimpin, sesungguhnya tugas terpenting dari setiap pemimpin adalah menegakkan shalat!”
Karena, tambahnya, kalau orang shalatnya baik, maka perilakunya pasti baik. “Kalau orang shalat tapi mencuri, berarti shalatnya tidak tegak,” ungkapnya.
“Orang shalat kok masih korupsi, berarti shalatnya tidak benar!” imbuhnya.
Mahfud kembali menekankan pesan Umar, bukan dirikan atau lakukan shalat, melainkan tegakkan shalat. “Artinya, shalat itu punya konsekuensi!” ucapnya.
Jadi, shalat itu menurutnya bisa ditegakkan dalam proses akademik. “Shalat itu bukan hanya begini-begini (gerakan saja),” kata dia sambil menurunkan gerakan shalat.
Tapi, konsekuensinya, punya kepedulian sosial. Mahfud menjelaskan, “Shalat itu ‘Allahuakbar‘,” ujarnya sambil mengangkat tangan lalu bersedekap, “Tunduk patuh kepada Allah.”
“Ditutup ‘Assalamualaikum warahmatullah‘,” ujarnya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, “Artinya, peduli terhadap lingkungan sekitar,” tegasnya.
“Selamat bekerja!” tuturnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni