Ketua MPR Jawab Mahfud MD, Kenapa Korupsi Kini Lebih Parah dari Orba. Bambang Soesatyo juga mengemukakan lima tantangan bangsa Indonesia.
PWMU.CO – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia H Bambang Soesatyo SE MBA uraikan lima tantangan dan PR Indonesia pada Pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) periode 2021-2025, Selasa (25/5/2021) siang.
Mengawali sambutannya, Bambang mengucapkan selamat kepada Ma’mun Murod Al-Barbasy yang baru saja dilantik sebagai rektor. “Saya yakin di bawah kepemimpinan anda, UMJ semakin moncer dan mampu menjadi impian setiap anak-anak muda Indonesia untuk belajar, berilmu, berakhlak, dan beragama di UMJ ini,” ujarnya.
Kemudian Bambang menyemangati, “Gas pol, rem blong! Kira-kira begitulah. Jadi gak usah mikir-mikir, gas aja!”
Tantangan Bangsa, PR Bersama
Bambang mengatakan, pada kesempatan itu—mumpung di tengah para profesor cerdik pandai di PP Muhammadiyah—dia ingin menyampaikan hal penting tentang berbagai tantangan bangsa yang menjadi PR dan tanggung jawab bersama.
Bukan hanya PR dan tanggung jawab Pak Mahfud MD di pemerintahan, saya, Pak Zulkifli Hasan, maupun Pak Daulay di Senayan. Tapi (PR dan tanggung jawab) kita semua,” ujarnya.
Pertama, tantangan keamanan dan pertahanan. Sekarang, Indonesia sedang menghadapi masalah dalam negeri: tantangan Papua. “Kalau salah kita manage, bisa menjadi blunder yang membawa ghazzing ke dunia internasional,” tuturnya.
Tapi Ketua DPR RI Periode 2018–2019 itu yakin, Mahfud MD—hadir dalam forum itu juga—dengan jam terbangnya yang tinggi mampu meredam dan mengeiliminasi semua masalah hingga selesai. Dia berharap, Papua tetap jadi bagian Indonesia.
Tangan-Tangan Tidak Terlihat
Kedua, tantangan global. Dia mengungkap, Indonesia sedang berada di tengah perebutan pengaruh Amerika dan Cina. Jika salah memihak, bisa berkonsekuensi pada bangsa Indonesia.
Yang terpenting menurut Bambang, bagaimana menguatkan pertahanan, keamanan, dan perekonomian. Dia berharap, “Agar siapa pun yang bertengkar dan berebut pengaruh di negara kita itu adalah teman-teman kita. Menjadi sahabat-sahabat kita dan tidak menjadi musuh-musuh kita.”
Dia mengingatkan, musuh bisa saja menggunakan tangan-tangan orang-orang kita sendiri, menghancurkan kita sendiri. Sebab, dia belajar dari pengalaman bangsa Indonesia: Orde Lama ke Orde Baru, Orde Baru ke Reformasi.
“Itu ada tangan-tangan yang tidak terlihat untuk menggantikan kekuasaan di tengah jalan akibat perebutan pengaruh atas negara kita,” ungkapnya.
Butuh Investasi Ribuan Triliun
Tantangan ketiga, ekonomi. “Kita saat ini butuh investasi Rp 5900 triliun atau katakanlah Rp 6000 triliun untuk menyanggah atau menjaga agar pertumbuhan ekonomi kita tetap positif,” ungkap Bambang.
Dia yakin, investor akan berminat masuk ke Indonesia asal kita bisa menjamin stabilitas politik, kepastian hukum, dan menjamin investasi mereka aman di negara ini. Meski, di tengah situasi serba sulit akibat Covid-19.
Respon Mahfud MD, Kenapa Lebih Gila Korupsi
Tantangan keempat, politik dan demokrasi. Dia menyinggung pernyataan Mahfud MD, “Kenapa bangsa kita lebih gila korupsinya dibandingkan saat Orde Baru?”
Karena, menurutnya, inilah konsekuensi bangsa Indonesia memilih demokrasi langsung. Mulai pemilihan bupati, wali kota, gubernur, sampai presiden.
“Pertanyaannya, berapa biaya yang dibutuhkan calon bupati, wali kota, gubernur untuk menjadi pejabat daerah? Tidak mungkin Rp 5 atau Rp 10 miliar, lebih dari itu!” ujarnya.
Dia lanjut melontarkan pertanyaan, “Gaji mereka berapa? Tidak sampai Rp 60 juta per bulan.”
Kalau bupati, lanjutnya, kalau tidak salah tidak sampai Rp 10 juta. Bambang lanjut bertanya, “Bagaimana mereka mengembalikan uang untuk mendapat dukungan tahap pencalonan?”
“Bagaimana mengumpulkan uang dalam tahap kampanye? Dan mengumpulkan uang dalam tahap mengamankan suara ketika perhitungan suara dilakukan?”
Belum lagi, tambahnya, bagaimana mengamankan kalau ada gugatan di MK. Inilah, menurutnya, rentetan pilihan demokrasi yang mengakibatkan korupsi makin marak seperti sekarang.
“Seperti yang Pak Mahfud bilang, ‘dari atas ke bawah, lalu ke samping’,” ucap dia.
Dia lantas mengungkap begitu pula yang terjadi ketika mau menjadi anggota DPR: “NPWP” semuanya. “Nomor Piro Wani Piro?” jelasnya.
“Pertanyaan berikutnya, berapa yang dibutuhkan untuk jadi presiden? Nah, saya tidak mau cerita itu! Karena angkanya bisa los,” ujarnya.
Orang yang paling kaya saja, lanjutnya, kalau menyebut angka untuk menang jadi presiden, pasti dia akan mencolek kiri-kanan juga untuk mendukung pencapresannya agar berhasil.
PR UMJ Kaji Demokrasi
Bambang bertanya, “Apakah yakin bupati, gubernur, wali kota mampu menjalankan tugasnya dengan baik membawa aspirasi rakyat begitu dia terpilih?”
Dia menyatakan tidak yakin, karena yang dipikirkan pasti bagaimana mengumpulkan uang untuk terpilih lagi pada periode berikutnya. Juga sambil memikirkan bagaimana mengembalikan pinjaman-pinjaman yang kemarin berjalan.
Menurutnya, itulah tantangan demokrasi dan ini tugas UMJ. “Jika bisa dibikin kajian, lebih banyak manfaat atau mudharatnya tetap mempertahankan sistem demokrasi seperti hari ini?” saran dia.
Dia lalu berpendapat, “Mengapa tidak pakai sistem yang dipakai Muhammadiyah? Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”
Amandemen Kelima, Punya Arah Indonesia 2045
Tantangan kelima, yang juga jadi PR besar, bagaimana menghindari negara berjalan tanpa arah dengan membuat arah. “Sudah saatnya kita pikirkan dan hadirkan pokok-pokok haluan negara agar negara punya arah, agar setiap pergantian kepemimpinan baik nasional maupun daerah tidak ganti haluan,” tuturnya.
Bangsa Indonesia menurutnya harus punya pegangan, minimal untuk 25 tahun ke depan. “Indonesia 2045 menjadi seperti apa?” tanyanya.
Dia yakin tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu, karena tidak punya perencanaan sampai sana. “Kita punya perencanaan jangka menengah nasional, 2025. Kita ulang tahun ke-100 tahun 2045. Akan dibawa kemana bangsa kita? Inilah PR Pak Rektor,” ungkap dia.
“Kami di MPR butuh dukungan sivitas akademik universitas Muhammadiyah agar kami di MPR bisa menghadirkan kembali pokok-pokok haluan negara melalui amandemen kelima, ” tuturnya.
Apakah ini akan membuka kotak pandora? Menurutnya tidak, karena sesuai dengan UUD 1945 tata cara mengubah UUD cukup jelas dan rigid: pasal mana yang mau diubah, ayat mana yang mau ditambah.
Dia mengimbau, “Itu dibahas lebih awal dan tidak boleh bergeser di pembahasan selanjutnya!”
Jadi Bambang menyimpulkan, yang dibutuhkan pada amandemen kelima itu, menambah 1 ayat di pasal 3, MPR berwenang menyusun GBHN. Juga menambah 1 ayat di pasal 23, DPR berhak mengembalikan RAPBN manakala tidak sesuai. (*)
Ketua MPR Jawab Mahfud MD, Kenapa Korupsi Kini Lebih Gila dari Orba: Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni