PWMU.CO – Begini Dubes Hajri Tanggapi Kutipan Hadits Presiden AS Joe Biden. “Jangan percaya artikulasi politik yang Simbolik,” kata Duta Besar RI untuk Lebanon Hajriyanto Yasin Thohari.
Dia menyampakan itu pada Pengajian dan Syawalan Konsolidasi Organisasi Pimpinan Muhammadiyah/Aisyiyah se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (27/5/21).
Hajri menyatakan, Amerika sebagai negara adidaya merasa mendapat mandat untuk mengatur dunia. Maka, H Untung Cahyono MHum—moderator yang Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY—meminta Hajri menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang mengutip hadits dan membuat senang umat Islam, khairunnas anfauhum linnas.
Menurut Hajri, umat Islam selalu menyukai artikulasi-artikulasi politik yang bersifat simbolis. “Umat Islam kalau diberi simbol-simbol Islam sudah senang,” ujar Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Kalau ada organisasi atau gerakan yang diberi nama Islam atau Arab, meski baru berdiri setahun, itu ada saja pengikut yang mendukungnya. Padahal organisasi itu tidak benar. Hanya karena menggunakan simbol Islam lalu didukung.
“Kan beda kalau gerakan itu berusia 110 tahun seperti Muhammadiyah. Orang sudah melihat reputasinya selama seratus abad lebih, bagaimana gerakannya dalam bidang leislaman, lalu keislamannya dipercaya ya wajar,” jelasnya.
Dia memberikan contoh lain bagaimana orang Islam cenderung menyukai artikulasi politik yang sifatnya simbolis. “Kalau di kasih partai politik yang simbolnya sajadah, ada yang langsung percaya dan mendukung,” ucapnya.
Padahal, sambungnya, harusnya mendukung itu karena melihat rekam jejak orangnya, pimpinannya dari tahun ke tahun, komitmen dan konsistensinya terhadap Islam. “Baru, inilah yang mencerminkan kepemimpinan Islam, tapi kan tidak (begitu yang terjadi),” ujar Hajri.
Seringkali, lanjutnya, ada tokoh yang kalau dari kecilnya sama-sama satu organisasi hanya karena berbeda partainya itu dianggap tidak Islam. Tapi yang baru, yang selama ini tidak ada kaitannya dengan Islam, hanya karena menggunakan nama dan simbol Islam, bisa diterima.
Lima Prinsip Tak Berubah, Siapapun Presidennya
Menurut Hajri, hal ini sama seperti fenomena tadi. Karena pidatonya pakai “Man ra-a minkum munkaron fal yughayyirhu biyadih…,” kemudian dipercaya. Padahal, ada lima prinsip yang tidak berubah-ubah siapapun presiden Amerikanya.
Hajri lalu mengutip Rabie. M (2004) dan Al Sarhan (2017)—dua ilmuwan yang meneliti kebijakan luar negeri Amerika di Timur Tengah—tentang lima motif Amerika terlibat di Timur Tengah. Yaitu: pengamanan akses terhadap minyak; dukungan dan proteksi atas Israel; pengamanan basis-basis dan pangkalan militer AS di Timur Tengah; mempertahankan rezim-rezim yang berkuasa di negara-negara Arab sehingga tetap menjadi aliansi setianya; dan
membendung gerakan radikalisme dan teroris Islam.
Itulah yang menurut Hajri laksana “Pancasila”-nya politik luar negeri Amerika Serkat di Timur Tengah. Dan proteksi AS terhadap kedaulatan Israel adalah “sila utama” yang membimbing sila-sila yang lainnya.
“Maka jangan berharap pergantian Presiden AS akan membawa perubahan yang signifikan dalam politik AS di Timteng, aplg menjadi antithesis dari Presiden sebelumnya. Pasalnya, dalam pandangan Amerika Serikat eksistensi dan keamanan Israel telah menjadi salah satu landasan berpijak (platform) terpenting politik luar negerinya,” terangnya.
“(Jadi), siapapun presidennya, baik republik, demokrat, atau independen sekalipun, lima prinsip itu tidak pernah bergeser. Hanya berbeda penekanannya saja. Itu terbukti selama 75 tahun dalam kasus Israel-Palestina,” imbuhnya.
Karena itu, Hajri menekankan, pemahaman terhadap politik nasional maupun internasional itu sangat penting. Dia mengimbau jangan gampang percaya dengan perkataan verbal. “Orang pidato sepertinya hebat sekali, yang penting itu buktinya!” kata dia.
Karena sering politik luar negeri itu kelanjutan politik dalam negeri. “Kalau saya seorang presiden, ingin mendapatkan dukungan dalam negeri, yang kebetulan sebagian besar pendukung Palestina, ya saya berpidato secara verbal seakan-akan sangat mendukung Palestina,” tuturnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni