PWMU.CO – Syawalan menjadi momen bahagia sekaligus haru bagi keluarga besar SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik. Pasalnya pagi itu, Senin (24/5/2021) guru dan siswa SDMM bertemu kali pertama setelah libur Lebaran.
Mereka saling mendoakan supaya puasa dan amalan selama Ramadhan diterima Allah serta saling memaafkan. Hari bahagia itu menjadi haru saat Adelia Shovia Putri, siswa kelas IV Magellan membacakan puisi berjudul Ketupat Kematian.
Tak hanya itu, lagu berjudul Atouna El Toufule yang mengisahkan anak Palestina yang merindukan kedamaian juga dinyanyikan oleh ‘Abidah Kaysah Al Barkah, siswa kelas V Al Kindi. Pemutaran video kondisi anak-anak Palestina juga diputar dalam acara tersebut.
Muhammad Fadloli Aziz SSi MPd, pengulas video mengatakan, mungkin ada anak-anak yang belum tahu kondisi terkini teman-temannya di Palestina. “Bisa jadi karena anak-anak sibuk dengan gadgetnya sehingga tidak tahu perkembangan informasi,” ujarnya di hadapan semua siswa SDMM.
Melalui video yang diputar, Muhammad Fadloli Aziz mengulas keadaan anak-anak Palestina meskipun sudah dilakukan gencatan senjata. “Kita tetap harus peduli terhadap mereka dengan apa-apa yang bisa kita lakukan terhadap mereka,” ujarnya.
Menurutnya, minimal kita semua mendoakan mereka agar diselamatkan oleh Allah SWT. “Agar anak-anak Palestina bisa merdeka dan bersekolah dengan nyaman seperti kita di sini,” tuturnya.
Alumnus di Pakistan
Syawalan kali ini, siswa SDMM juga berkesempatan bertemu dengan alumnus angkatan ke-2 Widad Nur Fauziyah secara live Zoom dari Pakistan. Ia sedang melanjutkan studi sarjananya di International Islamic University of Islamabad Pakistan.
Gadis kelahiran Sidoarjo, 23 November 1999 itu menyapa guru dan adik-adiknya di SDMM dengan ramah. Ia mengaku selama belajar di SDMM telah mendapatkan ilmu dasar yang baik dan kuat untuk bekalnya menjalani masa depan. “Jadi adik-adik harus bangga sudah masuk di SDMM dan belajar yang giat karena banyak sekali pengalaman yang bisa kalian dapatkan,” pesannya.
Ia mengajak adik-adik di SDMM untuk menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat. Ia juga bercerita awalnya tidak ingin “mondok” (masuk pesantren) karena pasti susah dan jauh dari orangtua.
“Tapi ketika saya masuk pondok pesantren, anak-anaknya baik dan banyak prestasi. Jadi tergantung dari diri kita sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, baik di pondok maupun tidak, kondisinya sama saja. Pasti ada yang baik dan tidak. “Tergantung bagaimana kita menempatkan diri. Tetaplah baik di mana pun dan dalam kondisi apa pun,” pesannya. (*)
Penulis Cikal Editor Mohammad Nurfatoni