PWMU.CO – Semangat ala Palestina dan Kisah Perang Baratayuda. Dubes RI untuk Lebanon Hajriyano Y Thohari menceritakannya pada Diskusi Masa Depan Palestina dengan topik “Peta Politik Konflik Israel Palestina”, Sabtu (29/5/21) siang.
Hajri menyatakan, secara keseluruhan, bangsa Palestina bisa memelihara perjuangannya. “Justru sudah perang 80 tahun tapi masih hidup. Perjuangannya itu juga sudah bisa dibaca sebagai kelebihan, prestasi,” ujarnya.
Menurutnya, tergantung membacanya dengan optimis atau pesimis. Bagi yang membacanya dengan pesimis, maka seperti salah satu peserta perwakilan LPCR PP Muhammadiyah Mutiullah Hamid yang menyampaikan pemikirannya saat sesi tanya jawab.
“Delapan puluh tahun, semangat perangnya di mana? Sudah, tempur sekalian! Kalau perlu, sekali menang, mati sekalian, musnah, sehingga selesai!” ujarnya menirukan Mutiullah.
Perang pada Satu Generasi
Maka, Hajri mengarahkan untuk membaca secara optimis, seperti ibaratnya pada cerita wayang kulit. Sebagai orang Jawa dan cucu Pak Lurah, dulu Hajri suka menonton pagelaran wayang di setiap tahun.
Begini perbandingan semangat perangnya dalam cerita wayang kulit Jawa.
Kalau di Perang Baratayuda, Pandawa, dan Kurawa adalah satu generasi. “Belum pindah ke generasi anaknya,” ujarnya.
Jadi, lanjutnya, yang berebut sejak masih kecil (remaja) itu Pandawa dan Kurawa. Siapa yang menjadi raja, menguasai Hastinapura. Kemudian, Pandawa terusir.
Dia mengungkap, adapun pelaku di puncak perangnya adalah Pandawa dan Kurawa sendiri, meski mereka sama-sama sudah punya anak.
Semangat Perang Kendur
Kata Hajri, Pandawa sendiri sebetulnya sudah sering malas. “Ah, untuk apa berebut kerajaan, hidup juga nggak lama, untuk apa berkuasa, kalau kemudian berperang dengan saudara sepupu sendiri,” ujarnya menirukan ratapan Pandawa.
Bahkan, sambungnya, Pandawa dibujuk Krisna ketika harus melawan Senopati Hastinapura yang gurunya sendiri pimpin, yaitu Pandita Durna.
“Ini panglima lawannya kok gurunya, sudah saya nggak mau perang deh, kami sudah (menyerah) deh, biar saja Hastinapura punya Kurawa nggak apa, itu saudara saya,” ucap Hajri memerankan Pandawa.
Krisna juga membujuk, tapi membujuk Arjuna untuk mau melawan Karno.
Pemelihara Semangat Perang
Hajri lalu bertanya, “Siapa yang memelihara semangat perang Baratayuda?”
“Kalau dalam wayang kulit, yang memelihara adalah Drupadi,” jawabnya.
Hajri menerangkan, kemarahan Drupadi yang memelihara semangat perang itu. Drupadi mengingatkan Pandawa, “Apakah kamu nggak ingat sumpah saya, ketika saya dikerjain di Istana?”
“Setelah kamu bermain dadu, saya ditelanjangi, saya dijambak, dihina, bahkan saya bersumpah tidak akan keramas sampai sebelum keramas darahnya Dursasana,” ucapnya menceritakan kemarahan Drupadi.
Ganti Generasi, Masih Optimis
Demikian Hajri menceritakan upaya memelihara semangat perang di pewayangan Jawa. Dia membandingkannya dengan perang yang bangsa Palestina alami sampai berganti-ganti generasi.
“(Bangsa Palestina) masih ada semangat, sangat kuat, dan masih optimis,” ujarnya.
Di Indonesia sendiri, untuk menanamkan semangat itu, Hajri teringat pada penanaman Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan empat pilar negara. “Waktu saya di MPR, ada empat pilar negara,” tuturnya.
Dia masih ingat bagaimana pengalamannya ketika mengikuti penataran P4 untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air, dan Pancasila.
“Negaranya aman baik saja, kita perlu menanamkan nilai-nilai itu supaya nggak luntur. Ini bangsa Palestina bisa mentrasmisikan (nilai-nilai) itu menurut saya hebat,” sambungnya.
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni