Sudah Siapkah Buka Sekolah Tatap Muka? Ini Saran Ahli Prof Dr Maksum Radji M. Biomed dari Universtas Indonesia.
PWMU.CO – Dalam beberapa hari terakhir ini, ramai dibicarakan tentang rencana Pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas di bulan Juli 2021. Menko PMK Muhadjir Effendy berharap seluruh satuan pendidikan dapat menyediakan layanan pembelajaran tatap muka secara terbatas, pada tahun pelajaran baru di bulan Juli 2021.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim juga memastikan akan membuka opsi pembelajaran tatap muka pada bulan Juli 2021 mendatang, meski saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Bahkan beberapa daerah sudah memberlakukan pembelajaran tatap muka sebelum awal tahun pelajaran baru Juli 2021.
Lantas, amankan kondisi saat ini bagi para pendidik dan tenaga kependidikan, terutama bagi para peserta didik?Barikut ini hasil wawancara PWMU.CO dengan Prof Dr Maksum Radji M. Biomed, seorang ahli mikrobiologi dan pemerhati masalah vaksin.
Wawancara secara daring degan Pembina Yayasan Pondok Babussalam Socah, Bangkalan, itu berlangsung pada Jumat (4/6/2021). Berikut petikannya:
Apakah kondisi saat ini telah cukup kondusif untuk sekolah dengan tatap muka?
Kebijakan pemerintah pusat ini dituangkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19), yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri. Isinya: pada tahun ajaran baru di bulan Juli 2021 nanti, diharapkan seluruh satuan pendidikan dapat menyediakan layanan pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Atas kebijakan ini, tentunya bisa dipahami mengingat berbagai keterbatasan dan dampak yang ditimbulkan oleh sistem pembelajaran jarak jauh ini di Indonesia, khususnya bagi peserta didik di pendidikan dasar dan menengah.
Bagaimanapun juga kita perlu mengapresiasi Pemerintah yang telah memberikan prioritas pemberian vaksin kepada pendidik dan tenaga kependidikan. Hal ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah pada para pendidik yang merupakan garda terdepan dalam melayani proses pembelajaran peserta didik.
Namun demikian, implementasi dari kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dalam kondisi saat ini, di mana wabah pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda penurunan yang signifikan—bahkan di beberapa negara cenderung menunjukkan kenaikan kasus positif harian—maka perlu dilaksanakan dengan kehati-hatian dan kewaspadaan yang tinggi.
Jangan sampai dengan pelaksanaan tatap muka terbatas ini, sekolah dan perguruan tinggi menjadi klaster penularan virus penyebab Covid-19 ini.
Perlu diingat, kebijakan pembelajaran tatap muka di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara lain yang memiliki jumlah kasus Covid-19 lebih sedikit dan mitigasi penanggulangan wabahnya lebih baik.
Menurut data yang dilansir oleh https://www.worldometers.info/ Indonesia menempati peringkat pertama dalam kasus Covid-19 di Asia Tenggara, dan nomor empat di Asia, setelah India, Turki, dan Iran. Indonesia juga menempati urutan pertama dengan kasus yang meninggal karena Covid-19.
Bagaimanakah dengan kasus Covid-19 pada anak dan remaja?
Kita dapat memahami bahwa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, di mana sebagian besar negara lain sudah mulai membuka pembelajaran tatap muka secara terbatas. Artinya kombinasi cara pembelajaran tatap muka dan tatap maya. Menurut Mendikbud, sekolah yang sudah berani melakukan tatap muka sejauh ini masih sedikit, yakni hanya 22 persen dari keseluruhan jumlah sekolah di Indonesia.
Namun demikian, kasus Covid-19 pada anak dan remaja di Indonesia masih cukup tinggi. Sebagaimana yang dilansir pada https://health.detik.com/ Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, mengatakan kelompok anak usia sekolah menyumbang 8,87 persen atau sebesar 59.776 kasus dari total kasus Covid-19 di Indonesia.
Rentang usia sekolah ini dibagi menjadi lima kelompok, yakni usia 0-2 tahun (setara Paud), 3-6 tahun (setara TK), 7-12 tahun (setara SD), 13-15 tahun (setara SMP), dan 16-18 tahun (setara SMA). Jawa Timur menempati kasus kematian tertinggi di Indonesia, pada pasien anak dengan rentang umur antara 3-18 tahun.
Oleh sebab itu dalam implementasi kebijakan pembelajaran tatap muka ini, perlu memperhatikan kondisi dan kemampuan mitigasi serta pengendalian kasus Covid-19 di setiap daerah.
Program vaksinasi yang ditujukan pada para pendidik dan tenaga kependidikan, yang sampai awal April ini, menurut Mendikbud RI, telah mencapai sekitar 550.000 dari target 5,8 juta orang, belum bisa dijadikan sebagai satu-satunya acuan dalam pembukaan pembelajaran tatap muka.
Apalagi jika penerapan protokol kesehatan di lokasi tempat pembelajaran belum dijamin bisa diterapkan dengan ketat, baik di dalam ataupun di luar lingkungan sekolah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga meminta agar pemerintah tidak menjadikan vaksinasi guru sebagai dasar pembukaan sekolah tatap muka pada Juli 2021 mendatang.
Kapan vaksin Covid-19 pada anak akan tersedia?
Ini merupakan pertanyaan yang baik, terutama jika dikaitkan dengan tujuan program vaksinasi yang sedang digalakkan di Indonesia dan juga di seluruh dunia.
Guna mencapai tujuan vaksinasi masal untuk melindungi komunitas suatu kawasan, cakupan vaksinasi yang ideal adalah 70-80 persen jumlah penduduk untuk mencapai herd immunity. Memang betul bahwa tidak semua orang perlu divaksinasi, namun para pelajar dan para mahasiswa adalah sivitas akademika yang jumlahnya paling banyak di setiap universitas dan sekolah.
Jadi bagaimana mungkin, membuka sekolah tatap muka tanpa memperhatikan kondisi peserta didiknya. Karena program vaksinasi ini bukan terbatas pada para pendidik saja, namun juga penting bagi siswa, tenaga kependidikan, keluarga para siswa dan mahasiswa, serta keluarga guru dan masyarakat luas.
Oleh sebab itu, pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini perlu dilakukan secara hati-hati dan disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Jangan sampai malah menimbulkan kasus baru, sehingga sekolah terpaksa harus ditutup kembali setelah temuan kasus positif Covid-19, dan kembali ke metode pembelajaran tatap maya, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah akhir-akhir ini, yang telah membuka pembelajaran tatap muka.
Saat ini, salah satu vaksin yang telah memiliki izin edar darurat untuk digunakan adalah vaksin Pfizer-BioNTech diperuntukkan bagi mereka yang berusia 16 tahun ke atas.
Adapun vaksin Covid-19 untuk anak dibawah umur 16 tahun, Pfizer-BioNTech juga telah melakukan uji klinik fase 3 dan sedang diproses izin edarnya di beberapa negara. Sebagaimana yang dilansir pada cnbc.com/2021/03/31/covid-vaccine-pfizer dinyatakan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech, efikasinya mencapai 100 persen dalam mencegah Covid-19 pada anak usia 12 hingga 15 tahun dalam uji coba fase 3, yang telah diumumkan oleh Pfizer tanggal 31 Maret 2021. Saat ini data uji klinik juga telah dikirimkan ke Food and
Drug Administration (FDA) AS, dan European Medicines Agency (EMA) guna mendapatkan izin edarnya.
Uji klinis fase 3 yang dilakukan di AS melibatkan 2.260 peserta berusia antara 12 dan 15 tahun. Separuh dari anak-anak menerima vaksin, dan yang lainnya menerima plasebo. Selama masa uji coba, 18 kasus COVID-19 terjadi pada kelompok plasebo dan tidak ada yang terjadi pada kelompok yang divaksinasi. Vaksin mampu memicu tingkat antibodi netralisasi satu bulan setelah dosis vaksin kedua, dan dapat ditoleransi dengan baik, dengan efek samping yang ringan.
Di samping itu Pfizer-BioNTech juga telah memulai uji kinik vaksin Covid-19 fase pertama terhadap 144 orang anak berusia 6 bulan hingga 11 tahun.
Demikian juga dengan Moderna, saat ini juga tengah menguji vaksin Covid-19 pada anak-anak dan remaja, usia 12 hingga 17 tahun, sedangkan Johnson & Johnson juga berencana untuk menguji vaksin dosis tunggalnya pada anak-anak dan bayi. Sinovac BioTech juga telah melaksanakan uji klinis pemberian vaksin pada anak-anak berusia 3 hingga 7 tahun.
Mudah-mudahan tidak lama lagi vaksin Covid-19 untuk anak yang saat ini tengah ditunggu tersebut, segera dapat digunakan. Program vaksinasi pada anak-anak sangat penting untuk mengakhiri pandemi, karena kita tidak mungkin mencapai kekebalan kelompok, dimana sebagian besar komunitas tertentu harus memiliki antibodi terhadap Covid-19, termasuk anak-anak.
Sudah Siapkah Buka Sekolah Tatap Muka?
Vaksinasi dan menjalankan protokol kesehatan secara ketat dan konsisten merupakan salah satu kunci untuk menghentikan pandemi Covid-19. Juga untuk mengembalikan pada keadaan kondisi normal kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun di pendidikan tinggi.
Oleh sebab itu penting bagi pemerintah untuk menginisiasi pengadaan vaksin untuk usia anak ini, agar herd immunity dapat terwujud. Karena herd immunity sulit terwujud khususnya di lingkungan sarana pendidikan, jika hanya para pendidik dan tenaga kependidikan saja yang divaksinasi.
Meskipun para pendidik dan tenaga kependidikan sudah divaksin, bagi pemerintah daerah dan lembaga pendidikan yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka, tetap harus memastikan kesiapan pembelajaran tatap muka secara ketat.
Kemendikbud perlu terus melakukan pengawasan terhadap penyiapan dan pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Bagi pemerintah daerah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka, perlu mencermati dan memastikan bahwa kasus Covid-19 di wilayah sudah mulai menurun.
Adapun perilaku wajib di lingkungan satuan pendidikan yang diatur dalam SKB Empat Menteri adalah: (1). Menggunakan masker 3 lapis, masker sekali pakai, atau masker bedah yang menutupi hidung, mulut sampai dagu; (2). Wajib cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer); (3). Menjaga jarak minimal 1,5 meter dan per kelas diisi maksimal 18 orang peserta didik, serta tidak melakukan kontak fisik seperti bersalaman atau cium tangan; (4). Menerapkan etika batuk/bersin. Selain itu, dalam dua bulan pertama, yaitu tidak ada aktivitas di kantin, aktivitas olahraga, ekstrakurikuler, dan kegiatan lain selain pembelajaran.
Pemerintah Daerah (Pemda) dan Kanwil Kemenag melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan memenuhi daftar periksa (check list) protokol kesehatan dan memastikan transportasi seluruh peserta didik dan tenaga pendidik aman. Pemda bersama dengan Satgas Covid-19 daerah melakukan testing jika ditemukan warga satuan pendidikan yang bergejala dan melakukan tracing jika ditemukan kasus konfirmasi positif, dan menutup sementara pembelajaran tatap muka (PTM) kalau ada kasus konfirmasi Covid-19.
Dalam aturan ini sekolah boleh bebas memilih, misalmya melakukan tatap muka dua kali sepekan, yang penting sekolah menyediakan opsi tatap muka. Orang tua atau wali murid juga berhak dan bebas memilih bagi anaknya, apakah mau melakukan pembelajaran tatap muka terbatas, atau tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh.
Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari wabah Covid-19 ini dan wabah penyakit menular lainnya, sehingga proses belajar mengajar ini bisa berlangsung dengan baik dan aman.
Amin. (*)
Sudah Siapkah Buka Sekolah Tatap Muka? Ini Saran Ahli: Penulis Isrotul Sukma Editor Mohammad Nurfatoni