PWMU.CO – Hafalan Quran Bawa Mahasiswi UMM Ini Raih Beasiswa ke Turki. Nisrina Nur Husna memperoleh beasiswa dari lembaga Aziz Mahmud Hüdayi Vakfi berkat hafalan al-Quran. Pada 27 April 2021 dia terbang ke Istambul, Turki.
Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menurutrkan, dirinya telah mulai menghafal al-Quran sejak kecil. Kebiasaan itu terus berlanjut sampai dirinya masuk SMP di pesantren hingga kuliah.
“Pada saat kelas dua sekolah dasar (SD), saya mulai menghafal Al-Quran karena almarhumah ibu saya membuat jadwal setiap habis Maghrib untuk menghafal. Tak terasa, menghafal menjadi sebagian rutinitas saya,” terang dia.
“Waktu SD saya mulai menghafal juz 30 dan 29. Kemudian saya menekuninya kembali saat memasuki pesantren dan menghafal dari surah al-Baqarah. Hafalan tersebut berlanjut sampai sekarang ketika berkuliah di UMM,” tambah Nisrina.
Nisrina mengungkapkan program belajarnya di Turki akan berjalan selama satu tahun. Para mahasiswa akan membenarkan bacaan Al-Quran dan belajar bahasa Turki terlebih dahulu. Setelah itu para mahasiswa baru didorong untuk menghafal al-Quran.
“Pembelajaran di Turki menggunakan teknik pomodoro yakni belajar dari jam 10.00 sampai 14.00 lalu akan ada istirahat 15 menit setiap 30 menit sekali,” terangnya, seperti keterangan tertulis Humas UMM yang diterima PWMU.CO, Senin (7/6/21).
Untuk proses menghafal al-Quran, sambung dia, terdapat seleksi terlebih dahulu. Seleksi tersebut berupa ujian dengan para guru yakni hafalan surat pilihan, kemudian disetorkan. Dari ujian tersebut akan dilihat berapa lama mahasiswa mampu menghafal 10 surat tersebut.
Adaptasi di Turki
Anak bungsu dari empat bersaudara ini mengaku adaptasi di Turki sangat susah. Ia harus beradaptasi di berbagai aspek seperti budaya, kebiasaan, iklim, makanan, dan bahasa. Nisrina mengaku aspek bahasa sangat menyulitkannya. Hanya ada segelintir orang di asramanya yang bisa berbahasa Inggris. Satu-satunya bahasa pemersatu adalah bahasa Turki.
“Dalam waktu singkat saya dituntut untuk belajar bahasa Turki. Meskipun di setiap mata kuliah ada seorang translator yang menerjemahkan, namun untuk berbicara dengan teman Internasional yang lain harus menggunakan bahasa Arab atau Turki,” terang Nisrina.
Meskipun sulit untuk beradaptasi, namun Nisrina senang dengan keputusaannya untuk mengambil beasiswa hafidh tersebut. Nisrina sangat terkejut dan kagum dengan semangat mahasiswa internasional lain dalam menghafal al-Quran dan belajar Islam.
“Hal itulah yang memacu saya untuk terus belajar di Turki. Saya harap dengan belajar di sini, saya bisa memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar ketika nanti kembali ke Indonesia,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni