UAH Dikepung Hoax oleh M. Anwar Djaelani, aktivis dakwah.
PWMU.CO– Ustadz Adi Hidayat dikenal luas sebagai ulama dengan banyak keutamaan. Melihat aktivitasnya, umat menaruh kepercayaan, bahwa orangnya amanah.
Maka tak mengherankan, saat menggalang dana kemanusiaan untuk Palestina, dalam enam hari terkumpul Rp 30 miliar. Sayang, ada yang memfitnahnya lewat media sosial.
Ustadz Adi Hidayat yang populer dipanggil UAH lahir di Banten, 11 September 1984. Dia tumbuh di keluarga yang kental keislamannya. Sejumlah pamannya adalah ulama.
Sosoknya cerdas. Hafal Quran sejak di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut dan sering memang lomba. Dua tahun kuliah di Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lantas melanjutkan di Kuliyyah Dakwah Islamiyyah di Tripoli Libya.
Setelah itu menyelesaikan program magister di Islamic Call College. Hasilnya, UAH berpengetahuan mendalam terkait al-Quran, hadits, dan fikih.
Kembali ke Indonesia, UAH aktif dalam dunia dakwah. Ciri khasnya saat ceramah hafal halaman dan posisi baris ayat dalam al-Quran. Cara penyampaiannya yang menarik, jadilah UAH sebagai pendakwah yang diminati publik.
Saat pengumpulan dana untuk Palestina hasilnya mengejutkan banyak orang. Bacalah berita ini: Enam Hari, Ustadz Adi Hidayat Himpun Donasi Rp 30 Miliar untuk Palestina (www.gelora.co 24 Mei 2021). Enam Hari, UAH Himpun Rp 30 Miliar untuk Palestina (www.republika.co.id 24 Mei 2021).
Tapi tak semua orang mensyukuri kinerja UAH itu. Ada yang memandangnya dengan pikiran lain. Simaklah berita ini: Kronologi Ustadz Adi Hidayat Difitnah Gelapkan Bantuan Palestina (www.okezone.com 06 Juni 2021). Petikan dalam dua paragraf seperti ini.
Pada 25 Mei 2021, Eko Kuntadhi memposting cuitan tentang donasi Palestina yang berhasil dikumpulkan UAH. “Alhamdulillah. Terkumpul Rp 60 M. Diserahkan Rp 14 M,” tulis Eko Kuntadhi. Eko Kuntadhi kemudian merevisi bahwa donasi yang terkumpul 30 miliar.
Kemudian, pada 2 Juni 2021, UAH bereaksi atas kasus fitnah yang menimpa dirinya. Ia mengatakan akan segera melaporkan para pembuat fitnah tersebut ke polisi (https://nasional.okezone.com/read/2021/06/05/337/2420696/kronologi-ustadz-adi-hidayat-difitnah-gelapkan-bantuan-palestina).
Manfaat dan Mudarat
Komputer dan handphone (HP) itu alat. Lewat keduanya, kita bisa mendapatkan manfaat yang sangat besar. Tapi kedua alat itu bisa juga mendatangkan mudarat. Artinya, alat bergantung pada pemakainya.
Komputer dan HP bisa memudahkan komunikasi. Mendekatkan jarak antar manusia. Di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja.
Namun di dunia medsos, komentar privat yang ditulis seenaknya dibeber ke publik. Jadilah malapetaka. Menyebar fitnah. Hoax. Karena itu berhati-hati saat menerima postingan di medsos. Jangan asal sebar. Hoax adalah berita bohong, informasi palsu, atau fakta yang dipelintir.
Pedomani surat Al-Hujuraat [49]: 6. “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Menyebarkan hoax itu perilaku jahat. Keharmonisan rumah-tangga Rasulullah saw pernah terganggu oleh hoax. Berita bohong menyangkut Aisyah ra, istri Nabi Muhammad saw. Gara-garanya Aisyah tertinggal rombongan. Kemudian bertemu seorang sahabat lantas dikawal mengejar rombongan Nabi.
Setelah itu beredar gosip yang disebar orang munafik. Selama sebulan gosip itu membuat Aisyah sedih. Tak berselang lama turun surat an-Nur [24]: 11-26. Enam belas ayat itu membersihkan nama baik Aisyah ra. ”Bergembiralah Aisyah, sesungguhnya Allah membersihkanmu,” kata Nabi saw.
Ada pepatah: Mulutmu harimaumu! Segala perkataan yang diucapkan dapat mencelakakan diri sendiri apabila tidak dipikirkan dahulu. Banyak orang yang menyesali perkataan yang pernah dikeluarkan lewat mulutnya. Menyesal, karena setelah dipikirkan, perkataannya bernilai buruk dan menyakiti orang. Menyesal, akibat perkataannya harus berurusan dengan aparat hukum.
Di zaman medsos jari-jari tangan bisa berbahaya. Jari-jari itu yang ”berbicara” menulis pikiran kita. Tentang apa saja. Karena itu, jangan sampai keseleo. Memelintir nasib orang. Bisa balik menghantam diri sendiri. (*)
Editor Sugeng Purwanto