PWMU.CO – Tiga Universitas dunia yaitu Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Fatoni Thailand dan Universitas Malaya Kuala Lumpur Malaysia menggelar seminar International Conference on Education and Psychology (ICEduPsy) dalam rangka mengadapi tantangan dunia pendidikan yang berubah pesat.
Hadir narasumber dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhammad Salis Yuniardi SPsi MPsi PhD, Datuk Assoc Prof Dr Phaosan Jahwae dari Universitas Fatoni Thailand, dan Prof Dr Datuk Ahmad Hidayat Buang PhD Universitas Malaya Kuala Lumpur Malaysia.
Acara yang digagas oleh tiga Fakultas UMM yaitu Fakultas Psikologi (FPsi), Fakultas Agama Islam (FAI), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ini dilakukan secara daring maupun luring dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,
Sabtu (12/06/2021)
Wakil Rektor Bidang Akademik UMM, Prof Dr Syamsul Arifin MSi yang bertindak sebagai keynote speaker menyebutkan, tantangan yang dihadapi dunia pendidikan sekarang ini lebih kompleks dibandingkan periode sebelumnya.
“Pendidikan juga harus dimaknai sebagai investasi jangka panjang. Siapapun bisa menambah ilmu hanya dengan tatap muka melalui internet, utamanya bagi generasi milenial,” kata Syamsul.
Pendidikan Harus Bermuara pada Prilaku
Dia menuturkan, berdasarkan hal tersebut, ada empat hal esensial yang harus dipertimbangkan di dalam dunia pendidikan yakni input, proses, output dan hasilnya adalah muara pendidikan.
“Tak berhenti di situ, pendidikan juga harus berujung pada perilaku yang beradab, sehingga manusia tak lemah dalam kecerdasan emosional,” tandasnya.
Hal ini, menurut Syamsul penting dilakukan untuk memperkuat hubungan manusia dengan manusia maupun dengan Tuhan agar mampu mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.
Sementara itu, saat penyampaian materi Prof Dr Datuk Ahmad Hidayat Buang PhD dari Universitas Malaya, Kuala Lumpur-Malaysia juga mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan berbasis pengetahuan dan inovatif dalam Perspektif Islam.
Ia mengistilahkan bahwa manusia pada dasarnya serakah dan merusak. Efek dari sifat buruk itu dapat menyebabkan krisis sosial, perang, perbudakan, krisis ekonomi, kemiskinan, kelaparan, pandemi, penyakit bahkan polusi.
Terdapat enam kategori yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan, seperti kebutuhan utama manusia, pengembangan manusia, ekonomi, kondisi kehidupan, ekosistem dan hak asasi manusia.
Senada dengan Datuk Assoc Prof Dr Phaosan Jahwae dari Universitas Fatoni, Thailand juga ikut andil dalam menyuarakan pentingnya pembangunan berkelanjutan dalam bidang pendidikan.
Ia melihat latar belakang negara Thailand yang hanya mengamalkan mono language system, yakni hanya menggunakan satu bahasa saja (Thai). Hal itu akan membuat para pelajar begitu lemah dalam bahasa asing.
“Karena hal tersebut, saya membentuk QAiMt Model for Students in the Patani. Model pembelajaran ini menggabungkan al-Qur’an, Hadits, Aqidah, Fiqih, Sejarah Nabi, Akhlak, Bahasa Arab dan Melayu. Pengaplikasian model QAiMt ini lebih menarik perhatian para pelajar karena didalamnya terdapat teknologi tertentu serta adanya nyanyian yang menarik minat mereka,” ujar Phaosan.
Jalin Kerja Sama Universitas dalam dan Luar Negeri
Sedangkan Muhammad Salis Yuniardi SPsi MPsi PhD memaparkan pembangunan berkelanjutan dalam bidang kesehatan mental. Ia membahas Intolerance of Uncertainty, yakni bagaimana kognitif manusia menanggapi sesuatu yang tidak pasti.
“Pada indikator kesehatan mental seseorang, variabel tersebut mampu memprediksi performa kerja. Intolerance of Uncertainty juga mengambil peran dalam recovery kesehatan mental masyarakat Indonesia di masa pandemi,” pungkas Dekan FPsi UMM itu.
Ketua Panitia ICEduPsy Dr Atok Miftachul Huda MPd mengatakan, seminar dan konferensi internasional yang digelar tiga universitas dunia ini merupakan sarana dalam meningkatkan kapasitas publikasi riset para dosen, baik di dalam maupun luar negeri.
“Selain itu juga untuk mempererat jalinan kerjasama antar universitas yang berkolaborasi dalam agenda ini,” terang Atok.
Atok mengucapkan terima kasih kepada para peserta yang telah hadir dari berbagai negara yakni Australia, Canada, Jerman, Mesir, Polandia, Thailand, dan beberapa universitas ternama di Indonesia.
“Terhitung ada seribu peserta yang mengikuti kegiatan ini, baik secara daring maupun luring,” ucap Atok. (*)
Kontributor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni