PWMU.CO– Sekolah survive di era Covid-19 adalah yang membina hubungan yang baik, efektif dan efisien dengan orangtua siswa. Meyakinkan bahwa hak belajar siswa tetap diberikan.
Demikian disampaikan Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman MPhil PhD dalam Rapat Kerja Guru dan Karyawan Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya yang dilaksanakan via Zoom, Rabu (9/6/2021).
”Jadi guru-guru membangun komunikasi yang baik dengan orangtua dan meyakinkan mereka, walaupun anak-anak mereka di rumah harus tetap belajar, tidak kehilangan hak mendapat pembelajaran dari sekolah,” katanya menguraikan syarat sekolah survive di era wabah Covid.
Dijelaskan, sekolah tetap menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh berbasis online, transfer knowlegde, memberikan tugas-tugas dan pada siswa mengevaluasi sebagaimana mestinya. Walaupun mungkin tidak seperti saat pembelajaran konvensional,” tambah Alpha Amirrachman.
Setelah pandemi Covid-19, sambung dia, sebagian pola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tetap bisa terlaksana. Karena itu sekolah-sekolah Muhammadiyah harus terus menerus melakukan penyesuaian-penyesuaian.
Ia mengatakan, pembelajaran jarak jauh tidak harus berbasis internet. Karena tahun 1880 PJJ masih korespondensi dengan pendekatan individu. Internet muncul di tahun 1960 dalam perkembangan bisa belajar online.
Perkembangan pendidikan jarak jauh, dia menerangkan, generasi pertama menggunakan bahan ajar tekstual melalui jasa pos. Generasi kedua menggunakan bahan ajar audio-visual melalui radio dan televisi. Generasi ketiga menggunakan organisasi sistem terbuka.
Genersi keempat menggunakan teknologi teleconference. Generasi kelima menggunakan teknologi web. Dan generasi keenam menggunakan teknologi mobile.
Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini menyampaikan konsep sekolah di era pandemi Covid ada dua desain pembelajaran sekolah yang bisa diterapkan. Yaitu desain pembelajaran sekolah kesatu menggunakan sistem bergiliran dalam rombongan belajar (shifting).
Dilaksanakan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan. Skema bergantian/bergiliran (shifting) membagi jumlah rombongan belajar pada suatu kelas menjadi beberapa shift.
”Satuan Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah dapat menyesuaikan jumlah maksimal peserta didik per ruang kelas pada saat pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan yaitu maksimal 50 persen kapasitas, memiliki ventilasi udara terbuka, dan pengaturan jarak minimal antar peserta didik yaitu 2 meter,” tuturnya.
Desain pembelajaran kedua, kata dia, menggunakan beberapa skema seperti blended learning, selang seling berbeda hari, skema mandiri dengan catatan.
”Skema blended learning, hari kesatu, kedua, ketiga shif 1 tatap muka sedangkan shift 2 mandiri/belajar dari rumah (BDR) hari keempat, kelima, keenam shif 1 madiri/belajar dari rumah (BDR) sedangkan shift 2 tatap muka. Skema selang-seling berbeda hari, hampir sama seperti BDR. Skema mandiri dengan catatan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, peserta didik capaian pembelajaran, kesehatan dan keselamatan warga satuan pendudukan serta tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat,” jelasnya.
Penulis Riska Oktaviana Editor Sugeng Purwanto