Kerancuan IASP 2020, Tugas Malaikat yang Dibebankan Alih Guru, oleh Syaifulloh, penikmat pendidikan. Tulisan pertama dari 10 tulisan tentang IASP 2020.
PWMU.CO – Sekilas tidak ada yang istimewa dari IASP (Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan) 2020 SD/MI—selain tidak sinkron susunan pertanyaaan-pertanyaan yang ada dan tidak berdasarkan berfikir logis dan cerdas dari para penyusunnya.
Kelihatan sekali dalam menyusun pertanyaan tidak menggunakan logika yang benar dari rentetan setiap mutu yang ditanyakan. Pertanyaan dimulai dari mutu lulusan, proses pembelajaran, mutu guru, DAN manajemen sekolah/madrasah.
Dari susunan awal sampai akhir pertanyaan saja sudah jelas polanya tidak berdasarkan alur berpikir dari yang besar menuju yang kecil. Tetapi berdasarkan yang kecil menuju yang besar. Tidak berdasarkan awal dari perencanaan. Tapi langsung ditanyakan berdasarkan hasil atau mutu lulusan.
Manajemen yang baik sudah jamak diketahui oleh umum berasal dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang baik. Dan dilaksanakan secara konsusten sehingga setiap satuan pendidikan bisa mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.
Selanjutnya diteruskan menjadi program dan kegiatan dari masing-masing komponen sehingga menghasilkan mutu lulusan baik yang didapat dari manajemen bermutu, guru bermutu, pembelajaran bermutu.
Menjebak Sekolah
Pola berpikir terbolak balik di IASP 2020 SD/MI ini kelihatan sekali sepertinya dibuat untuk menjebak sekolah. ‘Tujuannya’ agar tidak bisa menyajikan fakta dan data secara faktual dan bisa berurutan secara baik dan benar: mulai dari awal perencanaan sampai hasil akhir berupa mutu lulusan yang berdaya saing tinggi dan bermutu.
Apalagi dokumen yang diminta banyak yang tidak masuk akal. Bahkan mengambil tugas malaikat untuk dibebankan kepada tenaga kependidikan agar bisa mengawasi murid dan mencatatnya sehingga bisa memberi penilaian khusus setiap individu baik di kelas maupun diluar kelas.
Ambil contoh pertanyaan mutu lulusan nomer 1: Siswa menunjukkan perilaku disiplin dalam berbagai situasi. Untuk mencapai level 4, siswa harus menunjukkan perilaku disiplin yang membudaya berdasarkan tata tertib sekolah/madrasah dan mendapat pengakuan atas prestasi kedisiplinan.
Selanjutnya pada pembuktian kinerja dilakukan melalui tabel kerja pengumpulan data observasi, pada point nomor 3:
- a. Kepatuhan terhadap tata tertib di dalam ruangan kelas, laboratorium, bengkel, worksop, perpustakaan, terapi, UKS, BK, tempat ibadah, jamban, dan kantin.
- b. Kepatuhan terhadap tata tertib di luar ruangan (lapangan olahraga, halaman, taman, tempat parkir, kolam renang)
- c. Kepatuhan terhadap tata tertib lain yang ditetapkan sekolah atau madrasah (tidak membawa HP merokok).
Apakah Mungkin?
Bila melihat komponen dokumen untuk melengkapi instrumen observasi terlihat jelas bahwa tugas guru akan memiliki tanggung jawab yang sangat besar di luar kemampuannya sebagai manusia normal karena dokumen observasi yang diminta tidak seharusnya dimunculkan dalam indikator jawaban.
Apakah mungkin sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah memiliki bengkel, worksop, sebagai standar sarana prasarana di SD/MI?
Apakah pertanyaan ini cocok ditanyakan? Apakah tim pembuat tidak paham dengan Permendiknas tentang standar sarpras untuk satuan pendidikan SD/MI. Kalau penyusun saja tidak paham dengan yang disusun, terus validitas dari instrumen ini bagaimana?
Selanjutnya observasi kepatuhan yang dilakukan di jamban, seperti apa yang diharapkan oleh pertanyaan ini kepada seorang guru, apakah guru harus selalu mengecek jamban ketika siswanya selesai dari toilet atau menanyakan siswanya ketika kembali ke kelas dan menuliskan hasil jawabannya di buku observasi? Lebay bro!
Selanjutnya kepatuhan siswa yang harus dilakukan oleh dan harus diobservasi guru di tempat tempat (lapangan olahraga, halaman, taman, tempat parkir, kolam renang).
Bagaimana seorang guru dalam waktu bersamaan ketika mengajar di kelas lalu dengan berbagai macam problematikanya terus ditanya kepatuhan siswanya di berbagai tempat di atas.
Apakah urgensinya menanyakan masalah parkir bagi siswa SD/MI? Apakah tidak tahu kalau anak SD/MI itu sebagian besar diantarkan oleh orang tuanya di sekolah?
Juga masalah kepatuhan di kolam renang, apa urgensinya pertanyaan ini ditanyakan? Seberapa banyak sekolah yang memiliki kolam renang? Atau seberapa banyak sekolah yang ada ekstra renang? Standar umum kondisi sarpras sekolah mestinya menjadi acuan di sekolah dasar/madrasah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni