PWMU.CO – Wabup Lumajang: KH Abdi Manaf sangat sederhana dan tawaduk. Sosok yang ikhlas dalam berdakwah dan sekaligus pengayom umat.
Wabup Indah Amperawati menyampaikan hal itu saat memberikan sambutan pada peresmian Gedung Pertemuan KH Abdi Manaf milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lumajang, Sabtu (26/6/2021).
Gedung ini berdiri di Kompleks SMK Muhammadiyah Lumajang (SMK Mulu) Jalan Slamet Wardoyo Labruk Lor Kabupaten Lumajang. Indah Amperawati merupakan putri dari Ketua PDM Lumajang pertama: Damang Masdar.
Indah Amperawati juga menyampaikan rasa bahaginya karena Bupati Thoriqul Haq bisa hadir di acara Muhammadiyah kali ini. Karena ketika acara NU, Thoriqul Haq juga mengajak dirinya.
“Cak Thoriq adalah bupati kita bersama yang selalu berdiskusi tentang bagaimana membangun Lumajang dengan kekuatan NU dan Muhammadiyah. Apapun orang bicarakan tentang Cak Thoriq dan saya, perlu saya sampaikan bahwa selama ini Cak Thoriq sangat menghargai saya sebagai wakil bupati dan sebagai orang yang lebih tua,” ungkapnya.
Titip Sepeda Pancal
Dia mengucapkan terima kasih kepada PDM Lumajang yang telah memberi nama gedung pertemuan ini dengan nama seorang tokoh, sosok, dan guru kita bersama.
“KH Abdi Manaf adalah sahabat ayah saya. Di kala itu bersama-sama berdakwah di Persyarikatan Muhammadiyah. Ayah saya Ketua PDM pertama kali Bapak Damang Masdar dan saya seringkali dibonceng ayah ke rumah kiai,” kenangnya.
Dulu, lanjutnya, kalau KH Abdi Manaf berdakwah keluar kota selalu menitipkan sepeda pancalnya di rumah saya. Kemudian beliau berjalan ke terminal bis Lumajang yang lama.
“Sorenya beliau datang mengambil sepeda lalu pulang ke rumah beliau di Bagusari. Seiring berjalannya waktu beliau mempuyai sepada motor Honda tahun 70 dan juga dititipkan di rumah kalau keluar kota,” kisahnya.
Menurutnya begitulah sosok KH Abdi Manaf yang selalu memangil dirinya dan memarahinya kalau mendengar sesuatu tentang dirinya yang tidak baik.
“Sampai saya sudah bersuami bahkan punya anak pun beliau masih tetap menganggap saya sebagai anaknya sendiri. Beliau sosok yang sedehana dan tawaduk,” ungkapnya.
Gaya Kiai Nasehati Bupati
Indah Amperawati kemudian bercerita suatu saat KH Abdi Manaf menelepon dirinya.
“In, aku engkok bengi terno nang Pak Bupati Fauzi (In, aku nanti malam antarkan ke Pak Bupati Fauzi),” ujar Indah menirukan Kiai Manaf.
“Kok ndakdak Kiai?” tanya Indah.
“Iyo aku pingin ketemu,” jawab Kiai Manaf.
“Bentar Pak Kiai. Saya tanyakan dulu ke pak bupati,” jawab Indah.
“Dan saya langsung menghubungi Pak Bupati Fauzi kala itu. Dan oleh Kiai Manaf saya diminta untuk nyetir sendiri tidak boleh membawa sopir. Akhirnya saya laksanakan untuk mengantar Pak Kiai sampai pendopo dan saya tidak boleh ikut masuk disuruh menunggu di luar,” paparnya.
Kiai Manaf, sambungnya, di dalam pendopo sekitar 2-3 jam. Begitu keluar langsung mengajak pulang dan beliau diantarkan sampai ke rumahnya.
“Karena saya kepo maka di perjalanan saya tanya ke beliau. Pak Kiai cerita apa tadi di dalam pendopo,” ujarnya.
“Gak usah weroh awakmu. Wong awakmu tak kon ngenteni ndek njobo kok iseh takon ae. (Kamu tidak perlu tahu. Kamu kan disuruh menunggu di luar. Kok masih tanya saja),” begitu jawaban Kiai Manaf waktu itu dan sampai di rumah tidak juga dijawab oleh beliau.
Tidak Jualan Nasehat
Karena rasa ingin tahu apa yang dibicarakan oleh Kiai Manaf dengan Bupati Fauzi kala itu, maka Indah nekat langsung bertanya ke bupati.
“Pak tadi malam bicara apa dengan Kiai Manaf,” tanya Indah ke Bupati Fauzi.
Bupati Fauzi diam sejenak. Lalu bupati bercerita bahwa dirinya sudah dinasehati banyak hal. “Semua kesalahanku diungkit dan aku disarankan untuk beristighfar setiap saat,” ucap Indah menirukan Bupati Fauzi.
“Bupati Fauzi saat itu serius dan saya tidak berani bicara sedikitpun. Bupati Fauzi menyuruh saya untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Kiai Abdi Manaf, karena Bupati Fauzi salah ketika kiai pamit dikasih amplop dan kiai menjawab bahwa kehadirannya ke pendopo bukan jualan nasehat,” paparnya.
“Permohonan maaf itu saya sampaikan ketika bertemu dengan kiai. Dengan rendah hatinya kiai, saya tidak boleh lagi membahas tentang itu,” kenangnya.
Perhatian ke Mualaf
Suatu saat Kiai Abdi Manaf minta diantar ke Jember karena ada seorang mualaf yang sakit dan opname di salah satu rumah sakit. Ceritanya ketika masuk Islam ternyata Kiai Manaf yang menuntun membaca syahadat.
“Ketika mualaf itu sakit Pak Kiai juga memberi semangat dan nasihat bahwa saudaranya banyak serta tidak sendirian. Keteladanan Kiai Abdi Manaf ini harus kita contoh dalam mengayomi umat,” tuturnya.
Mengenangnya Membuat Menangis
Kiai Abdi Manaf, menurutnya, adalah sosok sederhana, sosok yang luar biasa dan keikhlasnya juga luar biasa.
“Saya sampai saat ini belum bisa melaksanakan nasihatnya. Dan kami akan selalu berusaha meneladani sifat-sifat beliau selaku ulama dan pengayom umat,” janjinya.
“Ketika berbicara mengenang sosok yang satu ini saya selalu menangis. Kehidupan saya saat ini banyak diwarnai oleh ayah saya Bapak Damang Masdar dan Kiai Manaf. Meski saya tidak bisa melaksanakan semua nasihatnya tapi saya berupaya untuk bisa melaksanakan,” imbuhnya.
Menurut Indah satu hal yang dirinya tidak bisa lakukan melaksanakan janjinya untuk tidak menangis ketika Kiai Abdi Manaf meninggal dunia.
“Saya menangis. Saya tidak tahu karena setiap saya melakukan kesalahan sekecil apapun beliau selalu menasehati saya. Itu yang tidak bisa saya lupakan sampai saat ini,” ungkapnya yang membuat haru suasana peresmian. Beberapa hadirin tampak ikut meneteskan air mata.
Sekali lagi dia menyampaikan ucapan terima kasih kepada PDM Lumajang yang telah memberi nama gedung pertemuan ini dengan nama KH Abdi Manaf.
“Mudah-mudahan semua kebaikan beliau bisa mewarnai kehidupan kita dan kita bisa mencotoh hal hal yang baik dari almarhum,” harapnya. (*)
Penulis Kuswantoro. Editor Sugiran.