PWMU.CO– Pesan Nabi Muhammad saw disampaikan kepada Muadz bin Jabal ketika diangkat menjadi Gubernur Yaman. Kisah ini diceritakan dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam.
Saat Muadz bin Jabal berangkat tugas, Rasulullah berpesan, ”Jadikanlah mudah persoalan yang rumit dan jangan merumitkan yang mudah, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari terbirit,” pesan Nabi Muhammad.
”Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab yang akan bertanya kepadamu, ”Apa kunci surga?” Maka katakanlah, ”Syahadat (kesaksian) bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagiNya,” pesan Nabi lagi.
Riwayat lain dikisahkan dalam Sahih Bukhari. Rasulullah saw bertanya kepada Muadz bin Jabal yang ditugaskan menjadi Wali negeri Yaman. ”Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Muadz?”
”Kitabullah,” jawab Muadz.
”Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?” tanya Rasulullah lagi.
”Dengan sunnah Rasul.”
”Jika tidak kamu temui dalam sunnah Rasulullah?”
”Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia,” jawab Muadz.
Wajah Rasulullah bergembira mendengar jawaban itu. ”Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah,” komentar Nabi.
Muadz bin Jabal lalu meninggalkan Madinah menuju Yaman. Setibanya di sana, ia menjalankan apa saja yang diperintahkan Rasulullah kepadanya.
Suatu ketika, wanita Yaman mendatangi Gubernur Muadz bin Jabal dan berkata, ”Wahai sahabat Rasulullah, apa hak seorang suami atas istrinya?”
Muadz bin Jabal berkata kepada wanita itu, ”Sesungguhnya seorang istri tidak akan mampu melaksanakan hak suami atas dirinya. Karena itu, bersungguh-sungguhlah kamu dalam menunaikan hak suamimu sesuai dengan kemampuanmu.”
Wanita itu berkata lagi,”Demi Allah, apabila engkau benar-benar sahabat Rasulullah saw pasti mengetahui apa hak suami atas istrinya.”
Muadz bin Jabal berkata kepada wanita itu, ”Seandainya kamu pulang
menemui suamimu dan kau dapatkan kedua lubang hidungnya sedang mengucurkan nanah dan darah, lalu kamu mengobatinya maka kamu masih belum menunaikan haknya.”
Pindah ke Syam
Muadz menjadi Wali Negeri Yaman hingga zaman Khalifah Abu Bakar. Pada masa Khalifah Umar, Muadz dikirim ke Syam untuk mendampingi Gubernur Amir bin Abdullah bin Jahrah yang populer dipanggil Abu Ubaidah. Dia sebagai ahli hukum.
Di negeri Syam lantas terserang wabah thoun. Gubernur Abu Ubaidah terinfeksi hingga wafat. Khalifah Umar kemudian mengangkat Muadz menjadi penggantinya.
Muadz bersama pejabat negeri berjuang membasmi wabah ini. Tapi keluarga Muadz tertular juga. Mula-mula anaknya, Abdurrahman, terinfeksi hingga meninggal. Kemudian dia terkena sakit.
Saat kondisnya parah, dia pandangi bisul-bisul di tangannya. Dia berkata, ”Dengan ini, aku tidak mencintai sedikit pun bagianku di dunia ini seperti penyakit ini.” Setelah itu Muadz meninggal dunia dalam usia 38 tahun.
Muadz berasal dari kalangan sahabat Anshar. Dia masuk Islam saat baiat Aqabah bersama 70 orang Yatsrib. Kala itu usianya 18 tahun. Kemudian dia termasuk ahli Quran bersama sahabat lain seperti Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, dan Salim, budak Abi Hudzaifah.
Setelah Muadz wafat, Khalifah Umar mengirim Amr bin Ash menjadi gubernur Syam setelah dia sukses memimpin negeri Mesir. Amr bin Ash berhasil mengatasi wabah thoun dengan mengisolasi penderitanya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto