Cinta Nabi pada Muadz bin Jabal, Beri Ijazah Doa Penting Ini; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِيَّ وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
Dari Mu’adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah ﷺ pernah memegang tangannya seraya bersabda: “Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk berdoa, “Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik (Ya Allah, bantulah aku untuk ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik).” Lantas Mu’adz mewasiatkan hal tersebut kepada ash-Shunabihi, sementara ash-Shunabihi mewasiatkan hal tersebut kepada Abdurrahman. (HR Abu Dawud)
Siapa Muadz Bin Jabal?
Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus yang berjulukan Abu Abdurrahman al-Anshari al-Khazraji adalah seorang sahabat nabi yang utama di antara sahabat nabi utama lainnya. Beliau dari kalangan Anshar yang membaiat kepada Nabi saat Bai’ah Aqabah. Sehingga dia termasuk assabiqunal awaalun atau kelompok pemula yang masuk Islam dari Madinah.
Muad termasuk salah satu dari empat sahabat yang mendapatkan rekomendasi untuk sahabat lainnya belajar al-Quran kepada Nabi yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abu Hudzaifah, Muadz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَقَالَ ذَاكَ رَجُلٌ لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَبَدَأَ بِهِ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru maka dia berkata, “Dialah seorang yang senantiasa aku selalu mencintainya karena aku pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda, “Ambillah bacaan al-Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, beliau menyebutnya lebih dahulu, Salim, Maula Abu Hudzaifah, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.” (HR Bukhari)
Sesekali Nabi membonceng keledai Muad dan memberikan wasiat kepada Muadz bin Jabal dalam persoalan penting dalam agama ini, sehingga Muad termasuk ulama yang sangat mendalam ilmu agamanya. Sehingga pada suatu kesempatan Mu’adz bin Jabal mendapatkan tugas untuk menjadi pemimpin di Yaman oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Ijazah Nabi untuk Muadz bin Jabal
Sebagaimana dalam teks hadits di atas, Nabi menyampaikan begitu mencintai Muadz bin Jabal bahkan pernyataan cinta ini disertai Rasul dengan pernyataan sumpah demi Allah. Sungguh suatu pernyataan yang sangat indah dari lisan Rasulullah kepadanya. Suatu bentuk kehormatan dan kemuliaan baginya.
Wasiat atau ijazah doa yang disampaikan Rasulullah kepada Mu’adz bin jabal ini begitu istimewa, sehingga patut pula menjadi bagian penting dari doa yang seharusnya kita sebagai umat Rasulullah ini lakukan. Hal ini juga merupakan wujud cinta Rasulullah kepada kita.
Maka sudah seharusnya kita melaksanakan wasiat ini dengan sebaik-baiknya sebagai wujud cinta kita kepada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Sallam. Kita balas cinta Rasul dengan selalu berusaha menjalankan ajaran beliau dengan sebaik-baiknya, dan juga termasuk sesering mungkin membaca shalawat untuk beliau dalam berbagai kesempatan, khususnya di hari Jumat.
Kandungan doa tersebut pertama adalah dalam rangka kita memohon kepada Allah agar diberikan pertolongan dalam rangka selalu berdzikir kepada-Nya. Sebuah ungkapan yang sangat luar biasa yang diajarkan Rasulullah kepada umatnya. Betapa zikir merupakan aktivitas utama yang harus dilakukan oelah setiap mukmin, dan ini selalu juga kita nyatakan dalam surah al Fatihah, iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.
Puncak zikir itu adalah dalam shalat, sehingga shalat merupakan puncak ibadah dalam agama ini. Ketika seseorang mampu berzikir secara benar dalam shalatnya niscaya ia akan mudah berzikir diluar shalatnya, sehingga tidak salah ada ungkapan shalat secara struktural akan berpengaruh pada shalat secara fungsional. Seseorang yang shalatnya sesuai standar kualitas berarti ia telah mencapai tingkat kesalehan ritual, dengan demikian ia juga akan mencapai kesalehan sosial. Tentang saleh ritual dan sosial ini dibahas oleh KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam bukunya: Saleh Ritual, Saleh Sosial Kualitas Iman, Kualitas Ibadah, dan Kualitas Akhlak Sosial (2016).
Kedua, dalam rangka memohon pertolongan agar kita pandai bersyukur kepada Allah. Bersyukur kepada Allah puncaknya adalah adanya rasa takwa dalam jiwa orang beriman. Bersyukur berarti mengoptimalkan karunia-Nya untuk beribadah kepada Allah. Sehingga dua permohonan antara berdzikir dan bersyukur merupakan hal yang terpenting sebagai seorang hamba. Melaksanakan dua hal itu menjadikan seorang hamba akan selalu berbahagia dalam kehidupannya di dunia. Tidak ada alasan bagi seorang hamba bersedih hati, galau bahkan frustasi jika dua hal tersebut telah dapat tertunaikan dengan baik.
فَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu bersyukur. (Ali Imran: 123)
Bersyukur nikmatnya akan selalu bertambah. Bersyukur juga dalam kategori berzikir mungucapkan Alhamdulillah, membacanya dengan penuh syukur dan bahagia dan merasa berterima kasih atas karunia-Nya yang terus-menerus dan selalu melimpah. Tentu memahami nikmat ini bukan sekedar berupa uang tapi segala keadaan kita yang selalu dalam keadaan baik-baik saja dan dapat selalu menjaga ketaatan kepada Allah adalah nikmat yang sangat besar. Tetapi sedikit sekali hamba Allah yang pandai bersyukur.
اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًاۗ وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur. Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang banyak bersyukur. (Saba: 13)
Ketiga, memohon pertolongan agar menjadi hamba Allah yang dapat melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya. Setiap kita selalu akan berusaha dengan optimal agar menjadi hamba Allah yang baik. Menghamba kepada Allah saja dan tidak menghamba kepada selain Allah. Menautkan diri, hati dan pikiran hanya kepada Allah semata. Menjalankan ketaatan kepada Allah dengan mengoptimalkan potensi yang Allah karuniakan kepada kita. Maka hidup ini akan selalu dibersamai Allah, betapa tidak ada lagi rasa sedih, susah, galau dan lain sebagainya jika Allah sudah membersamai hamba-Nya selalu.
Tidak ada doa yang tidak dikabulkan oleh Allah, selama seorang hamba itu serius dalam berdoa dengan memahami maksud dan tujuan dari doanya itu. Termasuk doa yang diajarkan oleh Nabi kepada Mu’adz bin Jabal di atas. Dengan demikian tiada alasan seorang hamba meninggalkan doa tersebut sesuai shalatnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post