PWMU.CO – Sosok Pantang Menyerah Bu Uswah: Dua Hari Keluar RS Langsung Ceramah. Itulah kenangan yang menggetarkan dari Uswatun Hasanah.
Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik Uswatun Hasanah wafat di Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik (RSMG), Senin (5/7/2021) pukul 05.00 WIB.
Sebelumnya, pada tanggal 30 Juni 2021, suaminya: Kadar Raharto terlebih dahulu meninggal dunia. Keduanya terinfeksi Covid-19 dengan komorbid.
Duka atas wafatnya Bu Uswah, sapaan akrabnya, sangat dirasakan oleh keluarga besar SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik. Sebab, dia dan suaminya adalah guru Smamsatu Gresik. Bu Uswah mengajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahaan dan Pak Kadar mengajar Bahasa Arab.
Kepergiannya mendapat berbagai ucapan di WhatsApp Group ‘SMAM 1 Be The First’. “Semoga Allah SWT merima seluruh ibadah almarhumah, diampuni segala khilaf dan dosanya. Dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan serta ketabahan. Amiin,” salah satu bunyi ucapan itu.
Pandai Menempatkan Diri
Uswatun Hasanah lahir di Surabaya, 26 Nopember 1963. Kepergian Guru SMA Smamsatu Gresik yang mengajar sejak Juli 2000 itu meninggalkan kesan bagi Kepala Smamsatu Ainul Muttaqin SP MPd.
”Saya secara pribadi sangat berduka atas kehilaangan Bu Uswatun Hasanah dan Pak Kadar Raharto. Termasuk seluruh keluarga besar SMA Muhammadiyah 1 Gresik Karena kehilangan orangtua kita bersama,” ungkapnya.
Ainul mengaku punya kesan yang luar biasa kepada Bu Uswah. “Beliau sering menguatkan saya, ketika saya masih menjadi guru baru yang bergabung di Smamsatu. Beliau berpesan untuk terus sabar dan istikamah dalam perjuangan di Persyarikatan Mhammadiyah,” ungkapnya.
Apalagi, lanjutnya, Bu Uswah adalah Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Gresik. “Waktu itu cukup memberi inspirasi bagi saya bahwa perjuangan tidak boleh berhenti sampai kapanpun sampai usia berapapun,” ujarnya.
Menurut Ainul Uswatun Hasanah adalah sosok yang bisa menempatkan diri. Kapan dia menjadi guru SMA Muhammadiyah 1 Gresik dan kapan sebagai Ketua PDA Gresik. “Contohnya ketika menemui saya tergantung konteksnya,” kata dia.
Kalau konteksnya sebagai Aisyiyah, kata Ainul, dia menyampaikan, ”Pak Ainul saya di sini kapasitasnya sebagai wakil dari Aisyiyah.”
Peristiwa itu terjadi ketika terjadi kerja sama antara Smamsatu dengan PDA Gresk dalam pemakaian rumah wakaf Aisyiyah di Jalan Anyelir No 1 BP Wetan untuk kegiatan Tahassus Tahfidzul Quran Smamsatu Gresik.
Di lain waktu, ketika sebagai guru, maka dia mengatakan, ”Saya tunduk patuh taat pada aturan yang ada di SMA Muhammadiyah 1 Gresik.” Ainul menegaskan, itulah profil yang profesional, sosok yang pandai menempatkan diri.
“Ketika saya sebagai pribadi atau sebagai kepala sekolah ada kesalahan, beliau tidak segan-segan menegur saya secara langsung, seperti sebagai seorang ibu kepada anaknya. Atau sebagai team work yang berada di sekolah,” ungkapnya.
Inilah, sambungnya, yang membuat kami merasa kehilangan. “Saya menyaksikan betul bahwa Bu Uswatun adalah orang yang baik, orang yang istikamah, orang yang selalu sabar, orang yang selalu men-support perjuanagn-perjuangan kita di dalam bendera persyarikatan Muhammadiyah,” tandasnya.
Semangat Pantang Menyerah
Kesan mendalam juga saya rasakan. Sebagai kontributor PWMU.CO dan tim guru Al-Islam, Kemuhammadiyahan, dan Bahasa Arab (Ismuba), saya banyak menulis kegiatan berta sekolah.
Mengomentari itu, Bu Uswah berkata, ”Aku gak sanggup lek dikon nulis berita. Wis Sampeyan wae. Aku yang bagian ceramah, Semoga tulisan Sampeyan menjaadi amal jariyah dalam memperjuangkan Aisyiyah dan Muhammadiyah.”
Ketika Smamsatu bersama tim Ismuba menyelenggrakan Pesantren Kilat Darul Arqam (PKDA) secara luring dan daring, Bu Uswah termasuk yang sudah dari awal kami jadwal unuk mengisi materi Fiqhun Nisa’. Ketika menjelang hari H, ternyata Bu Uswah harus ngamar di RSMG karena jantungnya mengalami pembengkakan.
Dan dua hari menelang jadwalnya, beliau baru keluar dari . Dokter menyarankan agar beliau istirahat total dan tidak boleh turun dari tempat tidur. Namun Bu Uswah tetap datang memenuhi tugas sebagai pemateri.
Saat mengisi materi, nafasnya terlihat berat, jalannya sudah payah. Wajahnya masih pucat. Tetapi dia tetap mamaksakan diri, masih semangat untuk naik ke lantai atas. Melihat kondisi itu, guru-guru membantunya. Ada yang membawakan tas, menuntunya naik, menyiapkan kursi, dan minuman.
Meski begitu, Bu Uswah tetap puasa Ramadhan. Tetap memberikan materi sambil melepas masker. Karena nafasnya sudah berat. Satu setengah jam berlalu. Masih semangat. Seperti tak terjadi apa-apa.
Selesai memberi materi, untuk berjalan saja harus dituntun. Khawatir tidak kuat. Lalu berbaring di sofa perpustakaan, sambil mengeluh, “Saya sudah tidak kuat. tenggorokanku panas.”
Lalu saya ambilkan segelas air mineral dan saya sarankan untuk mokel alias membatakan puasa. Untuk kali pertama, Bu Uswah menerima saran saya. Puasa Ramaadhan hari itu dia batalkan. Setelah mengatur nafas, gaya lucunya keluar. “Kalau saya semaput, siapa yang kuat ngotong saya turun,” ujarnya sambil tersenyum.
“Baru kali ini loh saya tidak puasa Ramadhan. Tapi dharurat loh ya. Saya benar-benar gak kuat. Rasanya mau semaput,” ucapnya merajuk.
Semangat pantang menyerah ini menjadi kenangan yang luar biasa. Ciri khas Bu Uswatun yang selalu diingat guru Smamsatu. Semangatnya mampu mengalahkan rasa sakitnya.
Bu Uswah wafat meninggalkan dua anak, satu menantu, dan satu cucu. Anak pertama Nadhya Rufaidah Hartland (29), lulusan Psikologi UMM sudah menikah dengan Rizky Anugrah Partama dan mempunyai anak Khayra Shaqueena Mahreen. Anak kedua Najmah Roseola Hartland (22) sedang mengerjakn skripsi di Ilmu Komunkasi UMM.
Selamat jalan Bu Uswah! Semoga Allah menempatkan di tempat terbaik disisi Allah SWT. Diampuni segala dosa dan khilaf. Dan diterima amal kebaikannya. Amin (*)
Sosok Pantang Menyerah Bu Uswah: Dua Hari Keluar RS Langsung Ceramah: Penulis Estu Rahayu Editor Mohammad Nurfatoni