PWMU.CO – Muhadjir Effendy: Baedhowi sang Ensiklopedis Pendidikan. Hal ini disampaikan Muhadjir Effendy pada Takziah Virtual Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Takziah ini bertajuk “Mengenang Kebaikan Prof Dr H Baedhowi MSi (Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah), Senin (5/6/21) malam.
Meski Muhadjir Effendy sudah lama mengetahui sosok almarhum Baedhowi sering dalam kondisi sakit—berkali-kali keluar-masuk rumah sakit—tapi dia tetap merasa sangat kaget ketika mendapat kabar meninggalnya melalui pesan WhatsApp pada Ahad (4/6/21).
“Saya pikir ya seperti dulu, beliau yang setelah keluar rumah sakit (akan) sehat kembali, bersemangat lagi,” ujarnya.
Dia merasa agak menyesal, memutuskan untuk tidak takziah langsung karena mendapat kabar almarhum meninggal akibat Covid-19 Tapi, usai mendapat kabar jenazah diberangkatkan ke Boyolali, dia baru tahu ternyata jenazah dirawat dengan pemulasaraan biasa.
“Walaupun tidak sempat hadir secara fisik mengantar takziah Prof Baedhowi, kita doakan mudah-mudahan Prof Baedhowi mendapat kedudukan mulia di sisi Allah, diterima seluruh amal kebaikannya, dan diampuni segala kesalahan dan dosannya. Beliau menjadi ahli surga, dan betul-betul mendapat kasih sayang dari Allah SWT,” doanya.
Keakraban dengan Almarhum
Muhadjir Effendy mengatakan, dirinya mulai akrab dengan almarhum saat dia diangkat jadi Sekjen oleh Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong. Menurutnya, keakrabannya dengan almarhum tidak lepas dari kedekatannya dengan Malik Fadjar.
“Mata rantai relasi saya dengan Pak Baedhowi itu lebih banyak karena faktor Pak Malik,” ungkapnya.
Dia mengakui memiliki hubungan yang sangat intensif. Ketika Malik Fadjar menjabat menteri, dia mulai menjabat rektor. Waktu Pak Malik sebagai menteri, secara definitif, beliau banyak mendelegasikan urusan UMM kepada Muhadjir, di mana yang mengomunikasikan adalah Prof Baedhowi.
Dari situ, kata dia, dia benar-benar mengenal almarhum. Bahkan, dari sini pula dia tahu Baedhowi adalah kader Muhammadiyah.
Kader Muhammadiyah Tulen
Sebagai kader Muhammadiyah, menurut Muhadjir, komitmen Baedhowi sangat tinggi. “Kalau boleh ada sebutan, beliau Muhammadiyah tulen. Karatnya bukan 24 karat, tapi 100 karat,” tegasnya.
“Banyak afirmasi-afirmasi yang beliau lakukan dalam upaya memajukan Muhammadiyah, terutama di sektor pendidikan,” sambung Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia itu.
Menurut Muhadjir, Baedhowi tidak banyak bicara. “Seorang administrator ulung, selalu mencari jalan keluar saat ada masalah,” komentarnya.
Ensiklopedis Pendidikan yang “Bersih”
Selain itu, menurut Muhadjir Effendy, almarhum juga memiliki kemampuan yang sangat ensiklopedis terkait pendidikan di Indonesia. “Belaiu sangat paham dan hafal terhadap surat-surat keputusan dari menteri satu ke menteri berikutnya,” ungkapnya.
Jadi, kalau ditanya, beliau bisa menjelaskan secara runtut. “Apa yang harus dilakukan itu betul-betul berbasis data historis dari apa yang pernah terjadi, yang sekarang sedang terjadi, dan apa yang dilakukan ke depan,” ujarnya.
Demikian Muhadjir menjelaskan cara berpikir almarhum. Menurutnya, itulah ciri karakter Baedhowi yang dia kenal.
Tak hanya itu, menurutnya, almarhum termasuk sosok yang entengan dan “bersih”, apalagi jika menyangkut kepentingan Muhammadiyah. “Beliau tidak pernah macam-macam,” kata dia.
“Selama saya berhubungan dengan beliau, kalau (beliau) ke Malang, itu nggak mau disangoni, pasti dikembalikan,” terangnya.
Pernah saat Muhadjir memaksanya memberikan sangu, almarhum turun dari mobilnya tergopoh-gopoh untuk mengembalikan, tidak mau menerimanya. Dari sini, Muhadjir menekankan almarhum punya komitmen luar biasa dengan amal usaha Muhammadiyah.
Dukung Jadi Guru Besar
Muhadjir Effendy mengaku termasuk orang yang memberi saran Prof Baedhowi saat memutuskan untuk menjadi guru besar di Universitas Sebelas Maret. Dia menyampaikan, “Eman-eman, berbagai macam pemahaman (dan) penguasaan terhadap dunia pendidikan itu eman-eman kalau tidak ditularkan ke generasi yang lebih muda, agar mereka mengerti sejarah.”
Sehingga, lanjutnya, kalau suatu saat generasi muda itu diberi amanah menjadi apapun, berangkatnya dengan sejarah. “Jangan sampai membuat keputusan, memimpin ahistoris. Tidak tau sejarah sebelumnya. Hanya tau dunia masa depan, tapi tidak tau dunia masa lalu,” tuturnya.
Jika tidak memperhatikan sejarah, menurutnya tentu saja tidak akan bisa menyelesaikan masalah secara baik. Karena itu, dia menyarankan kepada Baedhowi, saat itu, agar mengambil amanah menjadi guru besar. “Sambil pulang kampung!” katanya.
Lurus di Dunia Pendidikan
Ibarat dalam melaksanakan ibadah shalat, menurut Muhadjir, Almarhum termasuk menjalankannya dengan tuma’ninah, istikamah. Muhadjir menekankan, “Tidak mau tolah-toleh bidang lain, kecuali bidang pendidikan. Dia tidak mau main politik!”
Bagi Muhadjir, Baedhowi selama ini sosok yang “lurus”, yaitu sangat konsisten dengan dunia pendidikan.
“Saya yakin, dengan segala amal kebajikan yang telah beliau tebarkan, termasuk amal jariyah, membesarkan banyak orang,” ujarnya.
Terutama, imbuhnya, ketika beliau ditarik di Kemendikbud, keberadaan sosok tertentu perkiraannya tidak lepas dari sentuhan Baedhowi. Menurutnya, mereka adalah kader-kader yang dibentuk Baedhowi. Tapi, Almarhum cuek dengan apakah kader yang dia bentuk itu mengapresiasinya atau tidak.
Maka, kata Muhadjir, sikap almarhum cocok dengan surat al-Furqan. “Pak Baedhowi termasuk orang yang mendapat kasih dari Allah, Dzat Yang Maha Pengasih,” ucapnya.
Kalau kita dekat dengan Zat Yang Maha Pengasih, InsyaAllah kita dapat pancaran kasih dari Zat itu. “Itu Pak Baedhowi!” tegasnya.
Rendah Hati, Low Profile
Lantas Muhadjir Effendy membaca surat al-Furqsn ayat 63:
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
“Jadi, dia menyatakan, tanda-tanda orang yang dikasihi Allah itu selalu merunduk, rendah hati ketika di muka bumi. “Itulah Pak Baedhowi!” ujarnya.
Dengan dirinya yang menurutnya sangat junior, beliau empan papan dalam berkomunikasi. “Tidak pernah merepresentasikan yang lebih senior dari saya, beliau sangat menghargai posisi saya sebagai Koordinator Pendidikan PP Muhammadiyah dan beliau Ketua Majelis,” ujarnya mengungkap betapa dia merasakan bagaimana almarhum sangat menghargainya.
Muhadjir mengimbau, kalau ada orang yang ngerasani atau mengolok-olok, cukup bilang alu salama. “Selamat untuk yang mengolok-olok kita dan mudah-mudahan doa kita menyelamatkan orang-orang yang mengolok-olok kita itu,” tuturnya.
Dia mengatakan, belum pernah melihat almarhum Baedhowi memberikan pernyataan yang keras atau menyakitkan. “Pendekatannya selalu sangat low profile, tidak menunjukkan kehebatannya dan keluarbiasaannya, walau sebetulnya beliau seorang yang sangat ensiklopedis dalam bidang pendidikan,” tuturnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni