PWMU.CO – Abdul Mu’ti: Prof Baedhowi Panjang Umurnya Banyak Amalnya. Demikian Prof Dr H Abdul Mu’ti MEd menyampaikannya pada Takziah Virtual Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Senin (5/6/2021) malam.
Prof Mu’ti terkesan dengan Prof Dr Baedhowi MSi sebagai sosok yang lembut dan murah senyum. Saat takziah ke rumahnya, dia melihat wajah jenazah begitu teduh dan damai.
“Lebih ganteng dari wajahnya ketika masih hidup. Ini menandakan beliau ahli kebaikan, mengisi kehidupannya dengan amal shalih dan ikhlas ketika Allah memanggilnya,” ungkapnya.
Dia mengaku banyak belajar dari Prof Baedhowi, bagaimana perjalanan hidup yang seperti mengalir begitu saja. “Allah seperti senantiasa membuka jalan, memberi kemudahan, bagi beliau untuk memberikan yang terbaik bagi umat dan bangsa,” ujarnya.
Panjang Umurnya, Banyak Amalnya
Baginya, ini menjadi pembelajaran yang sangat bermakna, terutama saat dilihat dari segi usia, yaitu almarhum wafat dalam usia 72 tahun. “Saya kira ini sebuah perjalanan panjang,” komentar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Berdasarkan hadits Nabi, lanjut dia, hamba Allah yang terbaik adalah yang panjang umurnya dan banyak amalnya. “Beliau adalah teladan kita, hamba Allah yang diberi umur panjang dan banyak amal shalih dalam kehidupannya.”
Prof Mu’ti lantas membandingkan 72 tahun usia Baedhowi dengan usia Nabi Muhammad dan Kiai Dahlan. “Kalau diukur dari usia Nabi, tentu jauh melebihi 9 tahun. Kalau dibanding dengan KH Ahmad Dahlan lebih panjang lagi (selisihnya),” terangnya.
Sebab, KH Ahmad Dahlan wafat di usia muda, yaitu 55 tahun. Meski demikian, menurutnya jasa KH Ahmad Dahlan luar biasa. Yaitu 11 tahun memimpin Muhammadiyah, meletakkan dasar-dasar pembaruan Islam yang luar biasa.
Baedhowi sebagai Pemimpin
Mu’ti menekankan, jika seseorang beramal dengan ikhlas, tulus, maka akan ada banyak orang yang mengikuti apa yang dia lakukan, mendengarkan apa yang dia ucapkan. Bahkan kemudian memperjuangkan apa yang dia lakukan.
Sosok Baedhowi menurutnya pemimpin yang senantiasa patuh pada pimpinan. “Prof Baedhowi salah satu Ketua Majelis yang sangat banyak bersurat kepada PP, terutama menyangkut kebijakan yang strategis,” ungkap pria kelahiran Kudus, 2 September 1968 itu.
Menurut dia, Baedhowi sangat berhati-hati dan bijak dalam mengambil langkah. “Memang kita melihat bagaimana komitmen beliau untuk senantiasa sami’na wa atha’na kepada pimpinan,” ungkapnya.
Dia ingat, saat Muhammadiyah harus menentukan sikap terkait Program Organisasi Penggerak (POP), almarhum berkali-kali menyampaikan pandangannya.
Mu’ti menyadari, sungguh tidak mudah bagi seorang mantan dirjen dan sekjen mengambil sikap. “Tapi, beliau senantiasa memberi masukan-masukan. Bahkan kemudian memberikan apa yang perlu dia sampaikan ke publik,” tuturnya.
Tidak Pandang Struktur
Mu’ti menceritakan, Baedhowi ketika di kantor Kemendikbudtistek lebih suka makan di warung. “Makan di warung rakyat daripada warung konglomerat,” ujarnya.
Lalu dia sedikit melontarkan canda, “Karena rasanya lebih enak dan mungkin campur bakteri sedikit-sedikit mungkin lebih enak lagi. Kalau makanan terlalu hieginis itu rasanya nggak karuan, apalagi kemudian itu kadang tidak sesuai dengan selera kita.” Beberapa peserta spontan tertawa, ekspresinya tampak dari layar Zoom Cloud Meeting.
Dia lalu meluruskan maksudnya menyampaikan ini. Yaitu menunjukkan konteks kedekatan almarhum Baedhowi yang tidak pernah memandang struktur. Inilah yang menurutnya patut menjadi keteladanan bersama.
Pembelajar dan Pendengar yang Baik
Bagi Prof Mu’ti, Baedhowi adalah sosok pembelajar dan pendengar yang baik. Sehingga, ketika sedang menyampaikan peta jalan pendidikan di PP Muhammadiyah, ada banyak sekali masukan darinya.
Mu’ti menerangkan, Prof Baedhowi saat itu mendengarkan dengan seksama, kemudian melakukan upaya-upaya revisi dan perbaikan, bagaimana agar peta jalan itu bagian dari arah pendidikan Muhammadiyah yang terukur. Selain itu juga menjadi bagian bagaimana Muhammadiyah terus memajukan pendidikan.
“Saya sering mengatakan, Muhammadiyah itu mungkin menjadi lembaga non pemerintah atau lembaga masyarakat yang paling banyak menyelenggarakan pendidikan. We are the largest,” ungkapnya.
Kita yang paling besar, jelasnya, dilihat dari sisi jumlah maupun sebarannya. Tapi, dia menekankan, mungkin kita masih bisa mengatakan we aren’t the best, kita belum menjadi yang terbaik. Walaupun, capaian itu sudah sangat menjadi bagian dari prestasi kita bersama, tentu saja.
Baedhowi Kaji Pendidikan di Otoda dan Kualitas Guru
Tapi dalam kaitan ini pula, imbuhnya, kita juga perlu—kata Pak Haedar tadi—menyajikan data-data pendidikan. Sebagai ahli administrasi pendidikan, disertasi Baedhowi membahas “Pendidikan di Era Otonomi Daerah”. Menurutnya, ini kajian yang sangat penting.
Karena, Mu’ti menerangkan, seiring dengan melihat Undang-Undang Otonomi Daerah Berdasarkan UU nomor 17, bagaimana pentingnya penyelenggaraan pendidikan dalam konteks local government —dalam hubungannya dengan otonomi daerah (otoda)—yang sangat berpengaruh terhadap dinamika pendidikan di Muhammadiyah.
Prof Yunas yang hadir dalam forum itu juga, menurut dia, menyinggung tentang pentingnya kepala sekolah. “Ini menjadi bagin penting bagaimana membangun pendidikan dengan sumber daya manusia (SDM),” tuturnya.
Mu’ti pun memaparkan riset Prof Baedhowi yang banyak bicara tentang kualitas guru. Saat pidato guru besar-nya juga bicara tentang efikasi guru. “Ini memang menjadi tanggung jawab kita bersama-sama, karena suka atau tidak, peran guru itu tidak bisa digantikan teknologi,” tegasnya.
Artinya, secanggih apa pun teknologi, tetap saja masih bergantung pada guru sebagai agen dalam pembelajaran. Teknologi adalah instrumen yang pada sisi tertentu sangat tergantung pada siapa yang menggunakan instrumen itu.
Kebijakan Berbasis Data
Yang terpenting kini, menurutnya, bagaimana kita ke depan membangun kebijakan yang berbasis data. Data based policy. “Dalam mengembangkan pendidikan itu harus berbasis data, demikian yang Majelis Dikdasmen mulai rintis pada periode ini,” ujar Mu’ti.
Big data, istilah populer dalam dunia digital, di mana banyak sekali orang menjadikan data sebagai kekuatan baru. “Mereka yang bisa menguasai data itulah yang bisa mengatur dunia. Kita tidak bisa lagi menggunakan pendidikan berbasis keinginan semata tanpa disertai data,” tegasnya.
Dengan data itulah, lanjutnya, kita bisa menerangkan berapa keperluan guru, berapa biaya yang diperlukan dan semua hal berbasis data akan lebih terarah dalam mengembangkannya. (*)
Abdul Mu’ti: Prof Baedhowi Panjang Umurnya Banyak Amalnya: Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni