PWMU.CO– Cangkok ginjal lebih murah daripada cuci darah. Karena itu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendorong pasien gagal ginjal stadium akhir lebih baik memilih cangkok ginjal.
”Dihitung-hitung sebetulnya beban yang harus dibayar oleh pemerintah juga lebih ringan dengan melakukan transplantasi daripada harus cuci darah,” kata Menko Muhadjir Effendy saat audiensi daring bersama pasien gagal ginjal di masa pandemi Covid-19, Selasa (6/7/2021).
Gagal ginjal disebut menjadi satu dari empat penyakit terbesar yang menghabiskan 12% dana katastropik oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan setelah penyakit kanker, jantung, dan stroke.
Data menunjukkan 10% dari penduduk dunia terkena penyakit ginjal kronik (PGK) atau yang terjadi akibat gejala gagal ginjal awal yang tidak segera diobati dan berangsur-angsur memburuk.
Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2018, prevalensi PGK meningkat dua kali lipat menjadi 0,38% dari 0,2% pada 2013.
”Saya sudah ngobrol dengan dokter di RSCM, juga setuju kenapa tidak didorong saja untuk transplantasi. Sekarang sudah banyak sekali ahli-ahli di RS di daerah maupun di RS pusat yang berada di bawah kewenangan Kemenkes,” tutur Muhadjir.
Dia pun mendesak untuk segera dibentuk Dewan Transplantasi Nasional (DTN). Dewan inilah yang memberikan landasan-landasan etis, etik, terkait dengan donor, hubungan antara pendonor dan yang akan ditransplantasi, termasuk penanganannya.
”Karena itu saya minta juga untuk ikut mendorong pemerintah yang berwenang untuk membentuk Dewan Transplantasi Nasional ini,” tandas Menko PMK.
Layanan Kesehatan
Sementara mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengakui standar pelayanan khususnya untuk penyakit katastropik gagal jantung masih terus diperbaiki. Berbagai upaya pun dilakukan agar ke depan pasien gagal ginjal bisa mendapatkan pelayanan terbaik.
”Saat ini penanganan Covid-19 presiden yang mengambil alih langsung karena memang sudah sangat urgent. Saya bisa fokus untuk kembali menangani bidang di luar masalah kedaruratan, termasuk kesehatan dasar. Gagal ginjal ini masuk dalam 12 masalah kesehatan dasar sehingga harus mendapatkan perhatian dan jangan sampai terabaikan gara-gara Covid-19,” tandasnya.
Tak kalah penting, menurut Muhadjir, vaksinasi bagi para penderita gagal ginjal juga harus dikawal. Meskipun ada pasien dengan kondisi tertentu yang tidak dimungkinkan untuk dapat melakukan vaksin, namun yang lainnya harus tetap didata agar memperoleh vaksin guna mencegah penularan Covid-19.
”Saya minta dilist by name by address agar kita tahu nanti mereka akan dirujuk ke mana untuk vaksin. Sekalipun nanti ada yang tidak bisa divaksin karena alasan medis tertentu agar dapat memperketat pelaksanaan protokol kesehatan untuk memproteksi diri,” ucapnya.
Senada dengan apa yang disampaikan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir berharap pemerintah dapat memberikan perhatian terhadap pelayanan kesehatan dasar, khususnya para pejuang cuci darah yang menderita gagal ginjal.
”Kami tentu berharap pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap pelayanan kesehatan dasar, termasuk untuk hak-hak obat bagi pasien cuci darah. Bagaimanapun kalau kesehatan dasarnya bagus, Indonesia juga akan semakin kuat,” ujarnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto