AUM = Aset, Utang, dan Modal Seimbang agar Tak Ngos-ngosan oleh Prima Mari Kristanto, akuntan publik berkanor di Surabaya.
PWMU.CO – Membahas amal usaha Muhammadiyah (AUM) tidak pernah ada habisnya. Mulai dari tokoh-tokoh pimpinan pusat sampai wilayah, daerah, cabang, hingga ranting.
Dari Prof Dr Haedar Nashir, Dr Busyro Muqoddas yang menyampaikan harapan dan kebanggaan pada AUM sampai pelaku AUM kesehatan yang mengaku “ngos-ngosan” hadapi pandemi Covid-19.
Menurut Prof Haedar, amal usaha telah menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat yang tidak sibuk dengan teori, baik teori agama maupun sosial kemasyarakatan.
Dalam menghadapi pandemi panjang Covid-19 terbukti Muhammadiyah mampu menjadi partner strategis sekaligus sparing partner atau lawan tanding berlomba-lomba dalam kebajikan yang sebanding untuk saling membantu dan menguatkan.
Meskipun dalam praktiknya demikian “ngos-ngosan“, meminjam istilah, dr Sholihul Absor MKes, Ketua Majelis Pembna Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah PWM Jawa Timur.
Ngos-ngosan karena kesulitan cash flow disebabkan tidak kunjung cairnya piutang sejumlah rumash sakit Muhamamdyah-Aisyiyah (RSMA) atas penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan.
Utang Bank
Dalam praktiknya, guna mengatasi kebutuhan cash, sejumlah RSMA menempuh jalan mengambil pembiayaan atau utang dari bank.
Utang telah menjadi budaya AUM yang terus eksis dan berkembang sebagai kebutuhan investasi dan operasional. Utang bukanlah hal tabu dan bukan masalah jika mampu menghasilkan nilai tambah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Utang dengan “terpaksa” dilakukan karena modal sendiri tidak cukup. Modal AUM mayoritas dibentuk dari wakaf atau hibah tanah, bangunan, kendaraan dan lain-lain.
Tanah, bangunan, kendaraan dan lain-lain yang diperoleh dari wakaf atau hibah selanjutnya membentuk nilai aset.
Masalah timbul ketika aset dari wakaf sesuai ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak bisa dijadikan jaminan pembiayaan.
Alhamdulillah selalu ada jalan mendapatkan pembiayaan dengan jaminan aset lain seperti piutang juga personal bahkan brand garansi.
Di sini sebenarnya aset “paling berharga” suatu amal usaha, personal dan brand garansi. Pihak bank dan lembaga keuangan pada umumnya memberikan syarat 5C bagi para calon penerima pembiayaan meliputi character, collateral, capital, capacity, dan condition.
Dari 5C tersebut, character menempati peringkat pertama dan faktor utama. Character yang dalam bahasa agama disebut akhlakul karimah menjadi faktor utama dalam pembiayaan bank sebelum menilai jaminan, modal, kemampuan, dan kondisi ekonomi.
Dengan demikian sebagai amal usaha berbasis ormas Islam sudah seharusnya semua AUM ‘lulus’ dalam penilaian character atau akhlakul karimah.
Setelah lulus penilaian character, 4C selanjutnya menjadi mudah, tetapi harus bisa disajikan secara ilmiah dan berimbang sebagai aset, utang, modal.
Keseimbangan Aset Utang Modal
Menjaga keseimbangan aset, utang, modal tetap balance menjadi seni serta tantangan tersendiri dalam mengendalikan AUM di tengah masa pandemi.
Aset, utang, modal ibarat panel-panel navigasi bagi kapal saat mengarungi samudra dalam menunjuk arah, tiupan angin, posisi bekal, bahan bakar, dan lain-lain.
Keakuratan memasukkan informasi pada awak navigasi menjadi proses krusial untuk menghasilkan informasi yang penting dan akurat bagi nakhoda, awak kapal beserta seluruh awak kapal.
Akhir kata, belum bisa disebut AUM yang ideal jika belum bisa mengidentifikasi aset, utang, modalnya.
Akurasi penilaian dan pencatatan aset, utang, modal menjadi tolok ukur pengembangan amal usaha.
Kejelasan nilai aset, utang, modal memudahkan amal usaha mendapat pertolongan untuk berkembang, tumbuh, bertahan bahkan jika mendekati kolaps alias ngos-ngosan.
Semoga pandemi ini segera berakhir, ngos-ngosan menjaga keberlanjutan operasional Amal Usaha semoga bernilai ibadah bahkan jihad fisabilillah.
Dengan alat navigasi keseimbangan bernama ‘aset = utang + modal’ semoga jihad fisabilillah yang dijalankan secara berjamaah berakhir indah, selamat sampai tujuan dan mendapatkan ghanimah dengan dipenuhinya kewajiban – kewajiban pemerintah pada rumah sakit-rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah. (*)
Edtor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post