PWMU.CO – Isti Sri Rahayu, perempuan yang peduli pendidikan anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM) berlangsung, dia hanya menunggu tukang yang sedang menyelesaikan renovasi bangunan PAUD Ar-Rahma yang dikelolanya.
Atas dasar kepedulian nya itu, Isti lantas mendirikan PAUD Ar-Rahma. PAUD ini diperuntukkan bagi orangtua yang menginginkan anak-anaknya dapat menempuh pendidikan sejak dini dengan layak, namun tidak mampu membiayai.
PAUD Ar-Rahma ini dibuka Isti sejak 10 tahun yang lalu. Baginya, siapapun mereka dari keluarga yang tidak mampu, gratis sekolah di sini tanpa dipungut biaya serupiah pun.
Alumnus Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia (SMKI) Yogyakarta dan Prodi Seni Tari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini juga memberikan support makanan gizi tambahan dan pendampingan psikologi.
Saat ditanya dari mana biaya tersebut didapatkan? dia mengaku memperoleh dari zakat mal dan beberapa sumbangan donatur.
“Alhamdulillah dapat dari zakat mal dan donatur yang peduli terhadap anak bangsa ini mampu mengcover kebutuhan bulanan,” terang Isti, yang menjelaskan kebutuhan setiap bulan mencapai Rp 7 juta.
Dikatakan Isti, saat ini pihaknya mengasuh 38 anak dari golongan masyarakat yang belum diuntungkan nasibnya, “Juga ada anak yatim, maupun yatim piatu,” kata Isti.
Dia berharap, ke depan semuanya aktivitasnya menjadi berkah dan anak didiknya kelak mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini.
Nguri-uri Budaya
Pada tahun 2001, Isti menekuni pekerjaan sebagai penyiar di Radio Rasiana, sebuah radio streaming yang dikelola Jogja Tanggap Cepat (JTC).
“Kala itu, saya sangat menikmati sebagai penyiar. Sangat menarik dan saya ikut terlibat dalam melestarikan budaya,” katanya. Selain itu, bersama teman-teman seniman di Bantul, Isti juga nguri-uri budaya Jawa, “Agar tidak tergeser oleh peradaban moderisme kapitalis,” kata Isti.
Pada 29 Juni 2021, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Isti juga ikut pergelaran ketoprak tobong Suryo Bawono asuhan Nano Asmorodono.
“Waktu itu saya main dalam lakon Pangeran Timur,” kata Isti yang siap untuk gabung bersama seniman di Kota Yogyakarta.
Saat ditanya apakah tidak kapok terjun di bidang kesenian? dia malah mengaku sangat senang karena bisa berkumpul bersama teman-teman seniman.
Perempuan yang sering berburu durian dan kelengkeng di Purworejo, Jawa Tengah ini juga mulai menanami lahan kosong seluas 2.000 meter persegi di Kalasan, Sleman, yang akan ditanami durian dan kelengkeng.
Tangguh, Kuat, dan Cerdas
Dalam sebuah momen bersama PWMU.CO di Yogyakarta, banyak hal yang didiskusikan Isti soal perempuan. Menurutnya, jadi perempuan itu harus tangguh, kuat dan cerdas.
“Jadi perempuan itu jangan lemah. Karena perempuan yang lemah tidak akan pernah punya bargaining di hadapan kaum lainnya,” tandasnya.
Menurutnya, seiring dengan perkembangan zaman, adat feodalisme yang menganggap perempuan sebagai konco wingking itu sudah ditinggalkan dan tidak laku lagi.
“Meskipun dalam berbagai hal masih saja ada orang yang mempertahankan dan membangun neofeodalisme untuk menunjukkan eksistensinya,” kata Isti.
Seiring dengan terbukanya informasi, bagi Isti, perempuan sudah tidak lagi seperti dulu.
“Perempuan bukan lagi sebagai “konco wingking” yang selalu ditafsirkan “swarga nunut neraka katut”.
Istri Sri Rahayu, selama ini telah memberikan inspirasi bagi kalangan perempuan untuk melanjutkan semangat dan cita-citanya dalam kesetaraan gender.
“Perempuan Indonesia jangan pernah kendor, jangan pernah putus asa dan jadilah perempuan yang tangguh,” pungkasnya. (*)
Penulis Affan Safani Adham Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni