PWMU.CO – Pentingnya Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bagi Karyawan AUM. Hal itu disampakan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik Dr H Taufiqulloh MPdI secara online dalam Kultum Jumat Pagi Smamsatu, Jumat (6/8/21).
Dalam materi pengajian bertema Peran Agama di Muhammadiyah itu Taufiqullah mengajak seluruh guru dan karyawan SMA Muhamamdiyah 1 (Samamsatu) Gresik untuk mengingat salah satu tahap yang harus dilewati dalam proses seleksi karyawan di lingkungan amal usaha Muhammadiyah (AUM).
Menurutnya, tes itu harus dilakukan di semua bidang, terutama bidang pendidikan dan kesehatan. Yaitu tes Al Islam dan Kemuhammadiyahan. “Begitu juga bagi siapapun yang sudah memiliki status sebagai karyawan AUM semestinya harus mendapatkan pembinaan,” ujarnya.
Biasanya, lanjutnya, ada beberapa tahap yang harus dilewati oleh para calon kayawan sebelum diterima sebagai karyawan AUM, antara lain mengikuti tes bidang keprofesian, tentang motivasi dan komitmen.
“Selain itu juga pemahaman terhadap al-Islam dan Ke-Muhammadiyahan dan tentang sifat, karakter dan kepribadian. Yang terakhir ini biasanya melalui tes khusus yaitu melalui psichotest,” tambahnya.
Pahami Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
Taufiqullah menjelaskan sepanjang pengalaman selama bertugas sebagai anggota tim penguji al-Islam dan Ke-Muhammadiyahan dalam proses penerimaan karyawan AUM itu sering menghadapi para peserta pendaftaran calon karyawan Muhammadiyah yang belum memahami sepenuhnya tentang Al Islam dan Kemuhammadiyahan.
“Mereka belum paham sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Tarjih Muhammadiyah atau buku ke-Muhammadiyahan,” katanya.
Hampir semua peserta, sambungnya, memberikan penjelasan Islam yang dipahami dan diamalkan warga Muhammadiyah itu adalah Islam berdasarkan al-Quran dan Sunnah, tanpa pnjelasan secara detail dan spesifik.
Islam secara Murni
Taufiqullah mengungkapkan ada juga penjelasan lain bahwa Islam yang dipahami dan diamalkan warga Muhammadiyah adalah Islam murni yang tidak tercampur dengan unsur tahayul, bidah, syirik, dan khurafat.
“Penjelasan seperti ini juga mengesankan bahwa wawasan ke-Islaman di Muhammadiyah itu sangat sempit karena istilah tahayul, bidah dan khurafat itu hanya berlaku dalam aspek ajaran Islam yang berhubungan dengan akidah dan ibadah, sedang akhlak dan muamalah menjadi terabaikan,” ungkapnya.
Dia menegaskan banyak wacana wacana ke-Islaman di Muhammadiyah yang belum menjadi pengetahuan dasar di lingkungan karyawan AUM. Misalnya penjelasan tentang Islam yang utuh dan murni, Islam wasathiyah atau moderasi Islam, Islam berkemajuan, Islam rahmatan lil alamin, Islam yang NKRI, gerakan filantropi, jihad konstitusi atau jihad politik dan sebagainya.
Lima Masalah tentang Agama
Taufiqullah mengatakan sebenarnya para ulama tarjih Muhammadiyah sudah memberikan pengantar dasar yang bersifat umum tentang wawasan ke-Islaman yang wajib diketahui semua warga Muhammadiyah dengan dirumuskannya masalah lima dalam buku Tarjih.
“Masalah lima itu yang pertama adalah tentang apa agama (ma huwa din) itu? Apa dunia (ma huwa dunya) itu? Apakah ibadah (ma huwa al ibadah) itu? Apakah sabilillah (ma huwa sabilullah) itu? Apa yang dimaksud dengan qiyas (ma huwa al qiyas) itu?” katanya.
Namun, tegasnya, penjelasan dasar yang umum ini justru belum banyak dibaca dan dipahami sebagian besar karyawan AUM, akibatnya hampir sebagian besar tidak bisa menjelaskan secara luas dan mendalam tentang wawasan agama dalam pandangan Muhammadiyah ini.
Dibutuhkan Pembinaan
Taufiqullah menjelaskan oleh karenanya, pembinaan al-Islam dan Kemuhammadiyahan ini dipandang sangat penting dan harus selalu disosialisasikan di lingkungan AUM. Hal ini penting untuk diiri sendiri dan bagi organisasi.
“Mengapa penting? Secara individu, wawasan Islam dan ke-Muhammadiyahan ini akan memberikan manfaat yang sangat besar karena wawasan ke-Islaman dan ke-Muhammadiyahan akan menjadi sumber keyakinan, kepercayaan, inspirasi, pemikiran, ide-ide dan gagasan-gagasan besar,” ungkapnya.
Hal ini, lanjutnya, yang kemudian akan menjelma menjadi panduan hidup untuk digunakan mencari jalan kebenaran, keselamatan dan kebahagian hidup, juga bisa digunakan untuk mengevaluasi dan mengubah hal-hal yang menurutnya tidak baik untuk diubah menjadi baik.
Wawasan ke-Islaman, menurutnya, yang telah berfungsi seperti itulah yang dimiliki KH Ahmad Dahlan sehingga dalam diri beliau terdapat unsur subyektif yang menjadi daya penggerak bagi beliau dalam mendirikan gerakan Islam, amar maruf nahi mungkar di Indonesia melalui organisasi yang diberi nama Muhammadiyah.
Pemahaman Agama
Taufiqullah mengungkapkan banyak penulis Ke-Muhammadiyahan yang menjelaskan salah satu faktor yang mendorong beliau mendirikan Muhammadiyah adalah karena dorongan pemahaman agamanya. Beliau (KH Ahmad Dahlan) dikenal sangat serius ketika belajar agama dan mendapat pengaruh yang sangat kuat dari kehidupan keluarganya yang sangat agamis.
“Adapun secara organisasi, wawasan keagamaan dan ke-Muhammadiyahan ini akan menjadi unsur pembentuk budaya organisasi,” tuturnya.
Dia memaparkan jika keyakinan, kepercayaan, pemikiran, ide-ide dan gagasan gagasan besar itu bisa dikomunikasikan dan disepakati untuk digunakan sebagai panduan hidup bersama, maka nilai-nilai ajaran agama tersebut akan mengkristal menjadi budaya organisasi.
Budaya organisasi inilah, tegasnya, yang akan menjadi simbol identitas, menjadi pembeda antara organisasi Muhammadiyah dengan organisasi lain, menjadi kekuatan yang bisa digunakan untuk menghadapi segala problem dan tantangan bersama baik yang datang dari internal maupun ekternal.
“Jika dalam AUM dihuni orang-orang yang tidak memiliki wawasan keagamaan dan ke-Muhammadiyahan, maka amal usaha itu akan menghadapi kesulitan dalam pembentukan budaya organisasi. Jika ini dibiarkan, maka hal itu akan menjadi titik lemah yang membahayakan bagi keberlangsungan hidup amal usaha tersebut,” tandasnya. (*)
Pentingnya Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bagi Karyawan AUM: Penulis Yulia Dwi Putri Rahayu. Editor Ichwan Arif.