PWMU.CO – Jika peringatan maulid Nabi Muhammad saw dianggap sebagai masalah duniawi, maka perdebatan hukumnya sudah “hampir” selesai dengan hasil akhir mubah. Yang menjadi masalah, justru tatacara pelaksanaannya yang dalam beberapa kasus justru dibakukan. Seperti misalnya keharusan membaca bacaan-bacaan khusus, serta berdiri dalam bacaan tertentu dengan berbagai keyakinan.
Biasanya ada pembacaan Barzanji dilakukan sejak hari pertama pada bulan Maulid hingga tanggal 12 Rabi’ul Awwal, atau bahkan hingga akhir bulan. Sehari dalam sebuah masjid atau mushalla bisa diadakan Barzanji lebih dari satu kali.
Ada Barzanji khusus remaja putri, remaja laki-laki, ibu-ibu PKK, atau bapak-bapak. Barzanji dibacakan dengan seni khas dan selalu menggunakan pengeras suara dengan mengambil waktu bisa sehabis shalat Subuh, sehabis shalat Dzuhur, sehabis shalat Maghrib, sehabis salat Isya’.
(Baca juga: Bukan Boleh Tidaknya Hukum Memperingati Maulid Nabi, tapi Inilah Masalahnya)
Inti Barzanji adalah mengundang dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad saw sebagai rasa cinta kepada beliau dengan ungkapan yang amat puitis. Apalagi naskah Barjanzi yang dijadikan buku bacaannya tersebut termasuk kategori manakib, yaitu uraian sejarah seseorang yang menonjolkan hal-hal yang bersifat luar biasa.
Diantara manakib yang sering dibaca di Indonesia adalah Maulid Syaraf Al-Anam karya Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji, Maulid al-Daiba’i karya ‘Abd al-Rahman al-Daiba’i, Maulid ‘Azab karya Muhammad al-’Azab, dan Qashidah Burdah karya Muhammad al-Bushiri.
Isi manakib merupakan sanjungan dan pujian terhadap Nabi dalam bentuk prosa maupun syair-syair yang terkesan berlebihan, meski tentu saja ada yang wajar. Diantara keluarbiasaan yang disebutkan adalah ketika Nabi Muhammad saw masih bayi dalam gendongan Siti Halimah di sekitar Ka’bah, arca-arca kagum kepada bayi (Nabi Muhammad).
(Baca juga: Sejarah Asal-Muasal Kemunculan Peringatan Maulid Nabi dan Hadits-hadits Seputar Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw)
Bahkan ditulis jika mata para arca itu sampai menjulur keluar dari tempat (rongga) lebih satu jengkal karena memperhatikan bayi Nabi Muhammad saw. Penjelasan hal-hal yang luar biasa dan irrasional dari bayi hingga Muhammad diangkat menjadi Rasul amat banyak.
Dalam penelitian M. Danusiri MA, isi sanjungan kepada Rasulullah dalam naskah Barzanji banyak yang mirip de¬ngan sanjungan kaum Nasrani terhadap Yesus Kristus. Umat Nasrani meyakini Yesus sebagai Penebus dosa, maka Nabi Muhammad pun dalam naskah Barzanji juga disebutkan sebagai penebus dosa. “Assalamu ‘alaika, ‘alaika yaa mahya ada-Dzunub” (Keselamatan untukmu (Rasul), Bagimu wahai sang penghapus dosa).”
(Baca juga: Masih Bingung Ibadah Nishfu Sya’ban? Inilah Penjelasan Lengkapnya dan Hadits-Hadits Palsu Seputar Nishfu Sya’ban)
Kalimat “Nabi sebagai penebus dosa” yang tertulis dalam Barzanji lembar pertama ini sudah tentu cukup problematik. Bagi warga Muhammadiyah, sudah tentu kepercayaan semacam ini tidak sesuai dengan nash al-Quran maupun hadits. “Lebih dari 224 ayat dalam Alquran yang berkenaan dengan penebusan dosa hanya Allah saja yang memiliki kewenangan menebus atau mengampuni dosa,” tulis Danusiri.
Bahkan menurut dosen Universitas Muhammadiyah Semarang ini, isi Barzanji juga memuat kepercayaan bahwa Nabi Muhammad sebagai pe¬nebus dosa seperti menyamakan kedudukannya dengan Yesus yang dipertuhan oleh kaum Nasrani.
(Baca juga: Doa Memasuki Bulan Rajab dan Bagaimana Tuntunan Puasa Rajab?)
Di dalam ritus Barzanji masih terdapat kepercayaan mitis, yaitu ruh Rasulullah hadir di tengah-tengah majelis. Maka dalam bacaan yang dikenal “srokol” itu para partisipan Barzanji berdiri menyambut kedatangan beliau dengan mengatakan ”Shalla-llah ‘ala Muhammad” berulang-ulang secara koor bernada mars, dan bacaan-bacaan lain yang secara keseluruhan menyanjungnya sebagai penghormatan atas kehadirannya.
Selanjutnya halaman … 2