Ibrah Kemenangan Taliban oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
PWMU.CO– Taliban pimpinan Hibatullah Akhundzada menang. Rezim boneka tumbang. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani lari tunggang langgang. Umat Islam senang. Sebagai kekuatan Islam puritan di Afghanistan yang selalu dipojokkan bahkan dikualifikasi kelompok radikal dan teroris, kesuksesannya menjadi perhatian dunia. Uniknya setelah kembali berkuasa Taliban justru menuai harapan. Afghanistan yang lebih baik ke depan. Pimpinan baru adalah Abdul Ghani Baradar.
Awalnya boneka Uni Sovyet Komunis, Babrak Karmal, menjadi presiden setelah menggulingkan dan mengeksekusi mati Hafizullah Amin. Gabungan kekuatan Mujahidin pimpinan Burhanuddin Rabbani dan Gulbuddin Hekmatyar melakukan perlawanan dan berhasil mengambil alih kekuasaan.
Namun yang terjadi adalah perang saudara. Faksi baru Taliban sukses merebut kekuasaan yang kemudian digulingkan oleh invasi Amerika. Ashraf Ghani menggantikan Hamid Karzai boneka Amerika. Taliban kini mengusir Ghani dan berhasil berkuasa untuk kedua kalinya.
Sebelum sukses seperti saat ini, delegasi Taliban pernah datang ke Indonesia untuk membangun hubungan baik. Jusuf Kalla menjadi figur penting dari persahabatan ini. Saat bangsa Indonesia merayakan HUT kemerdekaan ke 76 kemarin, Taliban mengucapkan selamat dan menyatakan, kemenangan perjuangannya serupa dengan bangsa Indonesia yang telah memerdekakan negaranya dari penjajah asing.
Kemenangan Taliban dapat membuat ketar-ketir rezim yang cenderung memusuhi umat Islam. Penyematan Islam radikal, intoleran, ekstrem adalah bukti tiada penghargaan dan persahabatan kepada umat. Kriminalisasi ulama dan tokoh Islam adalah bukti lanjutan. Sesungguhnya aneh pemimpin negara ini justru cenderung mengeliminasi kekuatan Islam.
Benar Taliban itu di Afghanistan bukan di Indonesia tapi pemimpin negara Indonesia harusnya sadar bahwa umat Islam di mana pun adalah pejuang. Bukan umat yang mudah untuk di-kuyo-kuyo. Taliban memberi ibrah atau pelajaran bahwa penjajah itu cepat atau lambat akan dikalahkan.
Pemerintah Jokowi seharusnya jangan memusuhi dan meminggirkan kekuatan umat Islam. Karena hal demikian di samping ahistoris juga mengabaikan fakta politik. Dampaknya akan buruk, bukan saja menjadi catatan hitam sejarah tetapi juga akan terus mendapat perlawanan.
Andai pemerintah segera membebaskan HRS, mengusut pelanggaran HAM berat pembunuhan 6 laskar FPI, melepas tokoh KAMI yang diadili, serta mengubah kebijakan politik anti Islam, maka Jokowi mungkin akan selamat.
Taliban sudah pasti tidak berkaitan dengan Indonesia namun persoalan keumatan dan kekuasaan berlaku universal. Spiritnya sama yaitu tidak boleh ada penjajahan dan tindakan sewenang-wenang. Agama yang dimusuhi dan dikecilkan adalah jalan menuju keruntuhan dan malapetaka.
Keberhasilan Taliban itu di luar dugaan semua pihak. Amerika pun kaget atas cepatnya Taliban merebut Istana.
Semoga pemerintah Indonesia juga semakin arif dan bijaksana. Perubahan itu sering terjadi dengan cepat dan tiba-tiba.
”Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan, Kami turunkan siksa secara tiba-tiba (baghtatan), maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” (Surat Al An’am: 44).
Bandung, 21 Agustus 2021
Editor Sugeng Purwanto