Para Jamaah Sekalian yang Dicintai Setan, kolom bahasa oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO
PWMU.CO – Boros kata adalah salah satu jenis penyakit komunikasi kita. Hal itu banyak dijumpai dalam percakapan sehari-hari, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Padahal boros kata—juga keborosan di bidang lainnya—perlu dihindari sejauh mungkin. Alasan spiritualnya: karena hal itu tak disukai oleh Tuhan dan sebaliknya dicintai oleh setan.
Kok tahu? Ya, karena begitulah Tuhan memberi informasi dalam al-Isra 27: ” Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Argumentasi lainnya, mari kita baca pernyataan Wilfridus Josephus Sabarija Poerwadarminta—atau yang populer dipanggil Poerwadarminta, seperti dikutip wikipedia.org.
Menurut penyusun Kamus Umum Bahasa Indonesia itu, yang ringkas pada umumnya kuat dan tegas. Penuturan yang luas karena banyak kata-katanya yang mubazir biasanya lemah dan kabur.
“Karena itu maka kalimat yang sudah jelas dan terang dengan empat kata, misalnya, jangan dikatakan dengan lima atau enam katakata, ” katanya.
Para Mubazir
Salah satu pemborosan dalam bahasa adalah pemakaian kata para. Menurut KBBI V, salah satu arti kata para ialah kata (partikel) penyerta yang menyatakan pengacuan ke kelompok. Contoh: ‘Selamat datang para tamu!’
Dengan menggunakan para, maka kita tak perlu lagi mubazir kata melalui pengulangan kata yang diacu: tamu. Jadi jangan bilang: ‘Selamat datang para tamu-tamu!’ Karena sudah memakai kata para, maka cukup disebut para tamu. Atau jika tanpa para, bisa diganti: ‘Selamat datang tamu-tamu!’ (tapi gak lazim ya terdengar di telinga!).
Yang juga mubazir adalah pemakaian kalimat: ‘Para jamaah yang terhormat’. Mengapa kalimat ini boros kata? Karena kata jamaah itu sudah mengacu pada kelompok alias orang banyak. Oleh sebab itu tak perlu menggunakan kata para. Cukup: ‘Jamaah yang terhormat’.
Masih banyak penggunaan kata para yang menimbukan ketidakefisienan bahasa. Seperti pemakaian frasa para hadirin: ‘Para hadirin yang berbahagia’. Kalimat ini boros karena kata hadirin itu mengacu pada semua yang hadir.
Lebih parah lagi keborosannya jika ditambah dengan kata sekalian. Seperti ‘Para hadirin sekalian yang berbahagia’. Karena sekalian adalah kata numeralia yang menunjukkan semuanya, tanpa terkecuali.
Contoh lain para yang mubazir biasanya dilakukan oleh guru seperti dalam kalimat sapaan ini: ‘Para siswa-siswi yang ibu sayangi’. Penggunaan kata para di situ tidak efisien. Jadi cukup katakan: ‘Para siswa yang ibu sayangi’ atau ‘Siswa-siswi yang ibu sayangi’.
Kesalahan serupa berlaku untuk frasa ‘para bapak-bapak’, ‘para ibu-ibu’, ‘para bapak-ibu’, ‘para guru-guru’, ‘para dokter-dokter’, dan sebagainya.
Sebagai kata partikel, maka penulisan para pada judul: huruf pertama ditulis dengan huruf kecil (bukan kapital). Contoh, Presiden Jokowi Janjikan Bonus kepada para Peraih Medali Olimpiade Tokyo 2020.
Untuk contoh lain penggunaan para yang boros kata itu, pembaca bisa menulis sendiri dan mengirimkannya ke WhatsApp 0812-3057-807. Ini semacam praktik dari artikel interaktif. Monggo ditunggu!
Setan Vs Paranormal
Tapi, jangan salah loh. Tidak semua para bermakna ‘kata penyerta yang menyatakan pengacuan ke kelompok’, seperti diuraikan di atas. Misalnya dalam headline Kompas (25/8/21): Pesan Keberagaman dan Inklusif dari Arena Paralimpiade Tokyo 20201.
Para– di situ merupakan satu kesatuan dengan kata olimpiade yang kemudian ditulis menjadi paralimpiade. Yaitu pesta olahraga amatir antarbangsa khusus untuk peyandang cacat (disabilitas)—seperti yang saat ini sedang berlangsung di Tokyo.
Dalam konteks ini, para- adalah sebagai bentuk terikat. Ada terikat ke samping, ke sebelah atau dekat dengan. Misalnya paralimpiade yang dekat dengan olimpiade.
Dengan pengertian ini termasuk di dalamnya paramedis. Yaitu orang yang bekerja di lingkungan kesehatan sebagai pembantu dokter, seperti perawat. Profesi ini disebut paramedis karena dekat dengan profesi dokter.
Ada juga bentuk terikat di seberang atau di atas seperti paranormal, artinya yang di atas normal. Tentu beda juga dengan parasetamol, yakni obat yang bersifat menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan panas badan.
Jadi, kata para- seperti kata paranormal di sini tidak merupakan hal mubazir yang menjadi kawan setan! He-he-he … (*)