Cinta dan Benci Jokowi oleh Drh Zainul Muslimin, Ketua Lazismu Jawa Timur.
PWMU.CO– Cinta, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berharap sekali atau rindu. Namanya rindu tentu ada harapan dan keinginan untuk selalu bertemu.
Jadi rasa cinta akan selalu menghadirkan keterikatan diri terhadap yang dicintai untuk senantiasa bisa bersama. Untuk selalu bisa bertemu. Pikiran dan hatinya tersandera untuk selalu bersama.
Benci, lalu apa arti kata benci menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ternyata hanya ada satu pemaknaan yaitu sangat tidak suka.
Perasaan atau rasa sangat tidak suka tentu menghadirkan sikap tidak nyaman jika bersamanya. Bahkan akan menghindar lebih jauh agar tak tampak di depan mata. Sekuat tenaga berusaha untuk menghindar dan melupakannya agar perasaan tidak suka dan tidak nyaman tidak bersarang di hati.
Saya justru melihat karakter yang aneh tentang sikap laku orang-orang yang mencintai dan membenci Jokowi di media sosial. Hampir setiap hari pikiran, hati, tulisannya terpaut kepada orang yang dicintai atau dibencinya yaitu Jokowi.
Setiap hari perhatiannya tersita. Setiap sikap, gerak dan tindak tanduknya Jokowi mulai dari hal yang sangat sepele sampai hal-hal yang tidak penting pun menjadi perhatiannya. Pembenci Jokowi mengungkap kelemahannya. Pecinta Jokowi sibuk membantah dengan menunjukkan kesuksesannya.
Perhatian, pikiran dan hatinya terpaut kepada yang dibenci atau dicintainya untuk sekadar memberikan komentar. Lucunya seringkali komentarnya tidak terkait dan nggak ada hubungannya dengan sikap laku orang yang dibenci atau dicintainya. Komentarnya dipaksakan untuk mendapatkan legitimasi dengan dalil-dalil yang nggak nyambung dengan konteks yang dilakukan.
Terjadilah kontradiksi. Benci kok selalu memperhatikan, benci kok tak bisa melupakan. Lha wong benci kok justru menyita perhatian untuk selalu ingat dan melihat sepak terjang yang dibencinya, menyediakan dirinya selalu bersama yang dibencinya.
Bukannya kalau benci itu ya lupakan. Nggak akan ada sama sekali dia dalam benak pikiran seperti pepatah dadi godhong emoh nyuwek, dadi banyu emoh nyawuk.
Begitu pula para pecinta. Membangun narasi sangat lebay. Sosok yang biasa-biasa berubah menjadi hebat seperti kisah Bandung Bondowoso membangun Candi Prambanan. Bak Superman.
Perilaku pecinta dan pembenci ini menciptakan konflik berkepanjangan di media sosial yang mengotori dunia informasi dengan hoax. Di masa rezim inilah berkembang para buzzer yang menggangu kenyamanan.
Cinta Muhammadiyah
Lalu bagaimana keterkaitan benci dan cinta dengan keberadaan kita di Persyarikatan Muhammadiyah. Coba mari kita timbang dengan hati yang jernih. Berapa persen perhatian kita tersita oleh sesuatu yang kita benci dibandingkan amanah kita di Persyarikatan yang harus ditunaikan.
Berapa kali kita meng-upload dan atau men-share kegiatan dan aksi prestatif di Persyarikatan dibandingkan dengan kita meng-upload dan men-share kegiatan dan aksi dari orang yang kita benci.
Selalu ada dua pilihan karena Allah ciptakan semuanya berpasangan. Tinggal bagaimana kita mengasah kecerdasan intelektual dan spiritual kita kemana semestinya keseriusan dan fokus pandangan kita arahkan.
Semoga kita semua tidak terjebak dan terseret oleh nafsu yang menjerumuskan sehingga melupakan kita yang semestinya hanya serius dan fokus kepada amanah yang harus kita tunaikan.
Tetap semangat berbagi dan tebar manfaat. Bismillah. (*)
Editor Sugeng Purwanto