PWMU.CO – Din Syamsuddin Mengajak Bersikap Positif dan Optimistis pada Afghanistan. Di menyimpulkan di penghujung acara webinar bertema “The Phenomenon of Taliban and the Future of Peace and Reconciliation in Afghanistan“, Jumat (3/9/2021).
Saat itu, moderator Zezen Mutaqin mempersilakan Ketua Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC) itu untuk menyampaikan Concluding Remark.
Din Syamsuddin menyampaikan pengantarnya dalam bahasa Inggris. Dia mengapresiasi diskusi yang berlangsung sekitar dua jam itu sangat memperkaya wawasan dalam mengamati perkembangan Afghanistan saat ini. “It’s indeed, a very rich insight during the last two hours of our conversation to observe the development Afghanistan,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, bisa menyampaikan harapan tentang masa depan Afghanistan dan kaitannya dengan tatanan dunia. “And also to bring our dreams about its future in relation to the world order,” ungkapnya.
Sebagai bangsa Indonesia, sekaligus bagian anggota masyarakat internasional, harus tetap menjaga sikap positif dan optimisme dalam melihat dan menilai negara lain. “Of course as a citizen of Indonesia, as well as a member of international community I maintain personal attitude that we have to see another state in positive, clear and optimistic way!” tuturnya.
Ini dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip dasar hubungan internasional bahwa sebuah negara tidak boleh mengintervensi permasalahan domestik negara lain. Terutama dalam masa konflik, seperti yang terjadi di Afghanistan saat ini.
“Based on the very principles of international relation, that another country should not interfere the domestic affairs of a certain country especially in the post conflict time like in the Afghanistan,” terangnya.
Amanat UUD 1945
Din Syamsuddin menyatakan, perkembangan di Afghanistan saat ini memang perlu kita ikuti secara seksama. “Kita berhak menaruh harapan untuk masa depan Afghanistan,” ujarnya.
“Hemat saya, jangan sampai kita memberikan imajinasi masa depan dengan melakukan idealisasi terhadap keinginan-keinginan kita baik sebagai individu, bagian kelompok, dan bangsa tertentu!” imbaunya.
“Di Afghanistan, konflik internal dalam beragama tidak terlalu menjadi faktor pemicu di sana, karena mayoritas bermazhab Hanafi, tapi faktor keterkaitan dengan dunia luar ini yang menjadikannya rumit.”
Din Syamsuddin menekankan, sejalan dengan amanat pada Pembukaan UUD 1945, Indonesia harus ikut serta berpartisipasi dalam menciptakan ketertiban dunia atas dasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Lebih lanjut dari amanat itu, Indonesia harus terlibat aktif di dalam mengenyahkan segala bentuk penjajahan di muka bumi,” imbuhnya.
Dia berpendapat, sikap politik Indonesia yang disampaikan Dirjen Asia pasifik dan Afrika Kemenlu RI Abdul Kadir Jailani sangat fair, moderat, dan sejalan dengan UUD 1945.
Pengaruh Faktor Eksternal
Menurut Din Syamsuddin, faktor eksternal (pengaruh asing) di dunia Islam membuka peluang konflik terbuka antara fraksi-fraksi di sana. “Di Afghanistan, konflik internal dalam beragama tidak terlalu menjadi faktor pemicu di sana, karena mayoritas bermazhab Hanafi, tapi faktor keterkaitan dengan dunia luar ini yang menjadikannya rumit,” ungkapnya.
Apalagi, sambungnya, dengan hadirnya kekuatan asing yang bercokol di sana, lanjut Din, tentu mendorong gerakan perlawanan. Dalam hal ini, pada satu sisi, Din memandang Taliban sebagai faktor perlawanan terhadap pihak asing seperti Amerika dan lainnya.
Menurutnya, kemajemukan Afganistan atas dasar etnisnya juga membuat persoalan semakin tidak mudah. Ini berbeda dengan kemajemukan Indonesia atas dasar suku bangsa.
Din Syamsudin menutup kesimpulannya dengan menegaskan, langkah paling bijak adalah memberi Taliban kesempatan untuk mewujudkan Afganistan yang damai dan aman. “I think the wise way is to give Taliban chance,” tuturnya.
Dorong Dialog Persuatif
Terkait pandangan panelis Ali Munhanif tentang institusionalisasi ide keagamaan dari Taliban dalam memujudkan Afghanistan baru, Din Syamsuddin menyangkalnya. Dia menyebutnya sebagai transformasi ide yang terjadi secara global saat ini. “Dunia sekarang juga mengalami transformasi ide yang sangat signifikan,” lanjutnya.
Maka, dia mengimbau untuk terus mendorong pemerintah baru yang akan dibentuk fraksi Taliban bersifat inklusif, menegakkan HAM, dan memberi peluang bagi kaum perempuan sebagaimana pikiran Indonesia dan banyak pihak lainnya. “Kita harus memastikan itu dengan langkah-langkah dialog persuatif!” tuturnya.
Untuk mendorong terwujudnya peradaban dunia baru, dia juga meminta OKI segera bersidang. Bila perlu, bersama Pakistan dan negara tetangga lainnya bisa mengambil inisiatif dan membawa negara Islam ke tengah. “Sebagai wasathiyat Islam,” ungkapnya.
Dengan begitu, harapannya tatanan dunia baru tidak hanya berdasarkan kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan; tapi juga berdasarkan nilai moral.
Peran Pakistan
Sebelumnya, dalam webinar itu, Duta Besar Pakistan untuk Indonesia HE Muhammad Hassan memaparkan sejarah Afghanistan dari perspektif Pakistan. Dia menyatakan, Pakistan adalah negara yang paling berkepentingan dengan perdamaian di Afghanistan. Sebab, Pakistan adalah negara tetangga terdekat.
Jika Pakistan maju dan damai, maka Afghanistan juga diuntungkan. Sejauh ini, Pakistan menerima pengungsi yang cukup banyak ketika Taliban mengambil alih kekuasaan. Menurutnya, Pakistan juga berharap berperan mempertemukan semua pihak di Afghanistan untuk datang ke meja perundingan dalam proses membentuk pemerintahan yang inklusif.
Selain tentu saja Pakistan tetap mengharapkan peran aktif Organisasi Kerjasama Islam (OKI atau OIC) agar lebih memberikan bantuan ke Afghanistan, sehingga Afganistan bisa membentuk pemerintahan yang inklusif. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah dan Dina Hanif Mufidah Editor Mohammad Nurfatoni