PWMU.CO– Masjid kuno di Qinghai dibongkar Cina, isu penindasan muslim Uyghur mencuat kembali. Isu itu muncul setelah Wakil Dubes Inggris untuk Cina Christina Scott menanggapi pembongkaran kubah dan menara Masjid Dongguan di China barat.
Mengutip abc.news, Christina Scott lewat akun Twitter 13 September 2021, mengomentari foto Masjid Dongguan yang ada dalam buku panduan wisata, dan kondisi masjid kuno itu sekarang.
“Buku panduan saya (4 tahun) sudah ketinggalan zaman. Pergi ke Masjid Agung Dongguan, sarannya. Jadi saya lakukan. Ternyata ditutup untuk renovasi (yang tampaknya termasuk menghapus kubah dan menara – foto dari sisi jalan bangunan di buku),” tulis Christina.
Christina juga memposting foto Masjid Dongguan kondisi sekarang yang telah hilang kubah dan menaranya dengan sekelilingnya dipagari seng hijau. Di sebelah postingan itu ditampilkan foto halaman majalah panduan wisata yang menampilkan Masjid Dongguan sebelum renovasi. Majalah wisata itu diterbitkan empat tahun lalu.
Postingan Christina itu direspon Gabriel Corsetti. Dia berkomentar, “Ketika saya berada di sana pada bulan Juli, menaranya masih terlihat.” Corsetti mengunggah foto Masjid Dongguan sedang direnovasi pada 21 Juli 2021. Masih tampak kubah hijau besar dan dua menara tinggi, perpaduan arsitektur Islam dan Cina tradisional.
Masjid Dongguan, masjid kuno tertua di Provinsi Qinghai, dekat wilayah Xinjiang, dibangun pada abad ke-14 di era Dinasti Ming. Tapi foto postingan Christina itu perlu diteliti lagi. Sebab detail latar depan dan latar belakangnya berbeda dengan suasana Masjid Dongguan.
Christina juga mengunggah foto masjid di Ningxia Hui yang dia kunjungi setahun lalu. Di Ningxia lebih dari sepertiga penduduknya penganut Islam. Dia melihat simbol bulan sabit telah dihilangkan dari masjid itu.
Perubahan pada bentuk arsitektur masjid terjadi di tengah penindasan yang sedang berlangsung terhadap minoritas muslim di Cina dan komunitas agama lainnya di bawah program Sinoisasi agama yang dijalankan Partai Komunis Cina (PKC).
Laporan Australian Strategic Policy Institute tahun 2020 memperkirakan sekitar 16.000 masjid di Xinjiang telah dihancurkan sejak 2017.
Cina Membantah
Pemerintah Cina membantah laporan tersebut sebagai rumor. “Masjid-masjid dengan arsitektur Arab yang indah sekarang melebihi jumlah sekolah di beberapa daerah miskin di Cina,” tulis Profesor Xi Wuyi dari Akademi Ilmu Sosial China di media sosial Weibo.
Profesor Xi mengatakan, pembangunan masjid semakin banyak dilakukan di daerah terbelakang di China barat yang didanai oleh negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait.
Pihak berwenang China mengatakan negaranya kini memiliki “lebih banyak masjid per kapita daripada kebanyakan negara Muslim”.
Namun demikian, Presiden Xi Jinping telah mendorong pengembangan “agama dengan karakteristik China”.
Sejak 2017, pemerintah China telah dituduh melakukan pelanggaran HAM melalui penahanan massal, kerja paksa, dan pengawasan warga di Xinjang.
Warga Uyghur yang berbahasa Turki dan kelompok lain seperti warga Kazakh menjadi sasaran penindasan paling keras.
Namun dalam beberapa tahun terakhir ada juga laporan tentang meningkatnya pembatasan ibadah bagi minoritas Muslim Hui, yang secara budaya lebih mirip dengan mayoritas etnis Han di Cina.
Pada tahun 2018 misalnya, warga Muslim Hui mencoba menghentikan pembongkaran masjid di wilayah otonomi Ningxia Hui, yang menurut pihak berwenang dibangun tanpa izin.
Christina Scott juga telah melakukan perjalanan ke Tibet, di mana Beijing telah memaksakan “kesatuan budaya” pada umat Buddha Tibet sejak mengambil alih wilayah itu pada pertengahan abad ke-20.
Dalai Lama menyebut kebijakan Cina di Tibet sebagai genosida, istilah yang juga digunakan pendukung Uyghur untuk menggambarkan penindasan di Xinjiang.
Sejumlah parlemen negara-negara Barat, termasuk AS, Kanada dan Inggris, telah mendeklarasikan kebijakan Cina terhadap Uyghur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang sebagai genosida.
Editor Sugeng Purwanto