Perayan yang penuh kemubadziran
Pola historis sebagaimana di atas menjadikan 1 Januari dinantikan bagi sebagian orang, Selalu ada yang istimewa pada momen ini. Sebagian orang menginginkan dan merencanakan sebuah konsep yang sesempurna mungkin untuk menyambutnya. Semua menyemarakkannya mulai dari anak–anak sampai kakek nenek dengan biaya yang tidak sedikit walaupun hanya sekedar penikmat.
Potensi kemubadziran yang milyaran bahkan trilyunan rupiah disiapkan hanya untuk satu malam. Coba perhatikan konsumsi kembang api. Tentu biayanya tidak murah. Apa lagi berbagai pertunjukkan yang mengeluarkan biaya yang fantastis. Sungguh, betapa meruginya manusia selalu saja dikalahkan dengan nafsunya. Secara akal sehat sebenarnya apa yang dilakukan kebanyakan orang tersebut irrasional.
(Baca juga: Tiga Wajib bagi Orangtua dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini)
Belum lagi efek negatif yang ditimbulkannya. Ironisnya, hal–hal seperti ini selalu menjadi tradisi atau sesuatu yang dianggap biasa bagi kaum muda. Seakan tidak bisa dihindari. Apalagi mengubah kultur seperti itu karena hampir semua elemen masyarakat larut dalam kegiatan ini. Bergembira merayakan sesuatu sah-sah saja, akan tetapi yang harus menjadi perhatian adalah efek yang ditimbulkan dalam satu malam itu.
Pertama kemubadziran yang luar biasa , hal ini sudah jelas bertentangan dengan perintah Allah dalam surat Al Isra ayat 26-27 yang menyebutkan, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.“
(Baca juga: Inilah Situasi Monas, Sehari Jelang Aksi 212)
Ayat ini memberikan pengertian, perbuatan boros adalah gaya hidup gemar berlebih-lebihan dalam menggunakan harta, uang maupun sumber daya yang ada, demi kesenangan saja. Dengan terbiasa berbuat boros seseorang bisa menjadi buta terhadap orang-orang membutuhkan di sekitarnya. Sulit membedakan antara yang halal dan yang haram. Mana yang boleh mana tidak boleh dilakukan.
Kedua, merajalelanya perzinahan. Ini sangat bertentangan cita–cita bangsa untuk mengedepankan kearifan budaya lokal . Apa yang dilakukan kebanyakan generasi kita sudah jauh dari yang dicita–citakan bangsa, terlebih lagi kalau dipandang dari segi agama.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2014, mengungkapkan bahwa 62,7 persen remaja Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. Sedangkan, 20 persen dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21 persen di antaranya pernah melakukan aborsi. Lalu pada kasus terinfeksi HIV dalam rentang 3 bulan sebanyak 10.203 kasus, 30 persn penderitanya berusia remaja. Bersambung ke halaman 3 …