Manajemen Profetik Lazismu oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Baru-baru ini Lazismu Jawa Timur mengikuti misi kemanusiaan di Sulawesi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Pentasyarufan bantuan Lazismu salah satunya didukung oleh perahu ITBM-Lazismu Jelajah Bahari Nusantara untuk daerah yang tertimpa musibah banjir di Kasongan, Kalimantan Tengah. Misi itu berjalan sesuai dengan target yang diinginkan.
Lembaga Zakat Infak dan Sedekah dengan SK Menkumham milik Muhammadiyah ini memang luar biasa. Didukung oleh armada transportasi yang representatif. Selain perahu lincah untuk menembus banjir, juga ada mobil angkutan, mobil kantor, dan ambulans.
Mungkin ke depan Lazismu harus punya helikopter agar bisa merambah wilayah terjauh dengan medan sulit yang hanya bisa dijangkau dengan mobil terbang itu. Dengan armada memadai, Lazismu bisa menjadi lembaga ZIS terbesar yang mampu memberikan bantuan masyarakat terdampak bencana baik itu musibah banjir, tanah longsor, maupun gunung meletus.
Menyenangkan kalau Lazismu di berbagai daerah mempunyai armada seperti itu. Melancarkan bantuan kemanusiaan kepada umat semakin lancar. Terus menebar manfaat dan berbagi untuk negeri.
Melihat kinerja lembaga ini yang tampak manfaatnya selayaknya semua unsur dan komponen Persyarikatan menggunakan Lazismu sebagai satu-satunya lembaga fundrising untuk penggalangan dana umat bagi kepentingan majelis, lembaga, dan amal usaha agar dana umat bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.
Dengan begitu majelis, lembaga dan amal usaha tidak mencari dana sendiri-sendiri. Apalagi melalui rekening pribadi. Membuka rekening pribadi untuk penggalangan dana umat dapat membuka fitnah.
Pertanggungjawaban pengelola Lazismu sangat jelas. Bukan hanya kepada donatur tapi kepada Allah. Bahasa al-Quran dan hadits untuk pertanggungjawaban ini disebut tabayyun, tashdiq, dan tarjih. Jadi ada dimensi uluhiyah.
Pengelola Lazismu yang disebut amil itu sudah punya kesadaran bahwa urusan pekerjaannya bukan sekadar hubungan antar manusia. Tapi berhubungan dengan Allah. Selalu diawasi oleh Allah. Dengan kesadaran seperti ini maka mencegah tindak penyimpangan korupsi.
Inilah yang bisa disebut manajemen profetik. Manajemen kenabian. Para amil ini mengemban risalah nabi. Penerus perjuangan para sahabat yang bertugas sebagai fundrising ZIS di masa Rasulullah saw. Tugas mereka ditetapkan Allah dalam surat at-Taubah ayat 60.
Sesungguhnya zakat itu untuk fakir, orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) budak, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan ibnu sabil (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Bayangkan, kalau kesadaran manajemen profetik semacam ini juga tumbuh di kalangan pejabat negara, anggota DPR, karyawan kementerian keuangan, petugas pajak, pemeriksa keuangan maka tidak perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena semuanya amanah. Tahu pekerjaannya diawasi oleh Allah.
Para koruptor itu bukannya tidak mengenal Allah. Bahkan di antara golongan ini ada yang mengaku paling Pancasila, pendukung NKRI harga mati, nasionalis sejati, rajin shalat dan dzikir. Tapi itu hanya di mulut. Penampakan semata.
Golongan ini mengenal Allah itu hanya di masjid. Sadar adanya Allah itu saat shalat saja. Keluar dari masjid, selesai shalat maka lupalah urusannya dengan Allah. Mereka menyangka Allah tak bakal mengawasi polah tingkahnya sepanjang hari. Mereka tak percaya ada malaikat Raqib dan Atid yang merekam semua perbuatannya yang kelak akan dipertunjukkan di akhirat.
Bisa jadi mereka hafal ayat yauma idżii yaṣdurun-naasu asytaatal liyurau a’maalahum. Pada hari itu manusia ke luar dari kubur dalam keadaan bermacam-macam, untuk diperlihatkan kepada mereka amalannya.
Tapi golongan koruptor itu tak bisa membayangkan bagaimana bisa semua perbuatan manusia bakal ditayangkan ulang seperti bioskop di akhirat.
Dengan manajemen profetik seperti Lazismu ini sebenarnya cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sudah bisa tercapai dari dulu-dulu. Sangat naïf di usia negara ini sudah 76 tahun masih ada korupsi Bansos Covid-19 oleh menteri dan konco-konco partainya, masih bicara kemiskinan, bahkan gegeran di KPK.
Karena itu patut bersyukur ada Lazismu dengan amil yang amanah. Mentasarufkan dana yang dikumpulkan sesuai at-Taubah ayat 60. Bukan bekerja untuk memperkaya diri sendiri. Sebab selalu ingat pesan KH Ahmad Dahlan. ”Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”
Pesan Kiai Dahlan itu dalam praktik bernegara bermakna hidupkanlah negara ini dengan mengelola kekayaannya untuk kemakmuran rakyat. Bukan kemakmuranmu sendiri.
Itulah manajemen profetik. Menempatkan segala sesuatunya secara bener lan pener, tepat, presisif, genah dan baik. Inilah keindahan hidup bernegara yang akan memperoleh ridho Allah swt. Baldatun thoyyibatun warabbun ghafur. (*)
Editor Sugeng Purwanto