Tuhan Ada atau Tidak, Anakku? Cara Indoktrinasi PKI, ditulis oleh Ustadz Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Ini cerita kenangan masa kecil. Sekelompok anak-anak dikumpukkan. Lalu ditanya: “Apakah Tuhan itu ada?”
Anak-anak serentak menjawab: “Ada!”
Kemudian mereka diminta memejamkan mata. Mereka disuruh minta pensil kepada Tuhan.
“Tuhan kami minta pensil!” seru mereka.
Beberapa menit kemudian mereka disuruh membuka mata.
“Adakah Tuhan memberi kalian pensil?” tanya Bu Guru.
“Tidak!” jawab mereka serentak.
Lalu mereka disuruh memejamkan mata kembali.
“Ucapkan: Bu Guru kami minta pensil”
Anak-anak meneriakkan permintaan mereka.
Lalu guru membagikan pensil.
“Bukalah mata kalian. Apakah kalian dapat pensil dari bu Guru?”
Anak-anak serentak menjawab: “Dapaaat!”
Tadi anak-anak minta pensil kepada Tuhan, tapi tidak diberi. Itu karena Tuhan tidak ada. Kalian lalu minta kepada Bu Guru. Dan kalian dapat pensil. Itu karena Bu Guru ada. Bisa memberi. Tuhan tidak ada. Maka tidak bisa memberi.
“Orang komunis berhasil menemukan cara sederhana mengajarkan ateisme kepada anak-anak. Bahwa Tuhan itu tidak ada.”
Indoktrinasi Gaya PKI
Inilah kelihaian komunis. Cerita ini popular menjelang tahun 60-an ketika “perang” ideologi terjadi. Orang komunis berhasil menemukan cara sederhana mengajarkan ateisme kepada anak-anak. Bahwa Tuhan itu tidak ada. Buktinya tidak bisa memberi pensil.
Jawaban guru ngaji saya ketika kecil sangat dogmatis.
“Itu ucapan orang kafir. Mereka calon penghuni neraka!” katanya.
Untungnya kami semua sangat percaya dan sangat meyakini dengan penjelasan guru ngaji itu. Bahwa mereka yang tidak percaya adanya Tuhan akan masuk neraka. Doktrin yang menancap jauh ke dalam lubuk hati.
Sungguh tidak mudah menjelaskan secara sederhana kepada anak hal yang konkret menjadi yang abstrak. Pengertian tuhan itu absrak. Yang konkret itu tanda-tanda adanya Tuhan.
Ada yang menerangakan bahwa semua yang ada di alam semesta ini pasti ada yang membuat. Tidak ada dengan sendirinya. Maka yang membuat alam semesta ini adalah Tuhan. Jadi Tuhan itu ada.
“Perhatikan meja dan kursi itu,” kata seorang guru agama.
“Apakah kursi dan meja itu ada yang membuat? Ataukah ada dengan sendirnya?”
“Ada yang membuat,” teriak anak-anak.
“Kalian pernah melihat orang yang membuat kursi itu?”
“Tidaaak,” jawab anak-anak.
“Tetapi kalian yakin ada orang yang membuat meskipun kalian tidak melihat orangnya?
“Yakiiiin,” kata mereka.
“Demikian juga dengan Tuhan. Meskipun kita tidak pernah melihat Tuhan tetapi kita yakin Tuhan itu ada. Buktinya ada bintang, bulan, matahari, lautan, gunung,dan lainnya. Semua itu ada yang membuat yaitu Tuhan.”
Apakah anak-anak bisa menerima logika adanya Tuhan lewat bukti adanya alam semesta ini? Entahlah. Namun uraian guru agama tentang meja dan kursi di atas lebih baik daripada doktrin tentang orang kafir masuk neraka seperti yang disampaikan guru ngaji.
Cerita ini teringat kembali ketika kita memasuki bulan September. Ini bulan kelabu bagi bangsa Indonesia. Partai Komunis Indoesia (PKI) melakukan pemberontakan dua kali. Keduanya pada bulan September. Yaitu pemberontakan Madiun 1948 dan pemberontakan G30S/ PKI 1965.
Setelah pemberontakan Madiun maka PKI yang menelikung dari belakang itu mengalami kemerosotan. Dia memberontak ketika kita sedang repot mengahdapi Belanda yang ingin menjajah kembali.
Namun dengan kecerdasan dan kelihaian DN Aidit, PKI sang pemberontak itu dalam waktu singkat bisa konsolidasi lagi. Dan berkembang lagi. Bahkan menduduki urutan empat besar dalam Pemilu tahun 1955, setelah PNI, Masyumi, dan NU.
Boleh jadi komunis telah berubah prinsip. Tiongkok telah menerima gaya hidup kapitalis. Namun keinginan berkuasa dari kelompok komunis Indonesia tidak akan berubah. Akan tetap hidup. ika ada tokoh dengan kualitas seperti DN Aidit, maka boleh jadi dia bisa menemukan jalan secara bertahap untuk berkuasa.
Nur Cholis Huda
Perbaiki Pengajaran Tauhid
Kembali soal Tuhan. Kita harus terus memperbaiki metode pengajaran soal tauhid. Bukan hanya untuk anak-anak, kita sendiri juga harus memperbaiki keimanan kita.
Sekarang bukan hanya soal Tuhan ada tetapi juga sikap kita mengabaikan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kita selalu mengatakan Tuhan ada. Tetapi dalam praktek Tuhan seperti tidak ada. Kita tidak pedulikan. Adanya Tuhan seperti tidak ada. Hanya ada dalam lisan kita.
Leberalisme, hedonisme, sekularisme, dan pragmatisme telah mengikis tauhid kita. Dalam hidup ini yang penting berguna dan bermanfaat. Yang penting bikin nyaman dan menyenangkan. Di mana Tuhan? Tuhan hanya ada ketika kita dalam kesulitan. Mungkin amukan Covid-19 yang ganas bisa menyadarkan kita akan kelemahan sebagai manusia dan mahakuasanya Tuhan.
Namun ternyata belum tentu. Banyak yang tetap angkuh. Banyak yang merasa akan mampu mengatasi bencana ini tanpa melibatkan Tuhan. Hanya berpedoman pada pengalaman dan perkiraan. Jika gagal maka dicari kambing hitam.
Kita sering malu mengakui kesalahan kita. Sok gengsi. Tidak ada evaluasi dengan rendah hati. Kita dikenal sebagai masyaraakt yang relijius. Benarkah? Atau rasa beragama kita hanya pada bentuk seremonial dan doa bersama?
Kembali pada September bulan kelabu. Boleh jadi komunis telah berubah prinsip. Tiongkok telah menerima gaya hidup kapitalis. Namun keinginan berkuasa dari kelompok komunis Indonesia tidak akan berubah. Akan tetap hidup.
Jika ada tokoh dengan kualitas seperti DN Aidit, maka boleh jadi dia bisa menemukan jalan secara bertahap untuk berkuasa. Saat itu, setelah PKI dihancurkan Angkatan Siliwangi maka seperti tidak berdaya. Tapi tidak dibubarkan. Terbukti bisa bangkit. Dengan penysusupan ke semua segi kehidupan. Termasuk ke Angkatan Darat.
Jika komunis bisa berkuasa kembali pasti dasar negara Pancasila akan mereka ganti. Pasti banyak sekali rakyat Indonesia yang dibunuh. Di banyak negara pembunuhan itu menjadi cara komunis berkuasa. Di Uni Sovyet pada waktu Stalin dan Tiongkok pada waktu Mao Zedung ratusan ribu orang harus terbunuh.
Hanya ada satu kunci bagi kita. Waspada! Jangan takut dianggap komunisphobia. (*)
Tuhan Ada atau Tidak, Anakku?: Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Tuhan Ada atau Tidak, Anakku? Cara Indoktrinasi PKI; ini pernah dimuat majalahmatan.com, September 2021