PWMU.CO – Hikmah di Balik Pandemi, Belajar dari Buya Hamka. Prof Dr Biyanto MAg menyampaikan hal itu pada Kajian Ahad Pagi yang diadakan oleh Majelis Tabligh dan Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Pasuruan di halaman SD Al-Kausar, Ahad (3/10/21).
Acara dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum masuk ke lokasi acara.
Sikap Optimis Menghadapi Pandemi
Dalam kesempatan tersebut, guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya itu menyampaikan tema: “Hikmah Tersembunyi di Balik Pandemi”.
Menukil surat al-Insyirah ayat 5 dan 6, ‘bersama dengan kesulitan ada kemudahan’, Biyanto menyimpulkan ada pelajaran atau hikmah di balik ujian pandemi ini.
“Apa pelajaran di balik pandemi ini?” tanya Biyanto kepada para hadirin.
“Hanya orang-orang bertakwalah yang tahu hikmah tersembunyi di balik pandemi ini,” jawabnya.
Menurut dia, pandemi ini mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap positif atas setiap keputusan (takdir) Allah. Setiap yang keluar dari Allah adalah baik, sehingga Allah menyuruh kita untuk selalu mensucikan namanya dengan ucapan: ‘subhanallah’.
Hikmah lainnya, para harus bisa menjadi guru di rumah bagi anak-anaknya selama pembelajaran jarak jauh. “Ini adalah momentum bagi para orangtua untuk menjadi pengajar bagi anaknya sendiri,” ujarnya.
Para ayah di masa pandemi ini juga dituntut untuk bisa menjadi imam dan khatib bagi keluarga dan lingkungan di sekitar rumahnya.
Belajar dari keluarga Buya Hamka
Untuk memperjelas tentang adanya hikmah di balik peristiwa, Biyanto mengisahkan buku yang dikarang oleh Irfan Hamka, anak Buya Hamka. Irfan menceritakan, tindakan represif aparat yang datang ke rumahnya lalu menjebloskan ayahnya ke dalam penjara tanpa sebab dan tanpa proses pengadilan.
Peristiwa itu membuat istri Hamka dan anak-anaknya mengalami kesulitan ekonomi. Sampai-sampai sang istri harus pergi ke penerbit untuk meminta royalti dari buku-buku karangan Hamka. Tapi sayangnya, tak satu pun penerbit yang memberinya royalti, bahkan ada penerbit yang sudah tidak menerbitkan buku Hamka setelah ia dipenjara.
Di tengah kondisi ekonomi yang kiat sulit itu ada penerbit dari Sumatera Barat yang datang ke rumah Hamka dan memberikan royaltinya secara tunai.
Dan dari dalam penjara, Buya Hamka pun terbesit untuk mengakhiri hidupnya. Tapi, hal itu tidak ia turuti. Ia malah menghabiskan waktunya di penjara selama dua tahun empat bulan untuk menulis sebuah buku tafsir yang ia beri judul Tafsir al-Azhar. Yang di kemudian hari, tafsir tersebut menjadi karya Hamka yang monumental.
Setelah keluar dari penjara, Hamka kemudian mengingat hari-hari di penjara yang ia gunakan untuk menulis tafsir. Dan kemudian ia tersadarkan; jika pada waktu itu, Presiden Sukarno tidak memenjarakannya, maka Tafsir al-Azhar tidak akan pernah terwujud karena hari-harinya ia sibuk memberikan pengajian dari satu majelis ke majelis yang lain.
Dari kisah di atas, Biyanto menghimbau kepada para hadirin untuk tidak putus harapan, pasti ada cahaya terang setelah kegelapan. Selalu ada kemudahan di bali kesulitan.
Ikhtiar Itu Penting
Selain itu, Biyanto juga mengajak para hadirin untuk melakukan vaksinasi. Menurutnya, vaksinasi itu penting untuk menjaga diri kita dari kebinasaan. Lalu ia menukil firman Allah dalam surat al-Baqarah, ayat 195:
وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Menurut Biyanto, Allah melarang kita untuk menjatuhkan diri kita ke dalam kebinasaan. Dan wujudnya di masa pandemi ini adalah dengan menerapkan protokol kesehatan: menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas.
“Apa yang bisa kita lakukan dalam rangka menyelamatkan diri dari wabah pandemi ini, kita harus lakukakan,” imbuhnya. Dan manivestasi dari berbuat baik di masa pandemi ini, menurut Biyanto, adalah dengan melaksanakan vaksin.
Sebaliknya, ungkap Biyanto, kalau kita ceroboh, dengan tidak menaati protokol kesehatan dan tidak mau divaksin, maka kita telah menjatuhkan diri kita ke dalam kebinasaan.
Ujian untuk Menaikkan Kelas
Wabah pandemi ini bagi seorang mukmin, harus dimaknai sebagai ujian untuk menaikkan kelas. Biyanto menjelaskan, kita membutuhkan ujian untuk menaikkan derajat. Ada masanya Allah mengangkat derajat manusia dan ada masanya Allah menurunkannya.
“Jangan anggap kalau posisi kita sudah di atas tidak bisa turun ke posisi bawah,”tuturnya.
Ia kemudian menyitir firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 140:
وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia.
Menurut Biyanto, pelajaran moral dari ayat di atas adalah ketika kita mencapai kesuksesan dan tidak takabur dan ketika kita diberikan ujian oleh Allah, kita tidak boleh pesimis.
Belajar Wah-weh dan Nyah-nyoh
Hikmah lain di masa pandemi menurut Biyanto adalah—kita sebagai seorang Muslim—bersikap nyah-nyoh atau wah-weh (suka memberi) terhadap orang lain yang membutuhkan.
Di lalu mengutip Charities Aid Fondation (CAF) yang menempatkan Indonesia sebagai negara rangking satu sebagai negara yang suka memberi di tahun 2021.
Dalam hal ini, Biyanto mencontohkan bagaimana ibu-ibu Aisyiyah di Surabaya dan daerah-daerah lain di Jawa Timur menginisiasi gerakan cantelan. Suatu gerakan mencantelkan kebutuhan makanan dan bahan pokok bagi tetangga yang terpapar Covid-19.
Ia juga mencontohkan apa yang telah dilakukan Ketua PDM Kabupaten Blitar, H. Hidayaturrahman, dengan memberikan hasil ayam petelurnya untuk warga terpapar Covid-19 dan pengembangan cabang dan amal usaha Muhammadiyah di Kabupaten Blitar.
Pendek kata, kata Biyanto, Muhammadiyah adalah organisasi yang suka memberi dan berbagi.
Dia melanjutkan, apapun yang dikeluarkan oleh seseorang, Allah pasti menggantinya. Kalau tidak diganti dalam bentuk harta, Allah akan menggantinya dalam bentuk lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Saba’ ayat 39:
وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya
“Maka jangan kikir atau medit kalau ada orang datang ke kita untuk meminta bantuan. Jangan seperti petinjua, yang tidak mau melepaskan sarung tangannya,”pesannya. (*)
Penulis Dadang Prabowo Editor Mohammad Nurfatoni