Doa Pamungkas untuk HWFC oleh Ernam, supporter bola dan pelatih pandu HW.
PWMU.CO– Dalam pertandingan sepak bola ada masalah teknis dan non teknis. Saya teringat saat masih nyantri di MI Bustanul Ulum sama Mushala al-Fatah di Sumenep suka nonton bola. Setidaknya kalau tim kampung sedang main.
Lapangan sepak bola ada di kampung saya. Dulu banyak pertandingan sepak bola karena remajanya senang dengan bola sepak. Kini berubah. Semua suka main bola voli. Tiap kampung punya tim voli. Turnamen bola voli juga marak. Ada Dandim Cup.
Tapi saya mau cerita pertandingan sepak bola. Jelang pertandingan, saya pernah pergoki ketika kesebelasan kampung saya akan bermain, ada orang yang secara khusus merumat gawang.
Biasanya siang atau mendekati siang, orang khusus tersebut memantrai gawang. Sasarannya jika lawan menendang bola tidak gol. Arah bola bisa melenceng atau menjauh. Tapi kalau tim kita yang menembak gawang lawan harus langsung jebol.
Entah benar itu akibat mantra atau tidak, saya pernah saksikan momen bola masuk dengan sangat mudah. Kiper lawan membiarkan bola menggelinding ke gawangnya. Padahal bola menggelinding pelan, tak ditangkap, dibiarkan saja masuk. Golpun tercipta.
Saat peluit tanda gol membahana seolah-olah pemain lawan baru tersadar terjadi gol. Sang kiper hanya menganga. Ia bingung. Kenapa semua penonton bersorak, sementara temannya malah misuh dan ngamuk.
Petang ini HWFC bertanding dengan Persis Solo. Masalah teknis dan non teknis sudah dibahas matang oleh pelatih dan ofisial. Tentu tak ada mantra. Tak ada magic. Semua dilakukan dengan sportif. Tak ada kecurangan walau itu dalam bentuk yang tak kasat mata.
Apalagi HWFC milik Muhammadiyah. Sangat berpantang dengan tahayul dan khurafat. Hal sangat ditentang oleh Muhammadiyah. Jauhi mistis, jalankan tauhid.
Di pertandingan hidup mati nanti melawan Persis Solo, tak ada pilihan bagi HWFC kecuali menang. Setidaknya 3-0 untuk kemenangan HWFC. Ini tentu target yang berat bagi pelatih, pemain, dan ofisial.
Dalam tiga pertandingan dengan dua kali seri dan satu kali kalah, HWFC tak pernah mencetak gol sampai 3. Ditambah amunisi hanya berbekal bismillah. Ini jadi tuntutan sangat berat bagi HWFC untuk menang.
HWFC harus lolos untuk babak selanjutnya. Ini akan menjadi kebanggaan bagi seluruh warga perserikatan. Kita memiliki kesebelasan yang layak dibanggakan. Tanpa bantuan mantra tentu.
Pemain, pelatih, ofisial, dan seluruh warga perserikatan harus mengumandangkan doa pamungkas. Doa kemenangan untuk HWFC di kala shalat fardhu, shalat Dhuha, shalat lail. Di kala makan, bekerja, bangun tidur, bahkan mau tidur lagi. Ya doa pamungkas, dengan sungguh-sungguh dan khusyuk.
Saya pernah diberi tahu Pak Sudarusman, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PWM Jawa Timur. Juga Kepala Sekolah Keberbakatan SMA Muhammadiyah 10 Surabaya, SMAM X. Sebelumnya pernah Kepala SMP Muhammadiyah 2 Surabaya.
Dia bercerita saat melatih atlet siswanya, selain latihan rutin dan pendalaman berbagai teknik, para atlet juga diajarkan masalah non teknis seperti rendah hati, sopan santun, puasa Senin Kamis, shalat Dhuha, shalat lail, serta minta restu orang tua.
Mungkin ini bisa diadaptasi oleh HWFC. Selain mengumandangkan doa pamungkas. Ya, hanya dengan doa pamungkas.
Oh iya, saya yakin semua sudah tahu apa doa pamungkas yang harus dikumandangkan. Jadi saya tidak perlu memberi tahu di sini. (*)
Editor Sugeng Purwanto