PWMU.CO– Sarjana Indonesia dinilai setara dengan lulusan SMA Denmark. Itu diungkapkan dalam Pengajian Bulanan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan, Selasa (19/10/2021) malam.
Pengajian mengupas tema Peta Jalan Peradaban Umat Islam Perspektif Pendidikan. Acara digelar secara daring dan luring. Sekitar 270 orang hadir melalui aplikasi Zoom,dan 150 orang hadir secara fisik di Aula Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah (UM) Palopo.
Hadir sebagai pembicara anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) Prof Dr Arismunandar dan Wakil Sekretaris PWM Sulsel Dr Abd Rakhim Nanda. Acara dipandu aktivis Nasyiatul Aisyiyah Sulsel Dr Ummi Khaerati Syam.
Arismunandar mengatakan, kualitas alumni perguruan tinggi di Indonesia dianggap kurang dapat bersaing di kancah global. ”Data Indonesia Development Forum 2019 (IDF 2019) menunjukkan kemampuan lulusan sarjana di Indonesia setara lulusan SMA di Denmark,” katanya.
Kondisi sarjana Indonesia serupa, sambung dia, terungkap dalam laporan The Need for a Pivot to Learning: New Data on Adult Skills from Indonesia. Dalam laporan itu, pemuda Jakarta berusia 25-26 tahun memiliki kemampuan literasi lebih rendah dari lulusan SMP di Denmark.
Pendidikan tinggi bukan hanya bermasalah secara kualitas, tandas Arismunandar, melainkan juga soal rendahnya kuantitas masyarakat yang mengakses bangku perkuliahan.
”Angka partisipasi murni perguruan tinggi penduduk yang berusia 19-24 tahun hanya 19,32% pada tahun 2020. Angka ini bahkan menurun dari data tahun 2014 yang mencapai 20,18%,” jelasnya.
Arismunandar melanjutkan, sebagai wujud partisipasi Muhammadiyah membangun peradaban, organisasi ini perlu terus meningkatkan aksesibilitas pendidikan tinggi dengan mendirikan Universitas Muhammadiyah hingga ke berbagai daerah.
”Saya sudah berkunjung ke Universitas Muhammadiyah Sinjai, Bone hingga Enrekang. Saya pikir inilah sumbangsih Muhammadiyah bagi peradaban, dengan terus meningkatkan akses pendidikan tinggi,” ungkap mantan Rektor Universitas Negeri Makassar ini.
Arismunandar menawarkan solusi bagi perbaikan pendidikan, yakni perbaikan mutu, akses, dan manajemen pendidikan. ”Jika ingin melakukan lompatan, wajib belajar perlu ditingkatkan minimal menjadi 15 tahun. Hanya dengan itu, kita bisa mengejar ketertinggalan,” ujar Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sulsel ini.
Strategi Hadapi Tantangan
Narasumber kedua, Dr Abd Rakhim Nanda, yang merupakan Wakil Sekretaris PWM Sulsel, menyajikan materi tentang potret dan profil generasi harapan umat. Ia mengawali pemaparannya dengan mengulas tantangan umat manusia Abad 21.
”Saat ini dunia sudah terkoneksi melalui dunia siber. Manusia yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kejutan masa depan atau future shock. Di era post modernism ini, berkembang sikap nihilisme yang mempersetankan nilai-nilai agama, moral dan kebaikan,” urai Wakil Rektor I Unismuh Makassar ini.
Tantangan itulah, kata Rakhim, yang membuat Muhammadiyah harus menjaga generasi dari serangan isme-isme atau paham yang secara simultan menyerang eksistensi agama. Serangan tersebut, antara lain ideologi kapitalisme, atheisme, sekularisme, liberalisme, dan juga serangan Islamofobia.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Rakhim menegaskan, perlunya mengambil beberapa langkah. Pertama, istiqamah menunaikan tugas risalah Islam (Al-Maidah ayat 67). Kedua, terus berjuang untuk memenangkan risalah Islam (Al-Fath ayat 28).
Ketiga, sambung Rakhim, perlunya meningkatkan kesabaran dan kualitas sumber daya (Ali Imran ayat 200). Keempat, penguatan ideologi dan kaderisasi, dengan rasionalisasi bahwa kader Muhammadiyah perlu secara terus menerus melakukan internalisasi, revitalisasi, dan transformasi nilai-nilai kerisalahan Islam. (*)
Penulis Hadisaputra Editor Sugeng Purwanto