Sampah Makanan, Rp 2.250 Miliar Terbuang oleh Dr Sholikh Al Huda MFil I, Pengasuh Pesantren Bumi Al-Quran Masangan Wetan Sodoarjo.
PWMU.CO– Ada fakta mengejutkan dan memprihatinkan. Kesadaran masyarakat menghargai makanan sangat rendah. Dilihat dari indikasi tingginya produksi sampah makanan (food waste) di Indonesia.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), secara nasional jumlah produksi sampah makanan diperkirakan mencapai 13 juta ton dalam setahun. Estimasinya, setiap warga membuang sampah makanan 115 Kg hingga 184 Kg per tahun.
Salah satu daerah dengan produksi sampah makanan terbanyak adalah Jawa Timur. Dengan jumlah penduduk mencapai 40,6 juta jiwa, diperkirakan sampah makanan yang dihasilkan di Jawa Timur antara 4,67 juta ton hingga 7,48 juta ton setiap tahun. (Jawa Pos, 18/10/2021)
Ini menunjukkan cermin dari kultur masyarakat Indonesia yang boros dan sangat tidak menghargai makanan. Fakta di atas berdampak buruk bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.
Dampak tersebut di antaranya,
Pertama, kerugian materi (uang)
Jika setiap orang membuang sampah makanan 184 Kg per tahun, berarti setiap harinya ada 1/5 Kg makanan dibuang. Itu berarti 1-2 piring nasi plus lauk pauk per hari terbuang.
Kalau dikonversi dengan uang, harga satu porsi makanan lengkap dengan lauk pauk rata-rata Rp 15 ribu per orang dikali jumlah penduduk Indonesia sekitar 150 juta jiwa maka mencapai Rp 2.250.000.000.000 atau Rp 2.250 miliar/hari uang terbuang.
Coba jika uang tersebut digunakan untuk memberi makan fakir miskin akan sangat bermanfaat.
Kedua, aspek kesehatan
Dari data di atas menunjukkan pola makan masyarakat Indonesia sangat berlebihan atau boros sehingga banyak makanan yang terbuang.
Pola makan yang berlebihan berdampak pada tubuh mudah terserang penyakit. Di antaranya asam urat, kolestrol, gula darah (diabetes), darah tinggi, jantung, stroke dan lainnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang diperoleh dari Sample Registration Survey 2014 menunjukkan diabetes menjadi penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah stroke (21,1%), dan penyakit jantung koroner (12,9%).
Di Indonesia, prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 5,7% pada 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta jiwa pada 2013.
Data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2017 menunjukkan, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia dengan jumlah penderita diabetes sebanyak 10,3 juta jiwa.
Jika tidak ditangani dengan baik, World Health Organization (WHO) bahkan mengestimasikan angka kejadian diabetes di Indonesia akan melonjak drastis menjadi 21,3 juta jiwa pada 2030. (https//p2ptm.kemenkes.go.id)
Sebanyak 90% dari total kasus diabetes merupakan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada orang dewasa. Namun beberapa tahun terakhir juga ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Hal ini berkaitan erat dengan pola makan tidak seimbang atau berlebih dan kurang aktivitas fisik yang membuat anak memiliki berat badan berlebih atau obesitas.
Ketiga, aspek lingkungan
Fenomena sampah makanan (food waste) juga berdampak buruk bagi kesehatan lingkungan di masyarakat. Dalam jangka waktu yang lama tumpukan sampah makanan akan membusuk dan terdegradasi.
Kemudian menghasilkan gas metana dan menyebar ke lingkungan masyarakat. Gas metana merupakan salah satu gas yang dapat memicu pemanasan global.
Melansir laman resmi Direktorat Sekolah Menengah Pertama, pemanasan global merupakan suatu fenomena mendunia yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan fosil dan kegiatan alih guna lahan. (www.suara.com, 27/6/2021)
Kegiatan inilah yang menghasilkan gas-gas yang semakin lama semakin banyak jumlahnya di atmosfer. Terutama gas karbon dioksida (CO2), melalui proses yang disebut efek rumah kaca.
Efek rumah kaca (greenhouse effect) terjadi karena peningkatan suhu bumi akibat suhu panas yang terjebak di dalam atmosfer.
Salah satu contoh akibat yang ditimbulkan dari pemanasan global adalah mencairnya glasier dan es di kutub. Hal ini mengakibatkan naiknya permukaan air laut dan membuat sebagian daerah terendam air laut.
Contoh akibat pemanasan global lainnya adalah curah hujan yang tinggi, kegagalan panen, hilangnya terumbu karang, kepunahan berbagai spesies, hingga penipisan lapisan ozon pada atmosfer. (www.suara.com, 27/6/2021)
Dari fakta dan dampak yang sangat mengerikan dan berbahaya dari sampah makanan (food waste) bagi kelangsungan kehidupan kesehatan manusia, maka sudah waktunya melakukan jihad membangun kesadaran bersama untuk menghargai makanan kembali ditumbuhkan di keuarga dan masyarakat kita. Sudah saatnya masyarakat mengomsumsi makanan berdasarkan kebutuhan bukan keinginan.
Salah satu langkah awal yang bisa kita lakukan adalah mengimplementasikan hadits Nabi Muhammad saw tentang pola makan:
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.
Walaupun hadis ini dhaif tapi isi (matan) dan maknanya sangat relevan dengan kebaikan hidup manusia.
Editor Sugeng Purwanto