PWMU.CO– Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang mengabulkan sebagian permohonan tentang pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 disambut baik oleh Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK).
UU No. 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Ketua Komite Pengarah KMPK Prof Dr H M Din Syamsuddin MA mengatakan, putusan MK menyatakan UU No.2/2020 itu bertentangan dengan UUD 1945. KMPK memandang bahwa constitutional correction yang dilakukan oleh MK sudah cukup baik dalam memitigasi moral hazard, free rider, dan conflict of interest penyelenggara negara dalam penanganan UU Covid-19.
”Putusan MK ini menjadi sinyal bagi pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU untuk tidak melaksanakan constitutional dictatorship yang mencederai demokrasi,” kata Din Syamsuddin dalam rilis yang dikirimkan Jumat (5/11/2021).
Melalui putusan MK ini, sambung dia, pemerintah harus memperhatikan UU Tipikor, UU Pemeriksaan Keuangan Negara, dan berbagai UU terkait dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan penanganan Covid-19.
Din menerangkan, hal ini jelas tertuang dalam putusan 2 bahwa ”Pembiayaan Covid-19 harus dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dikabulkannya permohonan pengujian UU Covid-19 ini merupakan kemenangan masyarakat penegak kedaulatan.
Berkenaan dengan hal tersebut, kata Din, maka KMPK, pertama, mengingatkan pemerintah untuk mematuhi tenggat masa keadaan darurat selama dua tahun (sampai dengan 30 Maret 2022), agar setelah itu tidak menjadikan masa darurat untuk mengatur anggaran.
Kedua, tetap meminta DPR dan BPK untuk mengaudit pengeluaran keuangan negara untuk penanggulangan Covid-19.
Ketiga, supaya pemerintah betul-betul menggunakan uang rakyat (APBN dan APBD) bagi kepentingan rakyat, sehingga rakyat tidak membiayai sendiri penanggulangan Covid-19, seperti untuk tes swab PCR, dan lain-lain.
Keempat, pemerintah dan DPR harus tunduk pada konstitusi dalam penyelanggaraan mekanisme penganggaran keuangan negara.
Mahkamah Konstitusi pada 28 Oktober 2021 mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 75/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Pokok-pokok Putusan MK meliputi: a. Frasa “bukan kerugian negara” dalam Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19 tidak sesuai dengan prinsip due process of law, sehingga bertentangan dengan UUD 1945.
b. Frasa ”bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara” dalam Pasal 27 ayat (3) Lampiran UU Covid-19 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ”bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
c. Pasal 29 Lampiran UU Covid-19 yang semula berbunyi, ”Perpu ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ”Perpu ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun kedua. (*)
Editor Sugeng Purwanto